[10] Si Pengantar Paket

44 5 0
                                    


Soal rasa, sering kali kita terjebak antara nyata dan fana. Memberi ruang pada delusi untuk memenuhi sebuah pikiran.

oOo

Wajah mereka tampak berseri, menjadikan angin yang lewat menerpa sedikit malu untuk menyapa.

Levin menoleh ke arah Lexa mengamati wajah gadis itu yang entah mengapa membuat hatinya berdebar.

Oh, ayolah Levin. Lo udah sering ngerasain kayagini kan.

Ia pun memalingkan lagi wajahnya menatap ke depan takut Lexa melihat ia yang sedang blushing. Menatap luasnya hamparan atas laut biru yang indah, tanpa tahu bagaimana ngerinya jika kita sedikit menyelam ke bawahnya.

"Jadi," Ucap Lexa yang merupakan kata pertamanya setelah mereka sampai di pantai.

"Hm?"

"Lo ga keberatan kita tinggal sama?"

"Kenapa? Lo keberatan?" Tanya Levin balik.

"Kok jadi nanya balik sih, ya gue terima-terima aja. Yang penting kita aman disana."

"Gue sih awalnya ga mau, tapi setelah lihat kalau Lo yang mau beli juga. Entah kenapa, gue jadi mau."

"Haha, bisa gitu ya?"

Levin mengedikkan bahu, ia pun tidak tahu kenapa bisa seperti itu. Ia pun mencoba mencari topik.

"Katanya bokap kita sahabatan. Kok kita ga pernah jumpa, ya?" Tanya nya.

"Selama ini kita di Milan, tapi Papa sering kok ke Jakarta ."

"Oh."

"Lo? Emang tinggal Bali atau Lo cuman liburan disini?"

"Eum, ya kemarin gue di Jakarta. Tapi seminggu yang lalu kita pergi kesini."

"Berdua doang? liburan dong."

"Ya, gitu deh." Jawab Levin seadanya.

Setelah itu kembali hening sampai saat terbenamnya matahari yang membuat tidak hanya mereka berdua saja tapi banyak orang yang mendecakkan kagum pada salah satu nikmat Tuhan itu.

~~~

"Selamat sore, Pak. Ini laporan keuangan kita bulan ini."

Daniel melihat file yang cukup tebal itu, yang merangkap semua hasil keuangan dari seluruh perusahaannya. Setelah melihat-lihat dan merasa cukup ia kembali menyerahkan file tersebut.

"Bagus, terjadi peningkatan." Ucap nya lalu melihat lama sekretaris nya yang entah sudah berapa kali diganti setelah ia merasa bosan.

"Kamu cantik hari ini." Pujinya.

"M-makasih, Pak. Mohon maaf saya sebenarnya ingin mengatakan sesuatu." Ucap Rania gugup.

"Katakan saja, kau butuh apa? berapa?"

"Ti-tidak, Pak. Saya hanya ingin resign dari perusahaan ini." Walaupun gugup akhirnya Rania dapat mengatakannya.

The Truth UntoldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang