Luka kemarin masih sama, bekasnya belum hilang.
Kamu yakin mau menambahnya dengan yang baru dan kembali membuatnya hancur untuk yang kesekian kalinya.
Ck, miris."Mulai besok Mas Abi tinggal sama kita." Andaru langsung menegakkan punggungnya yang semula bersandar pada sofa. Cowok itu menatap sang ayah dengan tak percaya.
"Yah." Danu yang di tatap tajam oleh Andaru hanya bisa mendengus. Ia tau jika hal ini akan terjadi. Dari dulu anaknya tak pernah akur dengan Abimanyu. Semua itu terjadi semenjak Bening meninggal.
Dewa yang duduk di atas karpet berbulu menyunggingkan senyum. Meski ada rasa takut yang coba ia pendam dalam-dalam.
"Yah, tapi Abi ...," ucapan Andaru terpotong oleh kalimat yang meluncur dengan tegas dari mulut Danu.
"Keputusan sudah paten, Ru. Kamu tau kan, semenjak kejadian itu tantemu harus di rawat di rumah sakit jiwa dan Om Sena menelantarkan Abi begitu saja." Tangan Andaru yang berada di atas paha terkepal guna menahan emosi.
"Kenapa harus di rumah kita? Kenapa nggak di rumah saudara yang lain?" Andaru masih mencoba mengelaknya.
"Sayang, dengan begini kita bisa mengurangi sedikit rasa bersalah kita pada mereka." Arumi mencoba menengahi perdebatan antara anak dan ayah itu.
"Bun, itu semua kecelakaan lagi pula bukannya mereka juga nggak cuma diam. Bahkan nyawa adik aku pun hampir hilang karena mereka."
"Ru." Mata Arumi berkaca-kaca kalau Andaru kembali menguak luka lama.
"Aa, nggak papa kalau Mas Abi tinggal di sini biar rumah juga semakin rame." Setelah hanya diam akhirnya Dewa buka suara karena keadaan juga semakin tegang. Apalagi tidak ada yang mau mengalah antara Andaru ataupun Danu.
"Terserah!" seru Andaru sedikit marah. Anak itu bangkit dari duduknya kemudian berlari menaiki tangga menuju kamar. Suara bantingan pintu menggema di dalam rumah besar tersebut.
"Aku ke kamar dulu." Akhirnya Dewa juga memilih pamit. Keadaan sedang tidak kondusif dan dia butuh menenangkan dirinya. Jujur saja sebenarnya ia merasa tidak siap untuk esok hari.
Setelah kedua anaknya pergi Danu menyenderkan punggungnya pada sandara sofa sedangkan Arumi hanya bisa diam dengan pikiran tak karuan.
Dalam hati Arumi merutuki dirinya. Ia yakin setelah ini kehidupannya tak akan lagi sama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bother
Teen FictionDewa bahkan tidak pernah meminta apapun pada Tuhan. Bahkan ketika ia di tuding sebagai pembunuh ia hanya diam. Ketika di bully dia hanya diam. Ketika dunia tak menginginkan dirinya ada dia juga diam. Tapi, untuk yang satu ini bolehkah dia egois. Bo...