"Em, kondisi pasien baik-baik aja, tapi lain kali kalau ada luka karena panah lagi, tolong jangan langsung di cabut ya pak, karena akan mengakibatkan .... " Gadis itu mendongak hendak menatap lawan bicaranya. Namun ia terkejut bukan kepalang saat melihat siapa lawan bicaranya.
"Kiki, kamu disini?" Lawan bicaranya itupun tak kalah terkejutnya.
"Mas Iwan, kamu ngapain disini? Aku internship nya disini." Ucapnya sesaat setelah berhasil menetralkan degup jantungnya yang tidak karuan.
"Aku satgas di sini. Udah sebulan. Kamu apa kabar?"
"Aku baik mas, ini anggota kamu?"
"Iya,"
"Kondisinya baik-baik aja. Setelah infus habis, dia udah boleh pulang kok. Kalau gitu aku permisi dulu." Kiki berlalu dari hadapan dua prajurit itu.
"Tunggu, kamu sibuk nggak? Kalo nggak, temenin makan siang ya." Ia mencekal lengan gadis itu. Kemudian, Kiki melepaskan cekalan itu.
"Maaf, aku sibuk." Ia berlalu pergi.
"Aku nyariin kamu tau, kenapa nomor telponku kamu blok?" Lelaki itu tetap mengekor di belakangnya.
"Menghindarkan diri dari sakit hati. Udah ah, jangan ikutin terus, aku mau kerja."
"Seenggaknya, kasih aku kesempatan untuk ngomong, yang."
"Yang? Stop manggil kayak gitu lagi deh, kamu itu bukan siapa-siapaku!"
"Aku minta maaf untuk kejadian yang waktu itu. Aku nyesel."
"Kejadian yang mana, ya? Aku lupa."
"Yang, ayolah, kita bicara sebentar aja, ya."
"Aku sibuk."
"Kalau perlu aku bakal berlutut disini."
"Berlutut aja."
Tak di sangka, lelaki itu menarik tangan Kiki dan membalikkan badan gadis itu, detik selanjutnya ia berlutut. Sang gadis nampak begitu terkejut.
"Mas! Apaan sih? Berdiri nggak. Malu tau."
"Aku nggak akan berdiri sampai kamu bilang iya."
"Iya, iya, kita bicara. Tapi nanti, nggak sekarang." Lelaki itu tersenyum lebar. Ia segera beranjak dari posisinya.
"Iya, aku tungguin. Jam berapa pulangnya?"
"Jam empat."
"Oke, aku jemput jam empat ya. Aku pergi dulu." Iwan berlalu dengan riang. Setelah sekian lama mencari, kini ia telah di pertemukan kembali dengan gadis yang ia cintai.
Ia kembali ke ruang UGD, tempat dimana anggotanya tengah terbaring lemas. Pratu Wahyu terkena anak panah yang sedang digunakan warga sekitar untuk berburu rusa. Kebetulan, saat itu, pletonnya turun untuk patroli siang. Di tempat yang sama ternyata ada lima orang warga yang tengah berburu rusa. Kelima warga tersebut lari tunggang langgang saat melihat anak panah yang mereka lesatkan salah sasaran.
"Besok-besok, kalau kena panah lagi, anak panahnya jangan langsung di cabut. Biar nggak parah pendarahannya."
"Siap salah, Ndan. Tapi besok-besok saya usahakan untuk tidak terkena panah lagi. Sakit soalnya." Ucapnya sembari meringis menahan nyeri di kakinya.
"Iya juga ya. Ya jangan sampai kena panah lagi kalau gitu."
"Siap, Ndan. Tapi ngomong-ngomong, dokter cantik yang tadi calon bu Danton ya?"
"Iya, cakep kan?"
"Siap, cantik Ndan. Danton pinter milihnya."
"Siapa yang calon bu Danton?" Nina menyibak tirai warna biru yang menutupi brankar pratu Wahyu.
![](https://img.wattpad.com/cover/219462354-288-k62575.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
I Love You Too, Capt!
Nonfiksi"Lebih baik jadi perawan tua daripada balikan sama kamu!" Gadis berambut lurus sebahu itu berbalik dan bersendekap. "Jangan ngomong gitu, yang. Ucapan adalah doa loh, mau kamu jadi perawan tua beneran?" Ucap lelaki berseragam loreng itu sembari men...