Twelve

890 44 4
                                    

Sesuai janji aku, aku bakalan update pas weekend. Walaupun masih ada tugas yang harus kukerjain.

So, happy reading man-teman.
Hope u guys enjoy it.
Jangan lupa vote dan komen ya💕

***

Iqbaal dan Steffi sudah sampai di parkiran sekolah. Dengan cekatan Iqbaal memarkirkan mobilnya, lalu setelah selesai parkir ia turun dari mobil. Tak lupa ia membukakan pintu untuk Steffi, gadis itu terkekeh geli pada kekasihnya.

"Idih, tumbenan," sindir Steffi pada Iqbaal yang dihadiahi cubitan kesal di hidung gadis itu.

Steffi menepis tangan Iqbaal yang berada di hidungnya.

"Baale!" seru Steffi kesal karena hidungnya kini memerah akibat cubitan Iqbaal.

"Apa? Mau marah? Yaudah sana marah," tantang Iqbaal.

Steffi mendelik sebal, ia berjalan menuju kelas duluan tanpa menghiraukan Iqbaal yang masih berdiri di dekat mobil dan memanggil namanya. Bukannya cowok itu yang ingin dirinya marah? Jadi, jangan salahkan Steffi jika sekarang ia marah.

"Sayang," panggil Iqbaal yang kini tengah berusaha mengejar Steffi. Sedangkan gadis itu malah mempercepat langkahnya yang membuat lelaki itu mau tak mau juga harus menyamakan langkah kaki kekasihnya.

"Ish sayang, jangan ngambek dong." Iqbaal yang sudah berada di samping Steffi pun kini memegang lengan kiri Steffi, membuat langgah gadis itu terhenti. "Idih, gitu doang marah."

Steffi tak menjawab ucapan Iqbaal, ia hanya terdiam dan memutar bola matanya.

"Iya deh maaf, aku salah," ujar Iqbaal pada akhirnya. Namun, tak membuahkan hasil karena gadisnya masih saja diam.

"Yang, maaf napa." Kini Iqbaal mulai merengek pada Steffi yang tak kunjung angkat suara.

"Hmm."

"Hmm apa?"

"Iya."

"Iya gimana? Aku nggak dong nih."

"Iya, aku maafin!" seru Steffi, membuat cowok itu tersenyum senang.

"Lah gitu dong, baru pacar aku," kata Iqbaal bangga. Kemudian mereka kembali berjalan menuju kelas dengan Iqbaal menggandeng tangan Steffi.

***

Sudah lebih dari satu jam pelajaran Bu Nana berlangsung. Berbagai rumus sudah beliau sampaikan dan ditulis di papan tulis. Tak lupa beliau juga memberikan contoh soal agar murid-muridnya tahu cara pengaplikasian rumusnya jika di dalam soal.

Namun, sayang sekali semua murid di kelas sepertinya masih kurang paham dengan apa yang dijelaskan oleh Bu Nana, termasuk Iqbaal yang kini tengah duduk sambil menggambar buku tulisnya.

"Baik anak-anak, Ibu akan memberikan soal latihan agar Ibu tahu kalian sudah paham sampai mana." Ucapan Bu Nana ini sontak membuat anak kelas menjadi heboh, mereka tak mau mengerjakan soal-soal yang Bu Nana berikan. Mereka tahu, soal yang beliau kasih itu termasuk kategori yang mudah bagi guru killernya itu. Namun bagi mereka soal-soal itu termasuk dalam kategori soal HOTS (Higher Order Thinking Sklills) yang bisa membuat mereka pusing tujuh keliling.

"Bu, aelah. Jangan soal lagi napa," celetuk Iqbaal yang berhenti menggambar saat Bu Nana akan memberikan soal.

Bu Nana menatap tajam Iqbaal mendekati meja cowok itu dan melihat buku Iqbaal yang dipenuhi oleh gambar. "Jadi, selama saya ngajar kamu nggak memperhatikan ya?" tuduh Bu Nana tepat sasaran.

"Mati gue ketahuan," gumam Iqbaal.

"Mm.. Itu Bu, saya--"

"Semuanya buka buku halaman 174, kalian kerjakan soal nomor 1-5. Dan khusus kamu Iqbaal, kamu kerjakan nomor 1-10."

"Tapi bu--"

"Sekali membantah tambah lima soal," ucapan Bu Nana membuat Iqbaal membungkam mulutnya rapat-rapat.

"Baik Bu," pasrah Iqbaal.

"Baik anak-anak karena waktu sudah menunjukkan pukul 09.00, Ibu akhiri saja pelajaran kali ini, sampai berjumpa lagi."

Usai mengakhiri pelajaran Bu Nana keluar meninggalkan kelas, sementara anak-anak yang lain menyusul keluar menuju kantin sekolah. Lain halnya dengan Iqbaal yang kini tengah merutuki kebodohannya dan Aldi yang kini menertawakannya.

"Diem lu Al!" ucap Iqbaal ganas, ia beranjak dari kursinya menuju meja Steffi yang berada di depan.

"Puy, bantuin aku," pinta Iqbaal pada Steffi dengan wajah memelas.

"Jangan mau Tep," sela Salsha.

"Eh diem ya lu mak lampir," kesal Iqbaal pada Salsha.

"Enak aja cewek secantik gue dibilang mak lampir," sungut Salsha.

"Emang lo mak lampir." Kali ini Aldi yang berucap, mendukung argumen Iqbaal.

"Eh curut, gausah ikut campur ya lo," kata Salsha pada Aldi.

Steffi yang mendengar perdebatan mereka bertiga hanya bisa menghela napas lelah.

"Udah ah, gue mau ke kantin." Steffi beranjak dari tempat duduknya.

"Yang, bantuin aku ya. Yayaya, kamu kan baik," rengek Iqbaal, kali ini cowok itu mengandalkan puppy eyes-nya.

"Nggak. Salah sendiri kamu cari gara-gara."

"Aku nggak bermaksud, beneran deh."

"Nggak, minta ajarin tuh sama Aldi." Steffi menunjuk Aldi dengan jari telunjuknya.

"Gue? Gue mana bisa Stef, lo suka ngadi-ngadi emang," ujar Aldi kesal karena Steffi menunjuk dirinya untuk mengajari Iqbaal.

"Ngada-ngada bego," kata Salsha membenarkan.

"Lah, kapan ganti?" tanya Aldi sok bego atau mungkin bego beneran?

"Pas lo belum diproduksi juga gitu Al!"

"Produksi? Emang lo tau gue diproduksinya kayak gimana?"

Salsha memutar bola matanya gemas, ingin mencekik Aldi sekarang juga rasanya. Sedangkan Steffi dan Iqbaal sudah menganga melihat perdebatan antara kucing dan tikus ini.

"Baale, ayok ke kantin." Steffi menarik Iqbaal untuk pergi dari kelas, meninggalkan Salsha dan Aldi yang masih berdebat.

"Jadi, kamu bakalan bantu aku kan?" tanya Iqbaal tersenyum senang. Steffi hanya mengangguk tanpa mengeluarkan suara.

Baru saja mereka sampai di ambang pintu, terdengar suara teriakan Salsha. "Tepi! Napa lo ninggalin gue sama anak dajjal?!!"

***

TBC!!

26 April 2020

My Spoiled Boyfriend | IDR | On HoldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang