Setelah kejadian tidur satu kamar yang berujung dengan aksi grape-grape, kini sang pelaku yang tak lain dan tak bukan adalah Gavin valerio arion sedang menjalankan misi yang sangat penting yaitu mengantar pulang sang pemegang hatinya.Toh dengan segala paksaan, rengekan dan sedikit ancaman dari Gavin kini Azkia iva kalila sedang duduk manis di samping kursi pengemudi. Walau hati masih kesal dan dongkol dengan kejadian tadi pagi tapi apa mau di kata Kia tidak bisa mengalahkan kekeras kepalaan Gavin.
Mobil melaju dengan kecepatan sedang menembus padatnya jalan raya. Suasana dalam mobil pun tak seramai di luar, sang pengemudi menggeram kesal karena tak tahan dengan suasana hening di dalam mobil. Walau dia tahu pasti gadis di sebelahnya ini masih marah dengannya, tapi apa mau di kata Gavin yang sudah tak tahan berdiam diri akhirnya membuka suara.
"Kamu kok diem aja sih yang, kamu masih marah sama aku?"
Merasa ada suara yang keluar dari sebelahnya Kia menoleh, menatap Gavin yang juga menatapnya dengan ekspresi yang menurut Kia di buat sesedih mungkin dan sesekali menatap jalanan agar mobil yang dia kendarai tidak menabrak mobil lain, kemudian kembali ke posisi awalnya, yaitu menatap jalanan dari samping tempat duduknya. Mengabaikan Gavin yang kini sedang mencoba untuk berbicara dengannya.
Mobil berhenti, Kia menengok ke depan. Ternyata di depan sana rumahnya berada. Mengucapkan terima kasih, Kia berniat segera turun dari mobil Gavin. Tapi sebelum tangannya menyentuh handel pintu suara Gavin sudah menginstruksinya untuk tinggal sebentar.
"Apa lagi sih Vin?"
Kia tak sabar, dia ingin segera keluar dari mobil Gavin. Dalam pikirannya kini hanya ada kasurnya yang empuk yang sudah dia tinggal selama dua hari ini. Tapi sepertinya Gavin belum mau melepaskannya sebelum dia memaafkanya. Buktinya kini pintu mobil Gavin sudah terkunci. Tak perlu di tanya lagi siapa pelakunya yang jelas Gavinlah pelakunya membuat Kia mau tak mau menuruti apa keinginan Gavin.
"Maaf" Satu kata itu yang kini keluar dari mulut Gavin.
Dia tahu perbuatannya tadi pagi sudah kelewatan. Tapi saat itu dia juga setengah sadar melakukannya, jadi itu semua bukan seratus persen kesalahannya.
"Yang...."
Rengekan itu lagi, kelamaan mendengar rengekan itu membuat Kia jengah. Kini dia menatap Gavin yang sedang duduk menyamping tepatnya menghadap dirinya.
"Gavin, stop panggil aku kayak gitu. Aku bukan siapa-siapa kamu jadi kamu nggak pantes panggil aku kayak gitu dan satu lagi lupain kejadian tadi pagi. Jangan di ungkit-ungkit lagi. Aku udah maafin kamu"
Akhirnya Kia memilih menjelaskan, berharap semoga Gavin mengerti kalau dia sudah memaafkannya. Dia mengharapkan yang muluk-muluk, dia hanya berharap semoga Gavin segera melepaskannya dan dia bisa secepatnya merebahkan diri di kasurnya, hanya itu. Tapi sepertinya Gavin belum puas dengan penjelasannya tadi.
"Makasih udah maafin aku. Tapi aku nggak terima ya kamu ngomong kalo kita nggak punya hubungan apa-apa"
Kia mengernyit, dia binggung seingatnya dia dan Gavin tidak mempunyai hubungan apa-apa tapi kenapa Gavin seakan tidak terima.
"Kitakan emang nggak punya hubungan apa-apa. Trus kenapa kamu nggak terima?"
"Sekarang kita emang nggak punya hubungan tapi aku pastiin sebentar lagi hubungan kita bakalan jelas"
"Terserah kamu, aku mau turun jadi buka pintunya"
Gavin tersenyum setelah mendengar jawaban terahir Kia. Baginya jawaban Kia tadi adalah penanda kalau Kia mau menerima kehadirannya. Walau terkesan cuek dan masa bodo tetap Gavin suka. Jadi setelah itu Gavin menjalankan lagi mobilnya lebih dekat dengan rumah Kia. Setelah sampai dia keluar mobil berniat membukakan pintu untuk Kia.
Kia yang melihat kelakuan Gavin seperti itu hanya geleng-geleng kepala. Masa bodolah, yang terpenting dia bisa segera tidur.
Setelah mengucapkan terima kasih dan hati-hati pada Gavin. Mobilnya mulai melaju membelah jalanan. Beruntung sebelum masuk ke mobil tadi Gavin tidah melakukan hal yang aneh jadi Kia tak perlu merasa kesal lagi. Setelah di rasa mobil Gavin sudah tak terlihat Kia mulai berjalan masuk.
Saat sampai di dalam rumah dia tidak menemukan mama atau papanya ada. Dia pikir mungkin papanya belum pulang dari perjalanan bisnisnya sedangkan sang mama, entahlah Kia tak peduli. Tak mau memikirkan di mana semua penghuni rumah ini Kia lebih memilih berjalan menuju lantai dua dimana kamarnya berada.
Baru satu undukan tangga dia pijak suara bariton seorang pria menghentikannya. Dia berbalik dan menemukan sang papa berdiri di belakangnya membawa sebuah cangkir dan tablet di tanggannya.
"Pulang tadi kamu di anter sama siapa Ki ?"
"Temen pa" Papanya mengangguk mendengar jawaban Kia.
" Udah makan ?"
"Udah pa, Kia ke atas ya mau istirahat"
Setelah mendapat anggukan dan di rasa papanya tak akan bertanya lagi Kia memilih untuk segera naik menuju kamarnya.
<><><>
Setelah membersihkan tubuhnya kini Kia merebahkan tubuhnya yang terasa penat. Pandanggannya lurus ke atas memandang plafon rumahnya. Kini pikirannya melayang pada Gavin. Laki-laki itu yang Kia ketahui tidak mau repot-repot berdekatan dengan perempuna dengan percaya dirinya malah mendekatinya secara terang-terangan.
Laki-laki yang hampir tiga tahun ini mati-matian dia jauhi malah dengan gencar mendekatinya selama satu bulan ini. Entah apa yang ada di pikiran laki-laki itu hingga mau mendekatinya.
Dia pikir sewaktu Gavin mendekatinya pertama kali laki-laki itu hanya main-main. Tapi semakin kesini Gavin semakin gencar dan jelas menunjukan ketertarikannya dan itu membuat Kia takut. Dia takut usahannya selama ini menjauhi Gavin berakhir sia-sia. Dia takut pada akhirnya Gavin tahu siapa dia selama ini padahal dia sudah rapih menyembuyikan keberadaannya.
'Tuhan, jika waktu bisa di putar kembali aku ingin kembali, aku ingin kejadian di koridor waktu itu tak pernah terjadi dan Gavin tidak akan pernah tahu kalau aku ada di sana. Jujur Tuhan aku takut. Aku takut dia akan mengenaliku. Aku takut terluka lagi Tuhan. Jadi Tuhan sebelum semuanya terlambat dan lebih jauh lagi, aku mohon jauhkan lah aku dengan Gavin'
Setelah memohon dan berdoa Kia memilih untuk memejamkan mata. Dia cukup lelah hari ini, dia butuh istirahat dan tidur adalah pilihan paling tepat untuk menghilang kan semua penat itu.