Setelah keluar dari terminal kedatangan A Bandara Sukarno Hatta, Kiki menyeret kopernya menuju pintu keluar. Ia telah disambut oleh lelaki berseragam loreng, Praka Bayu. Kiki masuk kedalam mobil sedangkan kopernya, ia serahkan pada Praka Bayu. Setelah memasukkan koper kedalam bagasi, Praka Bayu duduk di balik kemudi dan perlahan melajukan mobilnya.
"Operasi papa kapan, om?"
"Saya kurang tau, mbak."
Sepanjang perjalanan, gadis itu hanya diam. Menikmati pemandangan jalanan kota Bogor yang seringkali macet. Namun ia protes saat mobil, berbelok kearah rumah dinas sang ayah.
"Kita nggak kerumah sakit om?"
"Disuruh bapak pulang dulu, mbak."
Memasuki rumah, ia terkejut bukan kepalang melihat ayah dan ibunya nampak terkekeh bahagia ditemani secangkir kopi dan sepiring camilan.
"Wah, jadi kayak gini kondisi pasien yang udah di vonis Appendicitis akut dan harus segera operasi itu. Kayaknya papa sehat-sehat aja." Sahut Kiki sembari menggelengkan kepalanya.
"Salam dulu kek kalo masuk, biar papa bisa siap-siap dulu gitu." Sang papa nampak sedikit terkejut. Karena Kiki memang masuk dengan tenang, tanpa suara sedikitpun.
"Siap-siap apa?"
"Siap-siap pasang tampang sakit." Sang ayah tergelak, sedang Kiki mendengus sebal. Ia duduk disamping papanya.
"Jadi ini maksudnya gimana? Kok papa bisa dirumah dan sehat-sehat aja? Setauku kalau kena radang usus buntu akut, harus segera di operasi loh,"
"Sakitnya nggak jadi, karena kamu udah pulang." Sahut Jendral Wisnu dengan santainya.
"Kok bisa gitu?"
"Bisalah, ini buktinya bisa."
"Jadi papamu itu bilang sakit, biar kamu mau pulang sebentar. Ada yang harus diomongin soalnya." Timpal Winda, sang mama.
"Maksudnya papa bohong gitu?"
"Sebenarnya nggak bohong juga sih, papa emang sakit kok, tapi nggak separah itu."
"Papa sakit kepala Ki, pusing mikirin kamu yang sampe sekarang belum juga dapet jodoh." Ucap sang papa sembari memijat-mijat pelipisnya.
"Jadi beneran, aku dibohongi. Jauh-jauh dari Papua kemari cuma untuk liat drama mama sama papa doang gitu?"
"Loh, nggak gitu. Ada yang harus papa omongin sama kamu."
"Ngomong apa? Awas aja ya kalo omongannya nggak penting."
"Kamu mau papa jodohin."
"Hah! Dijodohin?"
"Iya, sama anak temen papa. Dan kamu nggak bisa nolak."
"Kenapa nggak bisa nolak?"
"Ini perintah, bukan permintaan." Ucap sang ayah tegas. Gadis itu memijit pelipisnya.
"Aku nggak mau."
"Udah papa bilang kamu nggak bisa nolak."
"Aku nggak mau dijodohin pa,"
"Harus mau, atau ... "
"Atau apa?"
"Atau kamu nggak bisa lanjutin pendidikan spesialis kamu."
"Loh, nggak bisa gitu dong pa!"
"Cuma itu pilihannya. Kamu mau papa jodohin dan lanjut spesialis, atau nggak dua-duanya."
"Dasar otoriter." Gadis itu beranjak menyeret kopernya menuju salah kamar dirumah itu.
"Pake kamar belakang. Kamar depan itu punya mama papa." Sahut sang papa.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Love You Too, Capt!
Non-Fiction"Lebih baik jadi perawan tua daripada balikan sama kamu!" Gadis berambut lurus sebahu itu berbalik dan bersendekap. "Jangan ngomong gitu, yang. Ucapan adalah doa loh, mau kamu jadi perawan tua beneran?" Ucap lelaki berseragam loreng itu sembari men...