Kesepakatan Ketiga

358 33 1
                                    

"Pergilah!! Aku tak ingin melihat wajahmu sekarang!!" kata Hiashi sambil berbalik berjalan ke dalam rumah.

Naruto masih tertunduk hormat sampai dia mendengar suara gebrakan pintu. Sendiri di depan rumah Hyuga. Pemilik perusahaan Hyuga corp.

Sial. Seribu sial. Umpatnya dalam hati. Apa harus dia lakukan sekarang.

~~~~~~~~~~~~

Suasana kafe kali ini terlihat lebih ramai dari biasanya. Cuaca di luar cukup terik sehingga banyak yang memilih beraktivitas di dalam ruangan. Di sini penuh dengan remaja yang sibuk dengan gerombolan mereka sendiri. Tidak jauh beda dengan gerombolan yang ada di sudut ruangan. Mereka duduk dekat dengan penyejuk udara dan mendapatkan spot paling bagus untuk memandang ke luar jalanan.

Ada beberapa remaja sedang duduk disana. Ada pemuda dengan rambut hitamnya yang ditemani gadis berambut pink yang sedang
asik bermain dengan gadgetnya. Ada pemuda berambut coklat dengan ponytail jabriknya, dan di dekatnya ada gadis pirang berambut panjang yang memasang wajah bosannya. Juga ada pemuda dengan tato segitiga di wajahnya yang sedang tertidur kelelahan ditemani anjing putih kesayangannya.

"Aku sudah dua hari ini tidak melihat si bodoh itu." kata pemuda berambut hitam tiba tiba. "Apa dia ada masalah?! Apa karena gadis yang dibawanya ke pesta kemarin?!" tanyanya pada pemuda berambut coklat dengan rambut yang di kuncir ke atas.

"Aku tidak tahu. Tapi kemarin dia bilang dia akan pulang kerumah" jawabnya sambil memainkan korek api ditanggannya. "Kau tahu kan apa arti rumah untuk Naruto".

"Hmm.." pemuda berambut hitam itu mengangguk mengerti. Ternyata ini bukan masalah kecil. Naruto benci rumahnya. Dia tahu perasaan sahabatnya mengenai rumah. Mungkin ini memang sesuai dengan firasatnya.

"Aku sudah bilang padanya untuk tidak mendekati Hinata." katanya sedikit kesal. "Hinata adalah sesuatu yang harusnya dia hindari. Dia benar benar dalam masalah besar sekarang"

"Sasuke.. " panggil temannya. Dia mencoba berpikir untuk mengatur pertanyaan dengan tepat. "Apakah Naruto menyukai gadis itu?!" tanya pemuda berkuncir itu sedikit khawatir dengan keadaan Naruto.

Sasuke pun beranjak dari tempat duduknya. Menepuk pundak temannya. " Naruto tidak menyukainya, Shikamaru. Tapi dia tergila gila pada Hinata". Lalu Sasuke berlalu meninggalkan pemuda berkuncir satu itu dengan perasaan yang tidak bisa di jelaskan.

Dasar merepotkan. Batin Shikamaru.

===

Mansion Namikaze itu sangat megah dan kokoh. Indah dengan segala perabotan dan fasilitas yang mumpuni juga dilengkapi dengan teknologi. Tapi bagi Naruto ini adalah penjara yang sepi. Dia benci kembali kesini.

Naruto duduk dengan tidak tenang. Menghadap seorang wanita yang saat ini sedang marah. Ditemani dengan seorang laki laki berambut putih di kanan dan laki laki berambut hitam di kirinya.

"Aku tidak menyukai ini Naruto" kata wanita itu. Wanita itu memijat pelipisnya untuk mengurangi stress yang melanda.

"Aku tidak akan meminta yang lain, nenek" katanya sedikit memelas. Dia sudah putus asa untuk membujuk neneknya.

Naruto mencoba berpikir dengan keras. Cara apalagi yang bisa dia lakukan agar mau mengerti. Dia menggigit bibirnya ketika menemukan ide gila. Sekarang atau tidak sama sekali.

"Baiklah, nek" kata Naruto menyerah. "Aku akan kembali kerumah kalau kau mau menemuai Ayah Hinata." Ini sudah final, kalau cara ini tidak berhasil Naruto akan menyerah. Mengikhlaskan Hinata mungkin.

Neneknya tersenyum penuh arti. "Aku sungguh tidak tahu apa yang ada dalam diri gadis itu sampai kau bisa bertekuk lutut kepadanya. Tapi asal kau pulang kerumah itu tidak masalah bagiku" jawab neneknya.

Naruto lega dengan jawaban neneknya. "Aku akan menepati janjiku" katanya sambil beranjak berdiri. Dia berjalan untuk memeluk neneknya. Sebagian dari dirinya tentu saja merindukan keluarganya. Walau berjuta kenangan pahit membuatnya menutup diri dan menjauh dari rumah.

"Oh iya nek!" serunya saat dia akan menaiki tangga menuju kamarnya di lantai atas. "Namanya Hinata Hyuga. Ayahnya bernama Hiashi Hyuga. Kau tentu mengenalnya kan" dia melemparkan senyum pada neneknya penuh arti.

Mata neneknya membola. Ingin rasanya saat itu dia menghajar cucu kesayangannya.

"NA..RU..TO.." teriak neneknya membahana di mansion Namikaze. Sedangkan yang dipanggil hanya berlari kecil menuju kamarnya.

===

Naruto mencoba memejamkan mata sambil berbaring di kasur king size nya. Kenangan kenangan pahit itu mulai datang lagi. Naruto benar benar membenci ini.

Dia lelah. Dia tidak ingin kembali menjadi Namikaze, dia juga tidak ingin menjadi Uzumaki sesuai marga ibunya. Dia hanya ingin menjadi Naruto.

Dia tidak suka dengan beban dan tanggung jawab yang akan di pikul olehnya. Menjadi Namikaze seperti menjadi seorang yang harus berjalan di lorong yang gelap sendirian dan tanpa ujung.

Hufft. Naruto menghela nafasnya untuk kesekian kali. Pulang bukanlah hal yang mudah baginya. Pulang artinya menyerah.

Dia sudah berjuang membebaskan dirinya dari nama Namikaze selama beberapa tahun ini. Hidup di luar lingkungan Namikaze. Mencoba mandiri, hidup di apartement. Menjalani hidup sesukanya. Bermain, berpesta, mengencani gadis, mabuk dan menjadi berandalan dan banyak yang menganggapnya sebagai sampah masyarakat. Dia tidak ingin menjadi penerus dari Namikaze corp.

Tidak ketika dia hanya memiliki dirinya sendiri. Orang tuanya meninggal saat dia lahir kedunia. Dirinya di asuh oleh nenek dan kedua orang kepercayaan keluarganya. Banyak yang menyebutnya anak sial karena kelahirannya adalah kematian orang tuanya.

Sedari kecil hidupnya penuh dengan tekanan. Semua orang berharap lebih pada dirinya. Semua orang juga memandang sebelah mata padanya. Hanya neneknya dan kedua orang kepercayaan keluarga yang sudah dianggap sebagai pamannya yang mau menerimanya.

Sedangkan para maid yang bekerja di bawah Namikaze corp. selalu melihatnya dengan pandangan memelas. Dia tidak ingin diremehkan.

Dia hanya ingin melupakan segalanya. Andai saja saat ini dia berada dengan Hinata. Sial, aku sungguh menginginkannya. Kenangan tentang malam yang mereka lalui terlintas di pikirannya.

Membayangkan Hinata yang tersenyum padanya. Membayangkan bagaimana dia bisa mengobrol dengan bebas bersama Hinata. Membayangkan menggenggam tangan Hinata. Membayangkan pipi Hinata yang merona saat Naruto mulai menggodanya. Membayangkan memeluk tubuh mungil yang berisi itu. Dan tiba tiba membayangkan bagaimana rasa Hinata di malam itu.

"Aaargh!!" teriak Naruto frustasi. Naruto memeluk bantal dengan gemas. Berguling guling di atas kasurnya. Menutupi mukanya yang memerah merona menahan malu.

Tanpa sepengetahuan Naruto ada tiga kepala yang sedang mengawasinya di balik pintu. Mereka hanya bisa mengelus dada, merasa kasihan pada pemuda yang sedang jatuh cinta itu.

Tbc.

Sweet NightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang