Enam bulan kemudian, Jakarta.
Pukul delapan pagi, Kiki dan Nina baru saja mendarat di bandara Sukarno Hatta. Keduanya memutuskan untuk mampir ke kedai kopi terlebih dahulu. Mereka sengaja memilih penerbangan paling pagi dari Sorong, karena malam harinya akan ada acara istimewa.
"Emang lo nggak pake fitting baju dek?" Tanya Nina, yang kini mulai membiasakan diri memanggil sahabatnya dengan sebutan 'adek'. Pun sebaliknya, Kiki juga membiasakan diri memanggil Nina dengan sebutan 'mbak'
"Nggak mbak, gue mah pake baju apa aja pasti muat." Ujarnya dengan begitu jumawa.
"Tapi kan ini acara penting buat lo, kok lo biasa aja sih?"
"Udah diatur semua sama mama dan tante Nirmala mbak, aku tinggal santai-santai aja."
"Yang jemput kita siapa?"
"Siapa lagi, tuh orangnya udah cengengesan." Kiki menunjuk lelaki berbadan tegap yang berbalut PDL. Lelaki itu tengah berjalan ke arah mereka dengan senyuman yang tidak lepas dari wajahnya.
"Pagi calon istri, pagi calon kakak ipar." Iwan mengambil duduk di samping gadisnya.
"Lo, nanti malem tunangan, masih dinas aja Wan?"
"Abis apel tadi. Kalian mau sarapan disini?"
"Nggak, kita cuma ngopi disini. Ayuk pulang." Ucap Kiki, ketiga orang itu segera beranjak dari duduknya.
"Sini kopernya aku yang bawa." Iwan meraih koper hitam yang hendak diseret calon istrinya.
"Punya gue juga Wan, bawain." Ujar Nina turut menyodorkan koper miliknya.
"Manja amat kakak ipar." Iwan berdecak kesal.
"Adek ipar harus hormat sama kakak ipar ya."
"Iya kakak ipar, udah ayo berangkat."
****
Pukul tujuh malam, rumah pribadi brigjen Wisnu tampak begitu ramai. Banyak orang lalu lalang membawa peralatan untuk dekorasi ruangan. Ruang tamu yang luas itu di sulap menjadi ruangan bernuansa putih dengan berbagai macam bunga berwarna putih gading.
Tak berapa lama, rombongan mayjen Surya Sakti, tiba di rumah calon besannya itu. Iwan mengenakan kemeja batik berwarna coklat gelap, juga celana berwarna hitam, tak lupa juga sepatu pantofel yang nampak berkilauan. Wajahnya begitu sumringah. Ia tak dapat menyembunyikan senyum bahagia nya.
"Gini amat ya ma, kalau orang lagi jatuh cinta, dari tadi papa perhatiin, ini anak senyum-senyum terus." Sahut Surya pada sang istri.
"Kayak papa nggak pernah muda aja." Timpal sang anak.
"Ya udah ayo masuk. Udah nggak sabar liat calon mantu." Nirmala menyeret anak dan suaminya untuk masuk ke dalam rumah brigjen Wisnu.
Di dalam kamar, Winda, dan juga Nina, tampak tengah mempersiapkan Kiki. Gadis itu mengenakan kebaya berwarna cream, dengan songket berwarna coklat gelap. Gadis itu tampak anggun dengan riasan natural di wajahnya.
Berbeda dengan calon suaminya yang tampak tenang-tenang saja menghadapi pertunangan ini, gadis itu justru terkena serangan panik. Tadinya ia akan memakai kebaya berwarna hijau mint, namun nasib buruk menimpanya, baju yang telah ia pesan lewat mamanya itu ternyata kekecilan.
"Makanya, untuk acara penting tuh jangan santai. Persiapkan dengan baik. Kalau kamu nurut mama, pasti kejadian nggak akan kayak gini." Omel sang mama
Seminggu sebelumnya, sang mama memintanya untuk pulang sehari sebelum acara pertunangan. Tapi gadis itu menolak. Ia bilang, ia masih ingin menikmati suasana di Raja Ampat, mungkin untuk terakhir kalinya. Ya, gadis itu bertolak ke Raja Ampat dua hari sebelum acara pertunangannya dilaksanakan.
"Lagian mama, kenapa bikin acaranya mendadak setelah aku sampai di rumah? Harusnya seminggu lagi gitu, biar aku bisa siap-siap."
"Nggak mendadak Ki, udah direncanain sejak lama. Kamu juga setuju kan."
"Seenggaknya kasih waktu untuk istirahat lah. Nggak langsung gini. Misal acaranya besok atau lusa kan enak, bisa fitting baju dulu."
"Makanya, kalau kamu nggak punya waktu untuk fitting, seenggaknya jaga pola makan kamu, biar nggak gendut di saat-saat penting kayak gini." Omel sang mama.
"Mama jahat banget sih, aku nggak gendut kok. Emang bajunya aja kekecilan."
Nina tertawa melihat perdebatan calon ibu mertua dan adik iparnya tersebut.
"Di sana ma, dia makan apa aja yang dia liat. Mama tau sendiri kan kalau di sana seafood nya melimpah. Kalap dia di sana." Ujar Nina mengadu pada sang calon mama mertua
"Nggak usah di bocorin, Na."
"Na, Na nggak sopan. Panggil mbak. Nina ini calon istri abangmu. Dibilangin berkali-kali juga."
"Mama hari ini jahat banget ama anak sendiri ya."
"Harusnya kamu larang dia Na,"
"Mama tau sendiri lah, Kiki nggak bisa di bilangin."
"Emang bandel banget ini anak." Nina tersenyum, sedangkan Kiki berdecak kesal.
"Ma, rombongan mayjen Surya udah dateng." Sahut Nina setelah ia membaca pesan dari Kevin.
"Ya udah ayo keluar."
Di ruang tamu telah ramai oleh orang-orang. Ayah juga abang Kevin nya, tengah berbincang dengan mayjen Surya. Sedangkan, Nirmala, nampak sibuk membenarkan kemeja yang di kenakan anaknya.
Kiki keluar dari kamar, sejenak ia berhenti tepat di depan pintu. Lututnya terasa lemas. Jantungnya berdegup tidak normal. Berkali-kali ia menghela napas panjang, tetap saja tidak mengurangi rasa gugup pada dirinya.
"Santai dek, tadi pagi santai banget, kenapa sekarang gugup gini?"
"Nggak tau mbak, kaki ku gemetar, nggak bisa diem."
"Ayo jalan, pelan-pelan." Sang mama menggandengnya.
"Ma, heels nya di copot boleh nggak? Kalau jatuh kan nggak lucu, pake flatshoes aja ya."
"Jangan ngaco ya anak mama yang paling cantik. Lagian heels cuma lima senti, masa bisa jatoh? Udah ayo jalan. Pelan-pelan aja, mama gandeng."
Tepat saat melangkahkan kakiknya, semua orang di ruangan itu dengan kompak menatap ke arah nya. Ia berhenti tanpa aba-aba.
"Ma, itu kenapa mereka liatin kesini terus sih? Aku malu. Balik aja ya." Bisiknya pada sang mama. Winda, memijit pelipisnya.
"Masa kamu mau balik lagi ke kamar? Ayo jalan."
Gadis itu mencoba menyunggingkan senyum di wajahnya. Jantungnya masih berdegup tak karuan. Di tambah lagi, kini sang calon suami tak henti menatapnya.
"Kamu cantik banget." Ucap lelaki itu, ketika keduanya telah saling berhadapan.
****
![](https://img.wattpad.com/cover/219462354-288-k62575.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
I Love You Too, Capt!
Nonfiksi"Lebih baik jadi perawan tua daripada balikan sama kamu!" Gadis berambut lurus sebahu itu berbalik dan bersendekap. "Jangan ngomong gitu, yang. Ucapan adalah doa loh, mau kamu jadi perawan tua beneran?" Ucap lelaki berseragam loreng itu sembari men...