Perjuangan Kedua belas

251 23 1
                                    

"Aku membutuhkanmu. Kumohon jangan pernah tinggalkan aku.. Hinata.. Kumohon kembalilah.." ratap suara di seberang.

Lalu sambungan telepon itu mati. Diganti dengan suasana mendung yang sendu.

Bila bisa Hinata memutar waktu yang ingin Hinata lakukan adalah tak pernah datang dalam hidup Naruto. Karena rasa sesak atas kehilangan tanpa pernah bisa memiliki itu lebih sakit.

Hinata menangis tertahan dan memegang dadanya yang terasa sesak.

~~~~~~~~~

Sudah hampir sepekan setelah Naruto kembali ke Tokyo. Hatinya hampa. Dia menenggelamkan diri pada semua rutinitas kerja yang bisa dia dapatkan bahkan tak urung dia juga mengurusi pekerjaan yang bukan untuknya. Itu semua hanya untuk mengeyahkan seorang gadis cantik yang selalu ada dalam pikirannya.

Lama tak berjumpa, lama memendam rindu. Sakit akan rasa cinta. Dari luar terlihat biasa tapi dalam raganya rusak dan kosong. Tak mendapatkan pegangan hidup.

Hari ini sudah malam dan Naruto baru selesai di berkutat dengan semua file yang sebenernya sudah di cek oleh sekrrtarisnya sebanyak dua kali tapi jangan tanya kenapa dia masih bersikukuh melihat file file tersebut.

Langkahnya agak gontai, tak ingin pulang. Helaan nafas berat itu keluar dari pria tampan ini. Saat mengingat kepulangannya.

Seminggu lalu setelah dia tiba di Tokyo. Emosinya tak terkendali. Mengemudikan mobil dengan gila gilaan dan langsung menerobos kediaman mewah milik Hyuga. Niat hati adalah menemui Hinata untuk meluruskan masalah yang ada tapi apa mau dikata saat yang menemuinya adalah Neji.

Tak ingin membuat keributan lebih lagi, Neji langsung menggiring Naruto ke tempat yang lebih nyaman untuk berbicara.

"Apa kau tahu bahwa Hinata pergi menemuimu ke Okinawa bukan atas suruhan nenekmu?" tanya Neji kala itu

Naruto hanya mengeryit bingung,
"Hinata yang membujukku untuk berbohong pada paman Hiashi agar dia boleh kesana untuk menemuimu." jelas Neji kemudian.

"Apakah kau tahu Paman Hiashi tak menyetujui perjodohanmu dengan Hinata?" tanya Neji lagi karena Naruto masih hening.

"Ah, sudahlah tak perlu kujelaskan lagi. Yang harus kau pahami adalah sekarang dimataku kau hanyalah pemuda brengsek. Kau.. Sudah.. Mencemari.. Adikku.." Neji mengarahkan telunjuknya pada dada Naruto. "Jadi jangan pernah mengharapkan sebuah maaf, apalagi dariku. Bersyukurlah karena Hinata memohon mengampunan untukmu." kalimat terakhir Neji meluluh lantakkan perasaaan Naruto.

Neji berlalu begitu saja, walau sedari tadi Naruto masih diam tak memberi respon. Air muka Naruto kecut, menampilkan senyum meremehkan, tangan menggegam erat menahan amarah. Amarah akan dirinya sendiri yang ternyata sudah melukai Hinata.

========

Hinata baru keluar dari butiknya, ya dia memiliki bisnis clothing line. Bukan bisnis keluarga, ini semata keinginan Hinata. Keluarganya tentu saja mendukungnya.

Butik itu sudah beroperasi sejak 2 tahun dan setelah kejadian di Okinawa hanya butik itulah yang menjadi pelampiasan Hinata. Tak ingin larut dalam kesedihan yang mendalam. Karena Hinata sudah berjanji pada Neji untuk menjauhi Naruto.

Mencoba bersikap baik baik saja. Seperti tidak ada apa apa. Tapi hatinya malah menggenggam erat kenangan tentang Naruto.

Malam hari ini terasa dingin saat Hinata mengeratkan balutan leather jacket yang pernah di pakaian untuk menemui Naruto.

Leather jacket yang bukan gayanya sekarang menjadi benda kesayangannya. Mengingatkannya pada sang pujaan hati. Memilih untuk memegang kenangan akan Naruto bukanlah hal yang baik tapi berpisah bukanlah hal yang mudah.

Sweet NightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang