h

14 2 0
                                    


"BUNDAA... AYAHH..." teriak lelaki pirang tinggi sambil berlari melalui satu persatu anak tangganya.

Dengan muka penuh ke khawatiran. Melihat adek nya kini tidak ada di kamar.

Iya. Nada tidak ada di kamar sekarang. Trus dia kemana? Apa dia kabur? Kabur kemana?

Setelah sampai di bawah ia menemukan bundanya sedang memasak dengan mbok Yumi.

"Ya ampun Abang. Kenapa sih?"

"Nada mana Bun? Nada mana?" cemas mulai menyelimuti Rafi. Ia sangat takut jika adiknya melakukan hal aneh aneh.

"Ada di kamar"

"Ga ada Bun.."

"Bii.. liat Nada gak?" teriak Mita.

Merasa di panggil mbok Yumi menghampiri Mita dan Rafi yang terlihat gelisah.

"Tadi pagi pagi banget non Nada pamit sama saya nyah"

"Ya ampun Bun.. Fi ke kampus nya Nada yah.. assalamualaikum" dengan gercap Rafi menyalami bundanya dan segera ke kampus Nada.

***

"Lis Lo bisa kesini kan?"

"Iya iya baby gw kesana"

"Cepetan gw sendiri!"

Tut..tutt...

Sambungan telepon dari Lisa terputus saat Lisa memutuskan untuk menyusulnya.

Nada sedang duduk di taman menunggu Lisa. Setelah ia memilih untuk berangkat pagi pagi banget.

Bukannya mau menghindar dari kak Rafi. Tapi ia sangat malas jika kak Rafi akan terus menasehati nya lagi.

Untung setelah malam kak Rafi masuk ke kamarnya dan pintu kamarnya tidak di kunci. Jadi dia bisa keluar deh.

Saat ia sedang melihat pemandangan air mancur di hadapannya. Serasa bangku nya bergerak seperti ada orang yang telah duduk.

Lisa cepet banget datang nya. Hehe. Langsung peluk aja deh. Trus nangis. Udah gak tahan pengen curhat. Batin Nada.

Nada membalikkan tubuhnya dan berhasil memeluk Lisa erat. Dan menenggelamkan wajahnya di dada Lisa.

"Lisaaa.. huaaa gw sedih bangettt" teriak Nada dan menangis sekencang kencangnya.

Tapi nada merasa aneh. Tiba tiba saja Dada nya Lisa jadi rata.

"Lis sejak kapan dada Lo rata??" Nada meraba raba dada yang menjadi kekar seketika.

Dan... Nada mendongak. Di dapatkan wajah tampan Radhit. Iya. Radhit.

Ya ampun ia sudah memeluknya.ia segera menjauh kan dirinya dan menunduk penuh malu. Dan pipinya? jangan ditanya lagi. Pipinya merah seperti kepiting rebus.

"Emm- ma-maaf kak" nada menunduk malu.

Sedangkan yang sebelahnya cengengesan aneh. Menahan tawa. Yelah.

"Kenapa ketawa?"

"Emang gak boleh ketawa?"

Nah Lo skakmat.  Atas hak apa Nada melarang Radhit untuk ketawa. Istri bukan.

"Boleh kok" Naha menolehkan wajahnya songong.

"Eh eh. Kak Radhit-"

"Gak jadi di pecat. Kaka kamu sudah bilang ke saya"

"Ya ampun kak. Aku minta ma-"

"Udah di maafin"

Deuh lagi lagi dan lagi di potong terus sama kak Radhit. Tapi Nada lega jika kak Radhit tidak jadi di pecat.

Tapi dia juga harus waspada sama kak Rafi. Kalau ketauan lagi berduaan bisa bisa dimarahin lagi deh.

***

NadaRadhitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang