NR-17 Jahat

13 2 0
                                    


.
.
Lagi lagi Radhit menyerah. Dan kembali duduk berhadapan dengan orang yang kini berstatus bos nya.

"Minum"

"Ta... Tapi kan itu punya mbak"

Apa?? Radhit manggil dia mbak?? No! No! No!. Menyebalkan.

"Apa kamu bilang?? Mbak??" ulangnya. "Ahaha y ampun lucu banget ahaha" tawa Nada meledak. Saat melihat ekspresi Radhit yang sangat canggung. Benar benar canggung.

"Ya ampun kak.. aku bahkan adik kelas kakak. Masa panggil Mbak"

"Hehe" Radhit hanya nyengir tanpa berdosa. Sambil menggaruk tekuknya kikuk.

"Panggil aja Nada.. atau Nad"

"Ii..ya mbak.. eehh maksudnya Iyya Nad."

Nada sangat menikmati es minuman bercokelat ini. Terdapat mesis yang sangat banyak. Wafer yang menghiasi atasnya dan sangat ferfeck.

 Wafer yang menghiasi atasnya dan sangat ferfeck

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tanpa sadar es minuman itu akan sedikit habis.

Dan Radhit pun ikut menyantap nya dengan lezat. Karena asyik menyantap. Radhit sedikit memberanikan diri untuk menengok ke arah Nada yang kini asyik memakan wafer panjang nya.

Tanpa di rasa. Terlihat cokelat nakal berada di sudut bibir nada. Ingin rasanya Radhit membersihkan itu. Di lihat nya tisu yang di sediakan di setiap meja.

Radhit mulai gugup. Ia perlahan mengambil tisu itu. Dan segera menempelkan nya ke arah bibir milik Nada dengan perlahan.

Merasa ada benda sesuatu akan mendekat dengan perlahan ke bibirnya. Nada mendongak dari kegiatan menyantapnya. Di dapatkan Radhit tengah melihatnya dan sedikit lengan nya menjulur ke arahnya.

Perlahan namun pasti tisu itu sudah berada tepat di bibir Nada. Dengan lengan Radhit yang masih memegang tisu itu.

Sontak Nada kaget. Jantung nya berdegup kencang. Kini pipinya bersemu merah menahan malu.

Dengan tisu yang menempel di bibirnya. Dengan tatapan yang semakin beradu.

Suara deheman mengagetkan keduanya.

Terlihat sosok laki laki pirang berdiri menghadap nya dan berkacak pinggang penuh emosi.

Radhit yang melihatnya pun langsung melepaskan tisu itu dan menunduk penuh malu.

"Ternyata kalian pacaran di sini? Di Cafe GW?" suara itu terlihat emosi.

"Dek Kaka gak suka Lo PACARAN" teriak Rafi di akhir kalimatnya.

Nada ketakutan. Memang benar Kaka nya tidak suka kalau Nada berpacaran. Baru kali ini dia di marahi di tempat umum seperti ini.

Kini matanya memanas. Ingin rasanya nada berteriak menangis.

"Dan Lo DHIT" tunjuk Rafi. "Gw gak nyangka Lo udah pacarin adek GW. TANPA SEIJIN GW" Rafi benar benar emosi.

Air mata Nada kini mengalir begitu saja. Sedari tadi menahan genangan air mata yang siap membasahi pipinya.

"Kak ini bukan salah kak Radhit.. hiks.. bukan.. hiks" ucap Nada terisak. Sangat perih.

"GW PECAT LO" Pinal Rafi. Dan segera menarik Nada ke luar.

Ditariknya lengan Nada dengan kuat. Membuat lengan Nada menahan nyeri yang teramat. Sambil menahan air mata yang semakin membasahi pipinya.

Ia sangat takut jika Rafi sudah marah. Takut.

"Kak lepasin.. sakit kak hiks.."

Rafi menjalankan mobilnya dengan kecepatan tinggi membuat nada semakin takut.

Yang bisa Nada lakukan hanya menangis dan menangis saat ini.

Di dalam mobil Rafi hanya fokus menyetir dengan penuh emosi. Hanya ada isakan tangis dari Nada. Yang menahan nyeri di dada nya.

Mobil itu terparkir di pekarangan rumahnya. Rafi turun dan segera kembali menarik lengan Nada membawa ke kamarnya.

Saat melewati ruang TV. Terdapat Mita yang sedang asyik menonton acara televisi nya. Dan seketika mendengar Isak tangis Nada yang begitu sedih. Dengan sosok pirang menyeret nya menuju kamar.

"Astaghfirullah bang fi.. itu kenapa?" Panik Mita.

Rafi tidak menghiraukan sama sekali ucapan yang keluar dari mulut bundanya. Yang ia rasakan hanya kekecewaan dan emosi yang memburu di dadanya.

Di banting kannya tubuh Nada di atas kasur empuknya. Dengan masih terisak menahan sesak.

"MULAI HARI INI KAMU GAK BOLEH KELUAR" teriak Rafi.

"Hiks.. Kaka jahat.. Huaaaa... Jahat" isak Nada sambil kembali memeluk bonekanya dengan erat.

Dengan segera Rafi mengunci pintu kamar adiknya. Menahan emosi sambil menyenderkan di pintu kamar adiknya.

Rafi mengacak rambutnya frustasi.

"Apa yang gw lakukan? Arghhh SIAL" Ucap Rafi menonjok kan lengannya ke tembok kokoh dengan kuat.

Sampai mengeluarkan darah segar yang menetes. Ke lantai putihnya.

Mita dengan panik menghampiri Rafi yang tengah duduk di lantai dengan menunduk penuh penyesalan. Dengan banyak darah di tangannya.

"Lhoh bang ini ada apa sih?" Tanya Mita panik.

Rafi kini hanya menunduk dan sedikit meneteskan air mata.

"Tangan Abang ini kenapa? Ayo bunda obati dulu" Mita dengan raut panik memegang lengan Rafi kuat dan membawanya ke ruang tamu.

Segera Mita membawakan kotak P3K dan sedikit mengoleskan nya pada lengan Rafi.

"Auuu sakit Bun" Rafi meringis menahan sakit.

"Makanya Abang cerita sama bunda. Ada apa? Ha?"

"Tadi Fi liat adek lagi pacaran Bun" ucap Rafi. Sambil menunduk dan kembali meneteskan air mata.

Mita masih setia membersih kan luka di tangan Rafi.

"Fi emosi liat Adek. Fi marahin laki laki brengsek itu Bun."

"Gak seharusnya Abang gitu lho. Siapa tau itu temen nya Nada bang"

Pikiran itu tidak terlintas di pikiran Rafi saat itu. Ia malah ceroboh dan meluapkan emosinya.

"Ya Allah Bun. Fi gak kepikiran" sontak Rafi.

"Tuh kan Abang ih. Main emosi aja"

"Huaa Abang nyesel Bun.." teriak Rafi dan memeluk tubuh bundanya dan menenggelamkan muka nya ke perut Mita.

"Yauda. Abang sekarang mandi aja dulu.. terus nanti minta maaf sama Adek kamu" ucap Mita tersenyum sambil mengelus rambut Rafi. Yang masih setia di perutnya.

Rafi hanya mengangguk mengiyakan.


***

Huaa... Rafi jahat gak sih?"

Next part.

NadaRadhitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang