Ah, semua orang butuh hiburan, 'kan?
Sejak pesan dari Lalisa yang meminta seluruh Sakamada berkumpul di taman kota, pemudi Prabukarsa telah menebak bahwa kegiatan hari ini akan jauh dari kata 'pendidikan'. Lihat saja bagaimana ia kini terjebak dalam pemandangan lautan manusia, dengan bando berbentuk telinga kelinci yang menghiasi kepala, permen kapas di kuasa kanan, dan segelas es green tea digenggaman sebelahnya.
Sungguh pemandangan luar biasa untuk atlet bela diri yang apatis, benar-benar membuat meringis. Mungkin relung terdalamnya pun tengah menangis.
Tapi tunggu dulu, semua itu bukan miliknya.
Jelas saja.
Mana mungkin dia mau memakai bando yang terlalu feminim untuk dirinya?
Lalu makanan manis, jangan bercanda!
Radjani bukan pecinta makan manis seperti yang berada digenggamannya. Permen kapas ini milik Lalisa yang dengan paksaan diberikan pada si nona, yang sejak memasuki area taman bermain hanya duduk manis saja. Padahal Sakamada telah berpencar entah kemana.
Lalu bando di atas kepalanya, tentu saja juga paksaan dari Lalisa. Entah kenapa wali kelasnya itu senang sekali menyiksanya. Lantas yang lebih menyebalkan lagi, tatapan menusuk dan juga mengejek yang semenjak tadi seolah bak hendak melubangi wajah cantiknya.
"Muka gue bukan buku nada, 'nggak perlu lo pelototin segala."
Radjani menata pandangan pada bianglala yang tengah berputar dengan teratur. Enggan memberikan sekadar satu detik atensi pada si pemuda.
"Papan pengumuman lebih tepatnya."
Manggala, pemuda berlidah tajam itu menanggapi, hingga menuai decakan kecil dari si pemudi. Radjani bisa dibilang sebagai copy - paste Bentala dan Aryaseka, tapi jika dihadapkan dengan pemuda Sagara, porak-porandah sudah benteng kokohnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
dua lima pena, 2000
Fanfiction❛ Mereka terlalu gemar bercanda, hingga kau beri canda penuh luka. Semesta, apa semua itu belum cukup untuk mereka? ❜ non-baku