*Bother;9*

2.8K 278 49
                                    


Setelah makan malam Dewa langsung berlari ke kamar dan menutup pintu rapat-rapat. Cowok itu terduduk di atas kasur dengan tisu yang berserakan di mana-mana. Ah, jangan lupakan hidungnya yang terus saja mengeluarkan darah. Sampai membuat tubuhnya lemas.

Kepalanya juga semakin terasa berat dan pusing. Jam di atas nakas sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Ia ingin melangkah ke kamar Andaru untuk meminta bantuan. Tapi, baru saja ia berdiri dunianya seperti berputar dan itu berhasil membuat Dewa kembali mendudukkan tubuhnya di atas kasur.

Tangannya meraba nakas saat ponselnya bergetar. Sakit yang sempat hinggap di tubuhnya semakin menjadi hanya dengan membaca nama sang penelpon dilayar ponselnya.

Gelisah merambati hatinya. Tangannya gemetar bahkan hanya untuk menggeser ikon gagang telpon dan mengangkatnya.

Suara di seberang sana terdengar. Pelan tapi penuh dengan penekanan. Tangannya meremat ponsel. Melampiaskan lara yang semakin menghantam tubuhnya. Biyu, cowok itu selalu berhasil mengusik tenang yang semula hadir menjadi bilur luka yang merobohkan pertahanan Dewa. Susah payah cowok itu membangun kembali kehidupannya yang semula sempat hancur.

Satu persatu kenyataan yang hadir menamparnya membuat luka menganga tak kasat mata yang merobohkan jiwanya. Nyatanya sekeras apa Dewa berusaha meluluhkan hati Biyu nyatanya gagal juga. Benar kata Andaru. Biyu terlalu keras, butuh kesabaran yang luar biasa untuk melunakkannya. Dewa kira dengan segala hal yang selama ini telah ia lakukan Biyu akan luluh dan sedikit membuka hatinya.

Padahal waktu itu Dewa sudah sangat yakin jika ia pasti bisa menggapai kembali Biyu seperti dulu. Tapi, nyatanya tak seperti itu. Berharap pada sesuatu yang tidak pasti akan menghasilkan ketidak pastian juga dan bodohnya Dewa percaya jika semua akan baik-baik saja. Padahal yang memegang kendali penuh di sini hanya Tuhan semata.

"Nyawa harus dibales sama nyawa juga, Dewa!"

Memang sudah dua hari ini Biyu tidak pulang ke rumah. Dia juga tak memberi kabar pada Ayah dan Bundanya. Mereka juga bingung ke mana harus mencari Biyu. Ponsel anak itu tidak bisa di hubungi dan dia juga tidak datang ke sekolah. Teman? Bahkan Dewa saja tidak pernah melihat Biyu dengan seorang pun teman ketika berada di sekolah.
Semakin di pikir semakin membuat kepala Dewa pusing.

Bersamaan dengan kalimat terakhir yang Biyu ucapkan penglihatan Dewa kian mengabur hingga gelap menyerang dan membawanya menuju alam bawah sadar yang menenangkan. Setidaknya Dewa tak perlu terjaga dalam bayang yang selalu menghantuinya setiap malam.

 Setidaknya Dewa tak perlu terjaga dalam bayang yang selalu menghantuinya setiap malam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari ini Dewa terlihat tidak bersemangat untuk pergi ke sekolah. Judha yang melihatnya saja bingung dan heran. Pasalnya yang dilakukan Dewa sedari pagi hanyalah menelungkupkan kepalanya di atas meja dengan tangan sebagai bantalan.

Bahkan Jhewa, gadis galak yang tak pernah bisa diam kini tak berani mengusik sang Dewa yang sepertinya tengah terlelap. Jhewa dan Judha saling lirik dan memberi isyarat untuk membangunkan Dewa. Judha menggeleng. Jhewa mendengus dan mencebik pelan.

BotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang