Bother |13|

1.7K 178 16
                                    


Jika kita bicara tentang luka pasti semua orang memilikinya. Dengan kadar yang berbeda-beda serta opsi yang tak sama. Di depan pusara Biyu berjongkok, tangannya mengelus nisan di hadapannya dengan pelan dan tatap mata sendu.

Masih teringat jelas bagaimana senyum bahagia yang gadis itu berikan sebelum tertelan oleh bumi. Bagaimana ia merengek pada Biyu tentang sakitnya luka saat jatuh dari sepeda atau hanya sekadar jadi ejekan para anak-anak tetangga.

Bening Kusuma Pradhana

Nama itu tertera jelas di sana. Membuat sesak dalam dada Biyu membuncah seketika. Tangisnya pecah saat mengingat kembali bagaimana luka memporak porandakan bahagianya.

Sore itu Biyu, Bening, Dewa, Andaru, Judha dan Pesona tengah bermain bersama disebuah tanah lapang yang ada. Bola bundar yang sedari tadi dimainkan oleh para lelaki membuat Bening ingin ikut bergabung.

"Nana, ikut main bola, yuk." Pesona menggeleng, anak itu sibuk bermain dengan tanah yang ia mainkan menjadi berbagai bentuk.

"Ayo, Na. Bening mau main bola juga."

"Sana kalau kamu mau ikut, aku mau di sini."

"Ya sudah kalau Nana nggak mau. Bening aja yang ikut."

Belum sempat Bening bergabung dengan mereka ia melihat Dewa yang berlari menuju jalanan untuk mengambil bola yang menggelinding jauh. Bening ikut mengejar Dewa hingga sesuatu yang tak pernah di inginkan pun terjadi.

Bening melihat sebuah mobil sedan tengah melaju ke arah Dewa. Matanya membelalak karena Dewa tak juga mengindahkan teriakannya. Bening berlari menuju Dewa.

"Dewa, awas!"

"Dewa minggir ada mobil!"

"Dewa!"

Andaru, Biyu, Judha serta Pesona yang mendengar Bening yang meraung-raung langsung berlari menuju sumber suara.

Sebuah kecelakan yang terjadi tak bisa dihindari. Tubuh Dewa terpental dengan darah yang keluar dari kepala serta kedua lubang telinga, sedangkan Bening gadis itu tergeletak dengan darah dan luka dimana-mana, Bening mendorong Dewa sebelum mobil tersebut menyentuh tubuhnya.

"Bening!" Tubuh Biyu gemetar luar biasa. Anak itu berlari menuju tubuh adiknya.

"Adik denger Kakak?" Bening mengerjap pelan menyesuaikan buram yang menyerang penglihatan.

"De-wa," ucapnya lirih. Hati Biyu tersayat saat mendengarnya.

"Jangan nangis, Bening sayang Kakak. Tolong selamatkan Dewa, maaf, Kak." Lirih suara itu terdengar dengan mata yang perlahan terpejam sempurna dan deru napas yang menghilang perlahan-lahan, membuat hati Biyu sakit luar biasa.

Bening meninggal di tempat dan Dewa langsung di larikan ke rumah sakit yang membuatnya koma selama hampir tiga bulan.

Sejak saat itu Biyu menganggap jika Dewalah penyebab Bening tiada. Andai saja Bening tidak menyelamatkannya mungkin sekarang adiknya masih bersamanya. Katakan saja Biyu egois karena nyatanya hanya Bening yang ia punya saat kedua orang tuanya asik bekerja dan lupa akan hadirnya.

"Bening baik-baik di sana. Kakak bingung harus gimana."

"Bening sudah ketemu sama Aa Andaru belum di sana. Kalau sudah bilangin salam dari Mas, ya. Bilang sama Aa kalau Mas nggak janji bakalan bisa jaga Dewa, tapi Mas akan usahakan."

Biyu sedang belajar untuk mengikhlaskan dan menerima apa yang ia punya dan lalui sekarang. Mungkin benar menyembuhkan luka di masa lalu kuncinya hanya ada satu. Memaafkan dan mengikhlaskan. Mau mencari pelampiasan sebanyak apapun kalau kita saja belum ikhlas semua pasti akan terasa berat dan Biyu akan mencobanya mulai sekarang. Menerima Dewa seperti dulu.

BotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang