Pagi itu, di rumah kontrakan, Kiki, juga Nina, tampak sudah siap untuk berangkat ke rumah sakit. Usai sarapan, keduanya segera keluar rumah dan mengunci pintu saat tiba-tiba sebuah motor CBR berwarna hitam berhenti tepat di depannya. Lelaki berseragam loreng dengan mengenakan helm fullface hitamnya segera turun menghampiri dua gadis itu.
"Hello ladies." Ucap lelaki itu sembari melepaskan helmnya. Kedua gadis itu langsung mendelik kesal.
"Aduh, ini orang, pagi-pagi udah bikin mood swing aja. Gemes gue," Timpal Nina yang kini sudah sangat ingin menendang laki-laki di depannya itu.
"Ngapain sih mas kesini, darimana kamu tau kalau kita tinggal disini?"
"Apa gunanya ini, kalau cuma alamat kalian aja aku nggak bisa dapetin." Ucapnya sembari menunjuk dua balok hitam di krah baju sebelah kanannya.
"Ngapain kesini?" Timpal Nina, ketus.
"Mau jemput pujaan hati gue, boleh dong gue bawa dia? Mau ngajak sarapan bareng."
"Udah sarapan!" Sahut keduanya bersamaan.
"Kalau gitu temenin makan ya, yang. Nggak enak makan sendirian."
"Nggak boleh!" Sahut Nina tegas.
"Gue nggak nanya ke lo, Nina. Gue nanya Kiki. Mau ya, yang? Please."
"Nggak bisa Ki, kita udah telat." Nina menarik lengan Kiki, detik berikutnya Iwan juga melakukan hal yang sama.
"Bentar aja, yang. Please." Iwan meraih tangan gadis di depannya dengan wajah memelas. Sang gadis tampak sedikit bimbang.
"Lo nggak ada kerjaan lain ya, selain gangguin Kiki?" Ucap Nina sembari memijat pelipisnya.
"Aduh Na, please deh lo diem aja. Gue lagi ngomong sama Kiki. Bukan sama lo,"
"Ki, jangan sampe ya, lo terpengaruh lagi sama mulut manisnya. Inget, lo dulu di buang gitu aja sama dia."
"Jangan dengerin dia, yang. Justru aku kesini, aku pengen perbaiki semua kesalahanku yang dulu. Aku akan lakuin apapun, asal kamu mau maafin aku. Kasih kesempatan ya, please."
"Lama-lama disini jadi pengen muntah gue."
"Ya udah sana pergi. Biar nggak ganggu gue sama Kiki melulu."
"Dasar lo ... " Nina mengepalkan tangan dan mengacungkannya ke udara. Ia begitu kesal melihat tingkah Iwan. Ia berlalu meninggalkan Iwan dan Kiki di depan rumah.
"Bye, calon kakak ipar. Hati-hati dijalan." Teriak Iwan kemudian. Namun Nina sama sekali tak menggubrisnya.
****
Setelah berkendara sekitar sepuluh menit, motor hitam itu berhenti tepat di depan gerobak bubur ayam. Keduanya turun dari motor dan duduk di samping gerobak.
"Dua pak." Ujar Iwan sembari menaikkan dua jarinya.
"Siap."
"Kok dua sih? Aku udah makan."
"Bukan buat kamu."
"Terus buat siapa?"
"Buat aku semua lah. Kamu kan tau porsi makanku."
Kiki mendengus sebal. Lelaki di depannya ini memang tak pernah gagal membuatnya kesal. Jika sebagian besar prajurit telah di setting menjadi pribadi yang kaku dan lurus, berbeda dengan prajurit yang satu ini. Jiwa usil, tengil dan suka mengganggunya tak pernah hilang dari dirinya semenjak dulu.
"Basa-basi kek, 'kamu makan juga ya?' Gitu, paling nggak tawarin minum lah. Heran, katanya mau perbaiki kesalahan, tapi nggak ada usahanya sama sekali." Iwan nampak menahan tawa mendengar ocehan gadis di sampingnya.
"Nambah satu ya pak. Nggak pake kacang, sambalnya yang banyak. Minumnya es teh tawar." Ucapnya kemudian.
"Kok di pesenin, aku kan bilang udah makan."
"Gimana sih, tadi protes karena nggak di tawarin, sekarang udah di pesenin protes juga. Wanita emang susah dimengerti." Ucapnya sembari menggelengkan kepala.
"Aku nggak minta kamu untuk ngertiin aku kok. Aku cuma mau, kamu berhenti ganggu aku. Bisa kan?"
Iwan mencondongkan tubuhnya dan mendekatkan wajahnya pada gadis di depannya. Sontak sang gadis yang tengah memainkan ponselnya itu, terkejut. Mendadak jantungnya serasa ingin melompat dari tempatnya.
"Kalau aku nggak mau gimana?" Napasnya tercekat, jarak keduanya begitu dekat. Aroma tubuh maskulin itu membuatnya benar-benar membisu.
"Ehem." Tukang bubur datang dengan membawa nampan berisi tiga mangkuk bubur ayam dan dua gelas es teh. Iwan menegakkan tubuhnya kembali.
"Silahkan pesanannya. Mas, mbak." Tukang bubur itu tersenyum ramah.
"Terimakasih pak." Ucap keduanya bersamaan.
"Aku tuh, kalau makan bubur deket kamu, rasanya pengen muntah." Ucap Kiki ketika melihat lelaki di sampingnya mulai mengaduk seluruh isi di dalam mangkuknya. Iwan mengerti maksudnya. Karena ia adalah anggota dari tim makan bubur diaduk, sedangkan Kiki dari tim makan bubur nggak diaduk.
Iwan segera menghentikan aktifitasnya mengaduk bubur dan mulai memakan buburnya dari pinggir tanpa diaduk. Mau tak mau ia mengikuti peraturan yang telah gadisnya terapkan dalam hal makan bubur. Bukan masalah besar jika hanya makan bubur tanpa diaduk, perjuangan yang lebih besar akan ia hadapi setelah ini. Perjuangan menahklukkan kembali hati gadis yang ia cintai.
****
"pagi-pagi udah cemberut aja. Kayak kesel gitu bawaannya, kenapa calon istri? Ada yang ganggu kamu?"
Diruang dokter, nampak Nina tengah meluapkan kekesalannya atas ulah Iwan pada Kevin melalui video call.
"Teman kamu tuh bikin kesel. Dari sekian banyak daerah di daratan papua, kenapa dia harus satgas di sini coba."
"Temen yang mana, yang? Kamu kalau ngomong, pake pendahuluan dulu gitu, jangan langsung inti, bikin bingung."
"Ya temen kamu si Iwan itu. Kok bisa sih dia satgas disini, kenapa nggak di Afrika aja sekalian?"
"Oh, Iwan, iya dia emang satgas di Sorong, baru mau aku bilang. Kalian udah ketemu?"
"Udah, sekalinya ketemu langsung dibikin kesel sama dia. Adik kamu pasti bakal balik lagi sama tuh bocah. Kamu bilangin deh Kiki. Kemarin abis kencan di pantai, sekarang mereka pasti lagi sarapan bareng."
"bener gitu? Padahal udah aku peringatin itu anak, biar nggak deketin Kiki lagi. Ya udah, mereka biar aku yang urus nanti. Kamu jangan marah-marah, masih pagi. Udah sarapan belum?"
"Udah, Kamu kapan berangkatnya ke Aceh?"
"Tanggal sembilan, yang."
"Hemm, abis ini kita bakal bener-bener looonngggg distance ya, yang. Kamu di Sumatra aku di Papua."
"Ya nggak apa-apa, bentar doang kok. Aku cuma enam bulan, lah kamu setahun. Lagian kamu sih, pake pilih wahana iship jauh banget."
"Adekmu itu yang bikin aku berubah haluan. Pake di iming-iming i paket liburan ke Raja Ampat, siapa yang nggak mau sih?"
"Kiki banyak boongnya. Bukan paket liburan yang kamu dapet, dia jiwa petualangnya tinggi. Pasti kamu diajakin ke Raja Ampat tanpa fasilitas apapun, alias nggembel." Ucap lelaki itu sambil tergelak.
"Bener gitu yang? Wah, dikerjain dong aku?"
"Mau beli paket liburan buat diri sendiri aja nggak mampu, gimana beliin kamu. Nggak punya duit dia."
"Kurang ajar tuh anak. Ya udah kalau gitu aku mau cari Kiki dulu, biar aku kasih pelajaran dia. Beraninya ngerjain aku."
"Jangan sadis-sadis ya. Gitu-gitu adek ipar kamu itu."
"Iya iya, tenang aja. Nggak bakal mati kok itu anak. Aku tutup dulu ya, love you."
"Hmm, love you too, sayang."
****

KAMU SEDANG MEMBACA
I Love You Too, Capt!
No Ficción"Lebih baik jadi perawan tua daripada balikan sama kamu!" Gadis berambut lurus sebahu itu berbalik dan bersendekap. "Jangan ngomong gitu, yang. Ucapan adalah doa loh, mau kamu jadi perawan tua beneran?" Ucap lelaki berseragam loreng itu sembari men...