18. Rejeki Bimo Nggak Ke Mane

247 37 0
                                    

Bimo mengetuk tombol 'cari' setelah memasukkan kata kunci: kata mutiara dari Albert Einstein yang ngajarin untuk nggak perlu jadi orang sukses. Akibat telepon dari Paijo sewaktu dia nongkrong di toilet, artikel LIMA KATA-KATA MOTIVASI DARI TOKOH TERKENAL. NOMOR ENAM BIKIN MERINDING! hilang tanpa jejak. Soalnya Bimo bikin pengaturan browser-nya jadi mode incognito.

Nah, ini dia. Tanpa usaha yang berarti, Bimo langsung menemukan kalimat yang diincarnya. Kira-kira begini: Janganlah mencoba menjadi orang sukses, tetapi cobalah jadi orang berguna.

Seharusnya Bimo langsung salin kalimat tersebut dan langsung nempelin ke dinding Facebook-nya. Tapi yang terjadi adalah wajah tirusnya jadi lebih serius. Bibir tipisnya semakin mengerucut. Keningnya pun ikut berkerut. 

Hal itu terjadi hanya karena sebuah pertanyaan yang otomatis meluncur, "Apakah aku berguna?" Bimo bergumam sendirian di meja warung gado-gado milik Mpok Imah.

Karena masih pukul setengah sebelas siang, belum banyak pengunjung yang datang di warung itu. Hanya segelintir bapak-bapak yang terlambat menyeruput segelas kopi.

Warung yang letaknya di teras rumah ini sebenarnya punya banyak fungsi; tempat bapak-bapak baca koran sambil minum kopi di pagi hari, tempat makan gado-gado plus gorengan ditemani ibu-ibu yang ngerumpi kalau kondisinya memungkinkan, dan sebagai titik temu karena letaknya dekat dengan pangkalan ojek. Bimo sendiri lagi pakai fungsi yang terakhir.

Jadi, apakah Bimo adalah manusia yang berguna?

Sebelum bahunya melengkung lebih dalam karena sibuk membungkuk, menerawang layar ponsel, berisik knalpot datang mengganggu, semacam lagi ngetawain Bimo.

Rupanya Paijo, orang yang ditunggu-tunggu Bimo, datang juga. Sebelum parkir dengan sempurna, Paijo sengaja meraung-raungkan gas motornya, kurang lebih lima kali. Bimo nggak tahu apakah itu berguna.

"Udah lama lu, Mo?" Paijo langsung nyamperin Bimo setelah mesen es teh dua gelas. Cuaca siang itu memang lumayan terik.

"Motor baru?" Bimo baru pertama kali lihat Paijo ngendarain motor Yangmana Vixien, yang tangki minyaknya di depan. Biasanya dia pakai Ronda Wario.

"Yowi, Ment (Yoi, Man). Knalpotnya sengaja ditinggiin, biar kayak anak gemot (geng motor) gitu. Gue kan kits zaman naw."

Bimo hanya diam, nggak tahu mau komentar apa. Dia masih mikir apakah suara knalpot motornya Paijo lebih berguna daripada dirinya.

"Ayo, Bang, diminum tehnya. Neng yakin, tehnya udah ketularan manis dari senyum Neng." Dila, anaknya Mpok Imah, telaten meletakkan dua gelas es teh di meja Bimo dan Paijo.

Andai saja kalimat Dila mengandung kebenaran, Bimo pasti balas pakai senyuman memesona. Bahkan Paijo saja yang supergombalnya tak terkalahkan hanya cengar-cengir kurang tulus.

Bimo yang kasihan, mencoba untuk basa-basi, menanyakan kehadiran Mpok Imah.

"Enyak lagi ke tempat Mak Dedeh. Neng juga bingung. Pagi-pagi dia udah ke sana. Mana mukanya kecut lagi. Padahal kan Neng ada janji jalan sama Bang Ipul," jawab Dila. Lalu anak baru gede itu segera meninggalkan Bimo dan Paijo karena ada pengunjung yang hendak bayar.

"Jadi, lu mau ikut ke KL, nggak?" Paijo membuka topik sambil mengaduk-aduk es tehnya.

"Berapa lama di sana? Ngapain aja?"

"Sebenarnya, gue ada wawancara kerja." Paijo minum. "Tapi gue bilang ke orang-orang mau liburan." Paijo minum lagi. "Soalnya…." Paijo minum lagi. Kali ini agak lama, mungkin udah nggak tahan untuk melepas dahaga. "Gue kan belum tentu diterima, jadinya gue bilang ke orang-orang kalau gue mau liburan. Jadi, kalau gue nggak diterima, pas pulang nggak ngenes-ngenes amat. Kalau diterima, ya baru gue bisa nyombong."

Keluarga Babe JaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang