[14] Sekolah

25 4 8
                                    

Adriel dengan langkah canggung menuntun Zoya untuk masuk ke dalam rumah.

Melihat Adriel yang baru masuk Thea langsung saja menghampirinya dengan langkah cepat, "Sini Lo! Dasar cowok gil- Eh, siapani?"

Zoya tersenyum hangat dan segera memperkenalkan dirinya, "Halo, nama saya Zoya. Saya akan jadi pembantu baru di rumah ini yang sudah direkomendasikan oleh Bu Fatimah. Anda non Thea kan?"

"Oh. Thea aja. Kamar lo di dekat taman belakang tuh. Udah tau kerjaannya kan? Mulai kerjanya besok aja." Zoya mengangguk dan sedikit membungkukkan badannya lalu pergi ke belakang.

Tepat saat ia sampai di luar ruangan ia berpapasan dengan Levin dan Lexa. Seketika Lexa menghentikan langkahnya dan menatap lama wajah Zoya.

"K-kak Zoya ... ?" Lirihnya pelan.

"Ah, sepertinya anda sudah mengenal saya. Iya, saya Zoya yang akan menjadi pembantu di rumah ini. Anda pasti non Lexa dan den Levin?"

Lexa terperangah.

Deg.

Kenapa? Ada apa ini?

Levin yang melihat perubahan wajah Lexa sedikit heran.

Hidup gue emang isinya cecan semua dah.

"Halo, saya Levin. Semangat kerjanya disini ya kak. Panggil Levin aja biar enak." Dengan cengiran khasnya Levin menjabat tangan Zoya.

Lexa langsung lari ke dalam rumah dan menabrak Adriel yang ingin masuk. Dengan air mata mengalir ia menatap Adriel.

"For God Sake, i don't know what happen. I think this is meant to be." Jawab Adriel dan memeluk adiknya erat.

"Loh, kenapa? Lexa kok nangis? Lo gangguin juga ha?!" Tiba- tiba saja Thea datang dengan segelas air putih.

Adriel menggeleng dan menyerahkan Lexa ke pelukan Thea, "Gue minta tolong bawain Lexa ke kamarnya. Kalau bisa Lo temenin dulu." Walaupun tidak mengerti apa yang terjadi Thea langsung mengangguk dan mengantar Lexa ke lantai dua, tempat kamar cewek berada.

"Shh, udah Sa udah. Jangan nangislah, gue gatau gimana diemin lo nih. Si Levin manalagi-"

Brakk

Dengan nafas ngos-ngosan Levin mendobrak pintu kamar.

"Nah, atau jangan-jangan elo ya yang bikin Lexa nangis?" Belum juga mengatur nafasnya ia sudah dituduh oleh kakaknya.

"Bukan gue sumpah!"

"Lexa ... Lo marah karena gue salaman sama kak Zoya tadi, hm?" Tanya Levin lembut yang dijawab dengan gelengan kepala Lexa dan ia semakin memeluk Thea erat.

"M-mau sama kak Thea aja hiks." Thea yang mendengar itu langsung mengusir Levin dengan tatapan tajam matanya.

"O-oke, tapi jangan nangis lagi ya. Tadi itu gue cuma ramah aja, jangan nangis ya jangan nangis."

Sumpah ya, lima belas tahun jadi kakaknya kayak ga berasa apa-apa gue.

"Keluar Lo sana cepet!"

Menunggu tangis Lexa reda Thea hanya memeluk dan mengelus kepala Lexa lembut sampai gemetarnya hilang dan bahunya mulai menurun.

"Udah tenang?"

Lexa mengangguk kecil, "Sedikit."

"Makasih ya kak."

"Iya, santai aja. Jadi, kenapa? si Levin ya?"

"Eh? Enggak kok kak, sebenarnya itu eum ..."

Thea mengelus kepala Lexa mendengarkannya bercerita.

~~~

Hari ini hari pertama mereka masuk sekolah sebagai anak baru, entah dari mana datangnya mereka memutuskan untuk sekolah di tempat yang sama.

Dan sejak kedatangan Zoya, Adriel maupun Lexa sangat jarang berada di rumah. Sehingga mereka berdua hampir tidak pernah bertemu dengan Zoya.

"Gue berangkat sama Lexa ya, bye." Ucap Levin lalu pergi keluar memanaskan mobilnya setelah menghabiskan sarapannya dan diikuti oleh Lexa.

"Dasar bucin." Gerutu Lexa dan Adriel bersamaan.

~~~

"Nah, baik anak-anak mulai hari ini kita akan kedatangan murid baru. Ayo, sini perkenalkan dirimu nak." Keempat guru ditempat yang berbeda saat ini sedang mengenalkan murid barunya masing-masing.

"Vanesha Alethea Agatha, panggil Thea, atau terserah." Ujar Thea singkat di kelas XII Unggulan.

"Nama gue Adriel Aldra Bagaskara, pindahan dari Milan. Dan bukan pecinta Jameela Mulan.

"Mulan Jamila kali woy!" Seru rakyat kelas XII reguler I kepada Adriel.

"Halo semuanya, selamat pagi. Perkenalkan, nama saya Athalia Lexa Revaya. Senang bertemu dengan kalian, dan mohon kerjasamanya ya." Sapa Lexa hangat yang langsung membuat baper semua cowok kelas XI unggulan.

"Yo! This is me, you can't call me honey, bunny, or sweetie but i have a name, a wonderful name from my mom, a beautiful mom from my grandma, a cute grandma from my-"

"JADI NAMA LO SIAPA JAENUDIN?!" Teriak salah satu cowok di kelas XI reguler I yang kesal mendengar Rapp aneh Levin.

"Calm down, bro! Sebegitu penasarannya lo sama gue? gue terhura ah terharu maksudnya. Jadi, gausah many bacot ah nama gue adalah Leonel Levin Aganta. Terimakasih semuanya." Akhir Levin dengan senyum mengembang yang membuat teman sekelasnya ingin muntah.

~~~

Setelah perkenalan singkat tadi, Thea langsung ingin duduk. Tapi, wali kelas menahannya karena khusus untuk murid baru akan ada pertanyaan.

"Baiklah, ada yang ingin bertamya tentang Thea?"

Ia yakin tidak akan ada yang mengacungkan tangan, karena tidak dapat dipungkiri bahwa murid kelas unggulan adalah anak-anak yang individualis, ambisius, dan tidak peduli kepada sekitar.

Mereka hanya peduli kepada nilai dan prestasi mereka. Jika pun mereka bertanya, maka pasti akan bertanya tentang hal-hal seperti ini,

Satu cewek mengacungkan tangannya dan bertanya, "Lo pindahan darimana? Darisana Lo dapat prestasi apa aja?"

Malas sekali rasanya ia menjawab karena jawabannya pasti hanya membuat mereka semua panas.

"Gue pindahan dari sekolah biasa, dan gapernah dapat prestasi apa-apa."

Sejenak jawabannya itu membuat mereka semua lega, dan sedikit bersyukur karena tidak ada tambahan saingan.

Tapi, "Pindahan dari Internasional High School di Jakarta, menjadi juara 1 umum olimpiade nasional di bidang mtk, fisika, kimia, biologi serta bahasa inggris, pernah mengikuti seminar sejarah di Kanada, juara dua umum melukis di Italia, menjadi ketua OSIS dan model di sekolah sebelumnya dan belum lagi yang lainnya, mungkin adalah sederet prestasi yang bukan apa-apa bagi Thea. Ya kan, Nak?"

Jelas wali kelas barunya tanpa dipinta, yang sontak membuat satu kelas tercengang akan kecerdasan Thea, setelah itu pula ia jadi dapat melihat tatapan mereka yang seakan-akan dapat menerkamnya kapan saja.

Sedih sekali rasanya melihat mereka yang hanya melihat dunia dari sudut pandang sekolah. Menganggap nilai dan prestasi akademis adalah hal yang harus diutamakan, padahal mungkin dari mereka pasti banyak yang tertekan, tidak mengenali diri mereka sendiri, menjadikan dunia mereka terbatas dari hal-hal menarik yang ada di dunia.

oOo




Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 09, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Truth UntoldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang