20

32 2 0
                                    


Tampak seorang remaja laki-laki tengah berdiri di tengah koridor sekolah. Awalnya dia bingung ada dimana dia ini tapi setelah di lihat-lihat kembali itu adalah sekolahnya. Tempat di mana dia pertama kali bertemu dengan sahabat-sahabatnya,kecuali Kenzo.

Saat sedang serius meneliti setiap sudut sekolah tiba-tiba remaja itu di kagetkan dengan suara seseorang yang entah kenapa tampak tak asing di pendengaranya. Dapat dia dengar jika orang itu tengah memarahi orang lain. Dengan rasa penasaran yang tinggi remaja itu berjalan mendekati arah suara. Awalnya dia hanya mendengar samar-samar pertengkaran itu tapi semakin dekat dia dengan sumber suara dia dapat mendengar dengan jelas keributan itu.

"Gavin.....kenapa sih lo? Kenapa harus pacaran sama cewe gendut kayak dia sih"

Remaja itu mengeryit, dia bertanya-tanya. Kenapa namanya di bawa-bawa dalam keributan itu dan lagi apa maksudnya coba dengan dia berpacaran,  terlebih lagi dengan gadis gendut. Pasti dia salah dengar, jelas-jelas selama delapanbelas tahun dia hidup dia belum pernah merasakan dunia pacaran jadi jelas orang itu sedang membual. Tapi kalau di pikir-pikir lagi mungin juga sih dia punya pacar, secara wajahnya kan juga tampan jadi wajar kalau dia punya pacar.

'tapi kalo gue punya pacar, siapa pacar gue ya?' batinya.

Pusing dengan pemikirannya sendiri, remaja itu memilih untuk melangkah lebih dekat agar dapat melihat wajah orang itu.

Saat sudah sampai di dekat suber suara remaja itu memilih berdiri di balik tembok yang tidak jauh dari sumber suara, dapat dia lihat di sana ada tiga orang remaja. Dua orang gadis dan satu laki-laki yang pasti adalah dirinya. Remaja itu mengeryit,dia asing dengan gadis gendut yang berdiri di belakangnya seolah dia sedang bersembuyi dari mara bahaya. Berbeda dengan gadis yang ada di hadapanya dia kenal siapa gadis itu,tapi yang membuat dia heran kenapa gadis itu marah padanya. Seingatnya dulu gadis itu selalu baik dan ramah padanya dan lagi dia tidak  ingat pernah bertengar dengan gadis itu semasa SMP. Ada apa, apa dia lupa.

"Itu bukan urusan lo,ini hidup gue yang jalanin semua ini gue jadi lo jangan ikut campur urusan gue"

Wow, itu dirinya semasa SMP, ada apa ini. Kenapa dirinya semasa SMP sangat marah dengan gadis itu.

"Ap...lo belain babi gendut ini?" Ucap kayra. Gadis itu tampak syok dengan kata-kata  yang di lontarkan oleh Gavin.

"Siapa yang lo panggil babi gendut ha..."

Remaja itu mengertit, dia pusing, dia tidak tahu maksud dari pertengkaran itu yang dia tahu kalau dirinya semasa SMP itu sangat marah kepada Kayra yang sedang menghina kekasihnya. Tapi siapa kekasihnya, gadis gendut itu. Mata remaja itu memicing mencoba memperjelas penglihatanya pada gadis gendut yang berada di belakang dirinya semasa SMP tapi nihil wajah gadis itu tidak jelas dan lagi gadis itu juga tidak menatap ke arahnya.

Saat sedang fokus menatap gadis gendut itu dia tidak sadar kalau sang empunya berbalik menatapnya. Tapi semua itu percuma wajah gadis itu tetap tidak jelas bahkan semakin ke sini wajah itu semakin hilang kemudian semuanya gelap tak bersisa.

****

"Yang....sayang....Gavin sayang bangun nak" Ucap seseorang.

Tangannya sibuk mengguncang bahu Gavin sedangkan mulutnya terus merapal, memanggil nama putra tercintanya. Nampak jelas raut penuh kekhawatiran di wajah wanita paruhbaya itu. Niat hati ingin membangunkan sang putra untuk makan malam urung di lakukan saat melihat putranya tidur dengan gelisah.

Saat sampai di dalam kamar putranya tadi, Ambar bisa melihat tubuh putranya yang bergerak gelisah di atas tempat tidur. Wajahnya jelas sekali tampak gelisah, dahinya mengernyit dalam, peluh membanjiri tubuhnya, entah apa yang sedang Gavin impikan dia tidak tahu dan itu membuatnya khawatir.

Sudah dua menit sejak dia masuk ke kamar itu untuk membangunkan sang putra tangannya masih belum berhenti mengguncang bahu Gavin malah guncanganya semakin kencang seiring dengan gerakan Gavin yang semakin gelisah.

Ambar semakin panik melihat putranya yang tak kunjung terbangun. Dia beranjak dari duduknya berniat memanggil sang suami. Baru saja dia berhasil berdiri dia di kejutkan dengan teriakan Gavin yang sangat keras. Dia berbalik menengok putranya yang masih berbaring dengan nafas terengah-engah. Tanpa berpikir lagi Ambar segera mengambil duduk di sebelah putranya lagi, dengan lembut tangannya terulur meraih tubuh Gavin menariknya agar duduk dan dengan mudah dapat memeluknya.

"Kamu kenapa sanyang.....jangan buat mama khawatir"

Tangannya masih memeluk sang putra, sesekali tangannya mengelus punggung Gavin teratur berharap sang putra tenang di pelukanya. Setelah di rasa Gavin sudah mulai tenang, dia melepas pelukannya. Ambar menjauhkan tubuhnya dari tubuh Gavin. matanya masih lekat putranya memastikan kalau dia sudah baik-baik saja.

"Kamu kenapa sayang ?" Tanya Ambar lagi.

Dahi Gavin mengernyit, dia bingung dengan ucapan mamanya. Setahunya dia baik-baik saja tapi kenapa mamanya terlihat sangat khawatir dengan dia.

"Emang aku kenapa ma? Aku kan gak ngapa-ngapain. Jadi kenapa nanya aku kenapa?" Jawab Gavin. Sejujurnya dia saja masih bingung dengan sikap mamanya yang tiba-tiba memeluknya tadi dan sekarang mamanya menanyakan keadaanya. Aneh ini sangat aneh.

Di lain sisi, Ambar sedang menahan emosinya yang sedang membara setelah mendengar jawaban dari putranya. Dengan ringan tangan Ambar memukul kepala Gavin dengan sepenuh tenaga yang dia punya untuk melapiaskan amarahnya.

"Mama kenapa sih ?" Tanya Gavin heran. Tangannya sibuk mengusap kepalanya yang berdenyut sakit akibat pukulan sang mama.

"Kenapa...kenapa. Masih berani tanya kenapa kamu sama mama hah. Udah buat mama khawatir malah tanya kenapa kamu. Dasar anak nggak ada akhlak kamu....huh"

Gavin melongo, dia semakin bingung dengan sikap mamanya yang absurt itu. Letak kesalahannya dimana coba. Dia hanya bertanya pada mamanya tapi kenapa dia malah kena pukulan cinta dari mamanya.

Masih sibuk dengan rasa binggungnya Gavin di kagetkan dengan suara mamanya yang menggelegar menyuruhnya untuk segera turun untuk makan malam. Tak mau membuat mamanya semakin marah Gavin memilih untuk segera turun dari tempat tidur. Dia berlalu menuju kamar mandi untuk membasuh mukanya terlebih dahulu sebelum turun untuk bergabung dengan yang lainnya di bawah.

-_-_-_-_-_-_-_-

Di sisi lain di ruang makan Nata papa Gavin bingung melihat wanitanya turun dari lantai dua dengan wajah yang jelas sangat tidak baik. Alisnya bertaut, bibirnya mengerucut kedepan sesekali mengeluarkan gerutuan yang entah apa dia tidak tahu. Saat sudah sampai di dekatnya Nata dengan segera menarik tangan istrinya itu lembut bermaksud mendudukannya di sebelah dia duduk saat ini. Tangan yang ada di genggamannya dia remas lembut seolah memberi kode untuk bercerita.

"Kamu kenapa ma?" Akhirnya pertannyaan itu meluncur juga dari mulut Nata. Matannya menelisik wajah ayu sang istri seolah mencari jawaban di sana.

"Anak kamu tuh pa. Mamanya udah panik, khawatir sama dia eh diannya malah cengo nggak tahu apa-apa kan kesel mama jadinya"

"Emang Gavin kenapa ma? Tadi papa juga denger dia teriak. Emang dia kenapa hem?" Dengan halus Nata menginterogasi sang istri. Dia harus berhati-hati saat bertanya agar mood istrinya tidak hancur lagi.

"Nggak tahu, pas mama masuh dia udah gelisah gitu tidurnya, pas bangun mama tanyain dia kenapa eh dianya malah tanya balik ke mama dia kenapa kan mama jadi kesel"

"Sabar ya ma. Nanti papa tanya sama Gavin dia kenapa jadi mama nggak usah khawatir ya"

Ambar mengangguk, dia hanya pasrah percaya pada suaminya toh nanti dia juga akan tahu Gavin kenapa dari suaminya jadi dia tak perlu khawatir seperti ucapan suaminya tadi.



SWETT & SOURTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang