"Halo, Jin. Ini gua ngeliat Nayeon lagi di kafe sama Jinyoung. Sumpah. Gimana nih gua bingung. Musti kasih tahu Jae atau enggak?" Kata Wonpil yang sedang berbicara di telfon dengan Sungjin.
Wonpil dan Sana pun akhirnya memutuskan untuk keluar kafe sebentar, karena takut Nayeon melihat keberadaannya.
"Serius lo? Di kafe?" Tanya Sungjin dari seberang sana.
"Ih ngapain sih gua bohong. Ini Sana juga ngeliat kok!"
"Yaudah mending lo sama Sana makan di tempat lain aja deh. Nanti urusan bilang ke Jae biar gua aja yang ngomong."
"Oke deh, yaudah kalo gitu gua tutup ya telfonnya."
"Apa kata Sungjin?" Tanya Sana.
"Kita makan di tempat lain aja. Enggak enak kalo kita mergokkin Nayeon sama Jinyoung. Nanti biar Sungjin yang bilang sama Jae."
—
"Janji ya Nay, nanti lu bakal minta maaf duluan sama Jae. Jangan lewatin anniversary kalian." Kata Jinyoung.
Nayeon pun mengangguk, lalu mereka fokus dengan makanan panas di depan mereka.
"Jin, bener ya itu ibu kamu yang minta sendiri buat tinggal di panti?" Tanya Nayeon ketika makanannya sudah habis.
"Iya, semenjak ayah meninggal 10 tahun yang lalu ibu kerja keras banting tulang buat ngehidupin gua sama ke-3 adik gua. Lalu setelah 5 tahun kerja sendirian, ibu sakit. Demensia dan stroke. Semua biaya abis buat biaya rumah sakit ibu. Mangkanya gua sampai sekarang belum bisa kuliah. Karena uang hasil gua kerja buat biayain adik gua sekolah dan makan sehari-hari. Gua pikir nasib adik gua jauh lebih penting daripada gua. Dan ibu enggak mau ngebebanin gua sama adik-adik, mangkanya ibu minta buat tinggal di panti."
"Oalah, gua turut prihatin. Tapi tetep semangat ya, Jin. Gua yakin kok Tuhan pasti udah nyiapin kehidupan yang luar biasa buat lu. Suatu saat nanti lu pasti bisa kok kuliah dan bikin adik-adik lu hidup makmur. Terus bisa tinggal bareng-bareng lagi sama ibu. Percaya aja ya sama rencana Tuhan."
Jinyoung tersenyum, "makasih banget ya, Nay."
"Andai aja gua bisa milikkin lu, Nay. Pasti gua bahagia banget meskipun gua hancur gini." Batin Jinyoung.
"Yaudah yuk Nay mau pulang?" Tanya Jinyoung.
"Iya yuk! Takut kesorean juga."
Lalu mereka memutuskan untuk pulang.
—
Sungjin terlihat cemas. Di kamarnya ia hanya mondar-mandir sambil memegang ponselnya. Ia bingung harus bilang pada Jae atau tidak. Pasalnya ia tidak ingin membuat Jae semakin marah pada Nayeon, tapi Jae sendiri yang meminta untuk mengabari kalau Nayeon sama Jinyoung.
Akhirnya setelah 10 menitan berfikir, Sungjin memutuskan untuk menelfon Jae.
"Halo, Jae."
"Halo, Jin. Kenapa?"
"Lu lagi ngapain?" Tanya Sungjin basa-basi.
"Lagi mau siap-siap ke kampus nih."
"Hari Minggu gini lu kuliah?"
"Biasa kelas tambahan. Udah cepet lu mau ngomong apaan? Kalo enggak penting gua tutup nih!"
"Eh anu soal Nayeon."
"Hah Nayeon? Kenapa?" Jae yang sedang sibuk merapikan tasnya di seberang sana langsung menghentikan aktivitasnya begitu mendengar nama Nayeon.
"Tadi Wonpil ngeliat dia lagi jalan sama Jinyoung. Enggak tahu mau kemana. Udah gitu aja sih." Sungjin tidak benar-benar jujur soal apa yang dilihat Wonpil.
Di seberang sana Jae membuang nafasnya kasar. Seperti ada yang meracau pikirannya.
"Jae, lu enggak apa-apa kan?" Tanya Sungjin memastikan kalau Jae masih bisa nafas.
"Iya-iya, Jin gua enggak apa-apa kok. Thanks ya informasinya. Pokoknya gua minta tolong kalian awasin terus ya Nayeon. Nanti lain kali pergokkin aja mereka. Kalau kalian marah sama Nayeon gua ikhlas kok."
Tut-tut-tut
Jae memutuskan sambungan telfonnya.
Akhirnya Sungjin bisa bernafas lega.
—
Saat di kampus Jae terlihat tidak semangat. Sesekali ia bengong, pandangannya melihat papan tulis, namun tatapannya kosong.
Tzuyu—teman sekelas Jae— yang sedari tadi memperhatikan Jae, merasa jengah melihat temannya ini tidak bersemangat.
Tak lama kelas pun selesai. Jae segera memasukkan bukunya kedalam tas.
"Jae, makan dulu yuk!" Ajak Tzuyu.
Tzuyu juga bisa bahasa Indonesia karena dia juga sama dengan Jae, mahasiswa yang berasal dari Indonesia. Maka dari itu juga, Tzuyu dan Jae cukup dekat karena memiliki kesamaan bahasa dan budaya.
"Sorry, Tzu. Lagi enggak nafsu." Jawab Jae dengan lemas.
"Come on, Jae! Lu lemes gini. Jangan diikutin enggak nafsunya. Lu lagi ada masalah ya? Kalau lu mau lu boleh kok cerita sama gua, Hm?" Tzuyu menatap mata Jae.
Lalu Jae pun mengangguk, dan akhirnya mereka makan siang bersama di kantin. Sebetulnya mereka memang setiap hari pasti makan siang bersama. Terkadang Jihyo juga gabung dengan mereka, tapi jarang karena Jihyo beda kelas.
"Mau makan apa, Jae?" Tanya Tzuyu setelah mereka sampai di kantin dan memilih tempat agak pojok.
"Terserah lu aja."
"Oke."
Lalu Tzuyu jalan memesan makanan dan 3 menit kemudian ia sudah kembali.
"Jae, kalau ada yang mau diceritain, cerita aja sama gue." Kata Tzuyu.
"Soal cewek gua sih, Tzu. Tadi temen gua yang di Indo nelfon, dan bilang kalau cewek gua jalan sama cowok lain. Dan beberapa hari lalu, cewek gua bilang sendiri di telfon kalau dia pulang bareng sama si cowok itu juga, terus kita berantem. Terus gua sama cewek gua lagi enggak telfonan sejak berantem."
"Oh gitu permasalahannya. Coba deh lu positive thinking dulu. Siapa tahu mereka emang beneran temen. Enggak lebih."
"Tapi kalo kenyataannya mereka selingkuh gimana?"
"Coba deh lu liat hubungan kita juga, kita deket tapi lu udah punya pacar, kita deket enggak lebih dari sahabat kan? Mungkin cewek lu disana juga sama. Masa lu boleh deket sama gua, sedangkan cewek lu enggak boleh deket sama cowok lain? Ga fair sih lo."
"Kok lu jadi ngomel ke gua?"
"Gua cuma ngomong apa adanya kok. Coba lu positive thinking dulu, terus omongin baik-baik sama cewek lu, biar cewek lu jelasin hubungan dia sama cowok itu."
Jae hanya diam saja.
Tak lama makanan mereka tiba.
"Udah jangan bengong aja, ini makan dulu." Kata Tzuyu.
—
Di sisi lain, ada Wonpil dan Sana yang baru saja tiba di depan rumah Sana setelah seharian berpergian.
"Sekali lagi maafin aku ya, Pil. Aku enggak bisa mertahanin hubungan kita. Kamu tahu sendiri orang tua aku sekeras apa. Maafin aku ya, dan aku makasih banget buat semua yang udah kamu kasih ke aku, aku bahagia sama kamu, tapi mungkin Tuhan punya rencana lain buat kita. Tetep jadi temen baik aku ya, Pil?" Kata Sana sebelum turun dari mobil Wonpil sambil menangis.
"Iya, Sayang. Kamu tenang aja, aku enggak apa-apa. Dan selamanya kita tetep akan jadi temen baik. Jangan nangis ya? Kita pasti bisa ngelaluin ini, oke?" Kata Wonpil dengan tegarnya, padahal air mata sudah tidak lagi terbendung.
"Yaudah aku masuk dulu, kamu hati-hati."
Lalu Sana melepas sabuknya dan turun dari mobil Wonpil.
Tbc
Sedih sendiri masa nulis partnya Wonpil Sana😭
Votement jangan lupa ya gais🥺
Stay tune terus!
Lafyu gais💜

KAMU SEDANG MEMBACA
Best part ; Day6
Fanfiction[COMPLETED] Buku kedua dari "i like you" Cuma kisah anak band biasa yang tidak jauh dari percintaan. "Terkadang takdir semesta memang tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan." Main cast : Day6 /source semua gambar yang ada di cerita ini : pintere...