Nafas Neji terengah, meronta dari kekangan Kakashi. Nafasnya masih memburu walau tak se liar tadi. Perlahan Neji mulai tenang, dan Kakashi mulai melonggarkan sedikit kekuatannya.
"Aku bersumpah.. Kau akan mati ditanganku bila sesuatu terjadi pada Hinata." tandas Neji penuh dengan kebencian.
~~~~~~~~
Hinata tak bisa menahan tangisnya saat dokter menyatakan bagaimana kondisi nya saat ini. Dia merasa gagal. Gagal menjadi seorang Hyuga, gagal menjadi seorang perempuan, dan gagal menjaga sebuah harapan.
Bagaimana pun, bagi Hinata saat ini nama Hyuga adalah hal berat yang harus ditanggungnya.
"Ayah.. Ayah.. " panggilnya dalam isakan tangis. "Maaf kan aku.. ".
Tanpa Hinata sadari Hiashi- sama sedang melihatnya dari celah pintu luar kamar inap Hinata. Perasaan Hiashi tak ubahnya dengan Hinata. Rasanya hati hancur lebur ketika melihat anak kesayangannya terluka.
Ingin sekali direngkuhnya tubuh mungil yang rapuh itu, tapi apalah daya. Nasi sudah jadi bubur. Jarak pemisah antara hati Hiashi dan Hinata sangatlah jauh.
Sejak kecil, Hinata sudah ditinggal oleh ibunya. Sedangakan Hiashi malah sibuk bekerja, mengisi kepedihan hatinya yang ditinggal oleh sang istri dengan pekerjaan yang tak kunjung ada habisnya hingga menciptakan jurang pemisah antara Hiashi dan Hinata.
Hinata yang kala itu masih anak anak, mau tidak mau harus berkuat hati bagi untuk adik kecilnya, yaitu Hanabi.
Walau ada Neji, sang kakak sepupu yang sedari kecil menemaninya tapi Hinata tak boleh lemah karena Hanabi lebih membutuhkan kasih sayangnya.
Hanabi tumbuh menjadi gadis manis dan riang. Di penuhi kasih sayang yang berlimpah dari kakaknya kakaknya. Menjadi gadis yang bisa mengutarakan pendapatnya.
Berbeda dengan Hinata yang harus berjuang dengan hatinya. Berusaha dewasa dalam pikirannya yang belum seberapa, bahkan selalu memikirkan orang lain terlebih dahulu daripada dirinya.
Membiarkan dirinya memandang perih sendirian, hingga suatu saat ke egoisannya itu datang. Datang dengan nama Naruto. Pemuda pirang yang menjadi dambaan hatinya.
=======
Luka pada wajah Naruto sudah memudar walau perihnya masih terasa. Setelah Neji pergi, Naruto memberi perintah pada Kakashi untuk menyelidiki ada apa dengan Hinata.
Ini sudah hari ke tiga. Kakashi belum memberikan kabar untuk hari ini. Tapi Naruto tahu, Hinata sedang berada dirumah sakit.
Hinata pingsan karena kelelahan di rumahnya, dan langsung di larikan ke rumah sakit waktu itu. Hinata sempat tak siuman selama hampir seharian. Itulah yang membuat Neji marah besar.
Begitu info yang Naruto terima dari Kakashi tapi hari ini belum ada info lagi. Dirinya resah, tak fokus akan pekerjaan di kantor Namikaze yang tak bisa dia acuhkan. Hanya Hinata yang ada dalam fikirannya.
Lalu tiba tiba, Braak!
Pintu ruang kerja Naruto terhempas, menampilkan neneknya yang sedang dalam amarah. Naruto terjingkat, kaget akan kedatangan neneknya.
"Aahh, nenek sayang. Ada apa?" sapa nya basa basi sambil berjalan menghampiri neneknya.
Plak!
Sebuah tamparan diterima Naruto di pipi kirinya. "Dasar, pemuda tak tahu diri." geram Tsunade.
Sungguh kali ini Naruto sangat bingung. Tak mengerti kenapa sang nenek yang selalu sayang padanya bisa murka.
"Aku mendidikmu menjadi anak yang berbakti tapi apa yang telah kau lakukan Namikaze Naruto?" suara Tsunade bergetar, marah bercampur getir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Night
FanfictionSaat hinata yang sudah tidak bisa menahan semua rasa cintanya. Dia sudah berjanji. "hanya kali ini" Dan naruto yang begitu bodohnya dengan ketidakjelasan. Hanya ingin bermain dan menikmati sampai detik terakhir di hidupnya. Bisakah Naruto menyadari...