Happy reading. Jangan lupa pencet bintang di pojok kiri bawah yaa🖤
****
Tujuh tahun silam,
Seorang gadis berusia lima belas tahun tampak berlari mengelilingi komplek perumahan Pamen sejak setengah jam yang lalu. Wajahnya di benamkan topi hitam yang ia kenakan, telinganya ia tutup rapat-rapat dengan headset yang memperdengarkan lagu Chandelier milik Sia. Lagu yang juga di ulang-ulang sejak setengah jam yang lalu. Sejenak ia berhenti di lapangan. Beberapa anak laki-laki terlihat tengah bermain bola sore itu. Ia duduk di pinggir lapangan beralaskan rumput hijau. Ia melepas topi hitamya. Tampak salah satu pemain di tengah lapangan, berlari menghampirinya. Anak laki-laki itu turut duduk di samping kirinya dan mencabut headset di bagian telinga kanan gadis itu.
"I'm gonna swing from the chandelier, from the chandelier
I'm gonna live like tomorrow doesn't exist
Like it doesn't exist
I'm gonna fly like a bird through the night, feel my tears as they dry .... " anak lelaki itu menirukan lirik lagu yang sedang ia dengarkan."Stop, jangan di lanjutin lagi. Suara kamu fals tau."
"Emang fals, kan nama lengkap ku Iwan Fals." Anak lelaki itu tertawa. Gadis itu geleng-geleng kepala melihat tingkahnya.
"Kenapa kesini?"
"Cedera, kakiku abis di tendang sama abangmu." Anak lelaki itu memegang betisnya. Sang gadis tergelak.
"Modus. Bilang aja capek."
"Emang capek, selama ini aku terus-terusan lari mengejar yang tak pasti."
"Ngejar apaan?"
"Ngejar kamu." Sahut anak lelaki itu singkat. Namun sahutan singkat itu, berhasil membuat gadis di sampingnya itu tersipu malu.
"Apaan sih, mas."
"Cie malu, cie itu pipi kenapa merah gitu?" Anak lelaki itu semakin bersemangat menggoda gadis di sampingnya saat melihat semburat merah muda di pipi gadis itu.
"Isshh, sumpah ngeselin ya. Aku pergi deh." Ia beranjak. Namun tangannya di cekal oleh anak lelaki itu.
"Eh, jangan dong. Disini bentar aja, temenin aku. Kenapa denger lagu gini? Lagi stress?"
"Otakku lagi stress." Gadis itu memandang ke depan, menerawang jauh.
"Gila maksudnya? Kamu gila?" Ia memutar kepala gadis itu menghadap ke arahnya.
Sang gadis berdecak kesal.
"Ngeselin ya, udah sana main lagi. Nggak guna kamu disini."
"Capek, Ki. Sini pijitin kakiku." Anak lelaki itu meraih tangan gadis sebelahnya dan mengarahkan ke betisnya. Namun langsung di tepis oleh sang gadis.
"Modus banget ya." Anak lelaki itu tergelak.
"Eh, ceritain, kamu stress karena apa? Ada masalah?"
"Males cerita sama kamu mas, bikin kesel."
"Kamu kalau deket aku kan gitu, bawaannya kesel melulu."
"Nah itu tau, kamu tuh ngeselin, nyebelin."
"Tapi suka kan?" Anak lelaki itu memainkan alisnya. Gadis itu tergelak.
"Jadian yuk, Ki." Lanjutnya. Sang gadis semakin tergelak.
"Aku serius, aku suka sama kamu." Anak lelaki itu meraih tangan gadis di sampingnya. Seketika gadis itu berhenti tertawa.
"Kamu nggak lagi ngeprank kan? Disini nggak ada kamera tersembunyi kan?" Gadis itu meengedarkan pandangan ke sekelilingnya.
"Aku serius, kamu mau kan jadi pacarku?"
KAMU SEDANG MEMBACA
I Love You Too, Capt!
Nonfiksi"Lebih baik jadi perawan tua daripada balikan sama kamu!" Gadis berambut lurus sebahu itu berbalik dan bersendekap. "Jangan ngomong gitu, yang. Ucapan adalah doa loh, mau kamu jadi perawan tua beneran?" Ucap lelaki berseragam loreng itu sembari men...