“Gue tau lo pada bingung cari tempat buat latihan, tapi kenapa harus di sini?”
Suara pemuda Wisesa meninggi diakhir ujarannya, bersamaan dengan netra jelaga membulat sempurna dan mempirsa berpasang netra yang ada. Berusaha keras menggarangkan muka, namun rupawannya tak pernah mengizinkan.
Kata Nisaka, Junaseta justru Nampak menggemaskan seperti Arka; kucing bertubuh buntal yang menjadi majikannya.
“Ruang klub vocal terlalu kecil.”
“Berisik banget pula.”
“Pembina Kimia gak datang.”
“Lapangan utama dipakai anak Marching Band.”
“Lapangan indoor lagi perbaikan buat turnamen.”
“Aula juga lagi perbaikan dan ditutup sementara.”
“AC ruang klub dance rusak, mana tahan gue lama-lama latihan di sana.”
“…”
Junaseta menatap dalam pada kedua netra si nona yang tengah meneleng dengan kedua alis menukik tajam. Sebenarnya, lima puluh persen pemudi yang kerap disapa Shanon itu paham dengan maksud si pemuda, namun juga enggan memahami lima puluh persen sisanya.
Jadi, Sandyakala tidak perlu memberikan alasan seperti Sakamada lainnya, bukan?
Males ngomong.
Semesta, sebenarnya hanya itu alasannya.
Bugh
“Please, deh, Jun. Lo juga bukan tuan rumah." Sebuah bantal sofa mendarat sempurna pada muka Junaseta.
"bacot mulu."
Lirwening sebal juga melihat mimik wajah Junaseta yang demi apapun melebihi si tuan rumah, Bentala. Sedangkan yang dimaksud justru tengah duduk manis dengan earphone yang terpasang dikedua indera pendengarannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
dua lima pena, 2000
Fanfiction❛ Mereka terlalu gemar bercanda, hingga kau beri canda penuh luka. Semesta, apa semua itu belum cukup untuk mereka? ❜ non-baku