Kesempatan Kedua

406 24 0
                                    

"Kamu cantik banget."

Lelaki itu tak melepas pandang dari calon istrinya. Mata elangnya seakan enggan beranjak dari pemandangan indah di depan matanya. Sang gadis tersipu malu. Rona merah muncul di kedua pipinya.

"Jadi, kedatangan kami kemari tujuannya adalah ingin melamar putrimu untuk putra kami Iwan. Kiranya niat baik kami ini dapat di terima." Mayjen Surya membuka suara ketika seluruh hadirin telah duduk.

"Tentu Ya, kami sekeluarga telah menunggu kedatangan kalian sekeluarga. Terus terang, saya dan istri akan dengan senang hati menerima pinangan ini, tapi saya harus tanya putri saya terlebih dahulu."

"Ijin Ndan, apa boleh saya saja yang bertanya?" sahut Iwan kemudian. Di susul gelak tawa semua orang.

"Ini anak emang udah nggak sabar ingin nikahin anakmu. Takut kehilangan kayaknya."

"Ijin pa, perjuangan untuk dapetin dia susah soalnya."

"Ya udah Wan, kamu ngomong sendiri sama anaknya. Dia mau apa nggak sama kamu." Sahut Brigjen Wisnu.

Lelaki itu berdiri di hadapan semua hadirin. Mata elangnya menatap lekat kearah sang gadis. Ia menarik nafas dalam-dalam.

"Selamat malam dok," ucapnya kemudian.

"Malam mas," Keduanya saling melempar senyum.

"Boleh aku menyampaikan sesuatu?"

"Silahkan mas."

Lelaki itu kembali menarik nafas panjang sebelum berbicara.

"Tapi aku bingung mau mulai darimana." Lelaki itu menggaruk tengkuknya dan tersenyum. Kemudian sang ayah menghadiahi nya pukulan di pundaknya.

"Gimana sih, bikin malu aja. Kalau nggak bisa ngomong, biar papa aja." Bisik mayjen Surya pada anaknya.

"Iya, pa ini mau ngomong." Ucapnya pada Surya lirih. Sekali lagi Iwan menarik nafas panjang.

"Ki, aku nggak ingat udah berapa lama kita saling kenal, hari apa, tanggal berapa pertemuan pertama kita, aku bahkan lupa tanggal jadian kita dulu. Tapi satu hal yang pasti, Ki. Sejak pertama kali kita ketemu, di halte itu, sejak hujan memaksa kita berteduh saat itu, sampai akhirnya kita basah dan tertawa bersama, sejak saat itu, aku jatuh cinta ke kamu. Dulu, aku emang pernah nyakitin kamu. Tapi kali ini aku janji, aku nggak akan pernah lagi ngelakuin hal bodoh itu. Ki, Kamu mau kan nikah sama aku?"

Gadis itu mengusap sudut matanya yang sedikit basah. Kemudian menarik napas panjang. Sejenak menatap kearah kedua orang tuanya yang tampak mengangguk dan tersenyum.

"Iya, aku mau mas." Ucapnya singkat.

"Makasih." Iwan tersenyum lebar, sang ayah menepuk-nepuk pundaknya. Nirmala kemudian berdiri di dihadapan Kiki. Wanita itu membuka kotak bludru kecil yang sedari tadi ia genggam. Ia mengambil cincin yang ada di dalamnya dan memasangkannya di jari manis calon menantunya.

"Selamat sayang. Semoga kamu betah sama lelaki nyebelin kayak Iwan." Keduanya tersenyum dan berpelukan.

"Makasih ma."

Kedua pihak keluarga sepakat pernikahan akan di laksanakan satu tahun setelah pertunangan. Kiki ingin fokus mempersiapkan syarat-syarat untuk pendidikan spesialisnya terlebih dulu. Selain itu, pernikahan Nina dan Kevin juga akan di laksanakan beberapa bulan ke depan.

****

Siang itu, Kiki sedang berada di kampusnya untuk mempersiapkan dokumen-dokumen yang ia butuhkan untuk pendaftaran PPDSnya. Ia membutuhkan beberapa legalisir dari pihak kampus. Ia sedang duduk di taman saat Ryan menghampirinya.

"Hai," sapa lelaki berkacamata itu.

"Hai kak, kok disini?"

"Iya, ketemu prof Antariksa. Kamu mau legalisir?"

"Hemm, udah selesai sih, tinggal nunggu di jemput."

"Aku anter aja gimana? Sekalian main ke rumah kamu."

"Bang Kevin udah nggak tinggal di rumah lagi kak, dia udah pindah ke batalyon."

"Terus, kalau Kevin nggak ada, aku nggak bisa main kerumah kamu gitu?"

"Ya nggak gitu kak, tapi emang mau ngapain kak Ryan ke rumah?"

"Ya udah, kalau nggak boleh, kita cari makan aja gimana? Telpon yang mau jemput kamu suruh balik aja. Nanti aku yang anter kamu pulang."

"Tapi kak .... "

"Please, jangan nolak, jarang banget bisa ketemu sama kamu. Mumpung lagi disini. Ya?"

"Tapi nanti .... "

"Ayolah, mumpung sama-sama senggang. Setelah ini aku balik ke Surabaya loh." Ryan segera menarik lengan Kiki dan menyeretnya ke mobilnya. Ryan hendak membukakan pintu untuk Kiki saat seseorang memanggil namanya.

"Yan," Keduanya segera menoleh ke asal suara tersebut yang muncul dari balik mobil Ryan. "Udah selesai yang?" Sahutnya lagi sembari melepas cekalan Ryan di tangan Kiki.

"Udah mas."

"Ya udah, kita pulang." Iwan segera menggandeng lengan calon istrinya. "Satu lagi Yan, bisa kan lo menghargai status gue sama Kiki? Dia calon istri gue, dan lo itu sahabat gue, bisa kan lo nggak bikin ribut?"

"Masih calon kan? At least, gue masih ada kesempatan buat ambil hati dia." Sahut Ryan. Iwan mengepalkan tangannya.

"Lo sengaja mancing emosi gue Yan?"

"No, ngapain? Gue nggak mau berantem sama sahabat gue sendiri. Gue bisa kok bersaing secara sehat." Iwan hendak maju dan menghajar sahabatnya, tapi Kiki segera menahan lengannya.

"Kak, tolong jangan bikin keadaan jadi runyam. Kamu udah denger kan jawaban aku?"

"Kamu bodoh Ki, dia udah pernah selingkuh, apa kamu bisa jamin dia nggak akan selingkuh lagi di masa depan? Once a cheater, will always be a cheater."

"Semua manusia pernah melakukan kesalahan. Dan semua manusia berhak atas kesempatan kedua begitu juga dengan mas Iwan. Bisa kan kak Ryan hargai keputusanku? Kita pergi sekarang mas." Ujar Kiki sembari menggandeng lengan tunangannya.

****

I Love You Too, Capt!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang