Marry Me

520 23 0
                                    

Kiki dan Nina sedang memeriksa pasien saat IGD kedatangan tamu tak diundang yang sangat mengejutkan. Lelaki Chindo berkacamata dengan lengan kemeja yang digulung hingga siku. Keduanya saling menatap tak percaya.

"Kak, aku nggak salah liat kan?" Sekali lagi Kiki memastikan bahwa yang berada di sampingnya adalah Ryan. Keduanya tengah duduk di lorong rumah sakit. Lelaki itu hanya tersenyum.

"Sini aku cubit, biar kamu sadar, kalau aku bukan khayalan." Sahut lelaki Chindo tersebut sembari menarik hidung wanita di sampingnya. Si gadis memekik kesakitan.

"Nih kopinya," sahut Nina yang datang sembari menyodorkan dua gelas kopi ke arah Ryan dan Kiki. Ia turut duduk di samping Kiki.

"Kak Ryan mau ngapain ke sini?" Ujar Kiki. Nina turut menatap menanti jawaban Ryan.

"Ngapelin kamu, ngapain lagi?" Sahut Ryan sembari tersenyum.

"Masih pagi udah jadi obat nyamuk aja." Sahut Nina. Ryan tergelak.

"Emang kak Ryan ada perlu apa di sini? Kok bisa tiba-tiba muncul disini?" Ujar Kiki penasaran. Yang Kiki tau, Ryan sedang menempuh Program Pendidikan Dokter Spesialis di Surabaya. Dan seorang peserta PPDS, tidak mungkin seluang itu hingga ia bisa terbang dari Surabaya ke Papua.

"Nganter orang penting kemari. Urusan menejemen rumah sakit lah."

"Siapa?" Sahut Nina.

"Dokter Darmawan Sp. Btkv (K). Katanya mau ngirim ECMO kemari." Jelas Ryan.

"Itu mah bapak lo Ryan." Ujar Nina lagi. Ryan hanya nyengir kuda.

"Profesor Darmawan beneran papa kamu kak? Jadi rumor selama ini bener dong kalau kamu anaknya crazy rich Surabaya?" Nina menepuk jidatnya sedangkan Ryan tergelak.

"Kamu kemana aja neng? Itu udah jadi rahasia umum, bukan rumor lagi. Yang kamu pikirin si Iwan mlulu sih, mana tau gosip-gosip hangat macam gitu." Cerocos Nina.

Saat masih semester awal pendidikan dokter, memang ada rumor bahwa Ryan adalah anak dari pemilik Persada Hospital. Salah satu rumah sakit internasional terbesar di Jawa Timur. Tapi Kiki memang tidak pernah tertarik dengan kisah hidup orang lain. Saat itu ia masih terlalu bucin pada kekasihnya. Yang sekarang statusnya sudah menjadi calon suaminya.

"No comment sih kalo itu." Ryan menyesap es kopinya usai tawanya reda. "Eh weekend liburan mau nggak?" Ujarnya lagi.

"Wait, yang lo ajak siapa nih? Gue atau Kiki?" Sahut Nina. Kiki menyenggol lengan kakak iparnya itu. Ryan berdehem dan tersenyum.

"Elo masih aja nggak paham kode alam Na." Ryan menggaruk tengkuknya.

"Oke, I'm done. Gue pergi dulu kalau gitu." Nina beranjak pergi meninggalkan Kiki yang masih tenggelam dalam kebingungannya. Sekali lagi Ryan berdehem dan menegakkan duduknya.

"Mau kan Ki? Kemana gitu, diving, atau snorkling juga boleh." Kiki menghela napas panjang.

"Kamu ngajak aku liburan dalam rangka apa kak? Kamu kan tau sendiri statusku gimana sekarang ini."

"Kamu takut Iwan tau dan marah?" Tebak Ryan. Sekali lagi Kiki menghela napas panjang.

"Ya kak Ryan tau sendiri lah gimana sifatnya mas Iwan."

"Dia nggak akan tau kalau nggak ada yang bilang. Sekali ini aja Ki, mumpung aku libur dan bisa berdua sama kamu disini tanpa gangguan Iwan."

"Kita jalan-jalan aja ya kak. Ke pantai deket sini aja. Lagi pula aku nggak mau sampe ada apa-apa dengan persahabatan kalian, juga hubunganku sama mas Iwan." Ryan menghela napas panjang. Dalam hati ia merutuk. Sejak dulu, urusan Kiki, dia memang selalu kalah dari Iwan. Baik itu pertemuan pertama, juga tentang pernyataan cinta.

"Ya udah, jalan-jalan dekat sini, juga nggak masalah." Ucap Ryan pasrah.

****
Pada akhirnya, rencana Ryan jalan-jalan bersama Kiki benar-benar gagal total. Profesor Darmawan, harus sesegera mungkin kembali ke Surabaya untuk urusan manajemen rumah sakit yang katanya "Sangat mendesak." Ryan menghela napas panjang.

Dan jadilah saat ini ia menunggu Kiki di Lobi rumah sakit untuk menunggu Kiki pulang. Setidaknya ia masih bisa makan malam bersama Kiki pikirnya. Sedangkan Flight-nya hanya tinggal hitungan jam. Ryan dan papa-nya akan kembali ke Surabaya dengan penerbangan paling akhir malam ini, pukul sepuluh malam. Maka dari itu ia sebisa mungkin menyempatkan diri untuk bicara empat mata dengan Kiki sebelum ia kembali ke Surabaya dan Kiki kembali ke Jakarta.

Tidak ada yang spesial. Keduanya makanan di restoran yang menyediakan berbagai macam menu khas Jawa. Karena memang dari awal, bukan seperti ini rencana Ryan. Tadinya, ia ingin menyatakan cintanya pada Kiki di atas Danau Cinta, di pulau Misool. Tapi apalah daya, rencananya itu benar-benar kacau karena papa-nya.

"Jadi flight jam sepuluh kak?" Sahut Kiki membuka pembicaraan. Keduanya tinggal menunggu menu yang telah mereka pesan. Dan keduanya kompak memesan menu nasi gudeg.

"Iya. Padahal masih kangen sama kamu." Ujar Ryan memelas. Kiki tersenyum kecil.

"Lagian, suruh siapa ambil ppds di Surabaya."

"Salahin profesor Darmawan tuh. Udah seenak udelnya nyuruh aku kesana kemari." Kiki tergelak.

"Speechless banget waktu tau ternyata kamu anak crazy rich Surabaya."

"Iya nih, tapi biarpun papa katanya crazy rich, sayangnya yang nempel di aku cuma satu."

"Apa kak?" Sahut Kiki serius.

"Yang nempel di aku cuma crazy-nya aja." Sekali lagi Kiki tergelak mendengar Ryan berkelakar.

"Setelah stay di Surabaya nanti, janji ya sering-sering ngunjungin aku." Kiki menatap Ryan dengan penuh arti. Ryan menghela napas panjang kemudian melepas kacamatanya dan meletakkannya di atas meja.

"Ki, I wanna ask you something. Bisa jadi ini kesempatan terakhir yang aku punya untuk ngomong gini." Ryan menjeda kalimatnya beberapa detik untuk mengamati respon lawan bicaranya. Kiki masih diam dan mendengarkan. Bukannya ia tidak tau dengan apa yang hendak Ryan katakan. Saat ini, ia sedang menyusun respon atas apa yang akan segera Ryan nyatakan kepadanya.

"Kita bukan anak kecil lagi. Jadi aku juga nggak akan basa-basi. Aku juga yakin kamu udah tau gimana perasaanku ke kamu lewat semua perlakuanku selama ini. Would you give me an honor to marry you?" Ryan meraih jemari gadis di depannya. Sedang Kiki hanya tersenyum dengan pandangannya yang masih lekat menatap Ryan.

****

Hi, I'm back. Thank you for voting this story. Enjoy and happy reading.

I Love You Too, Capt!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang