2 :: Don't Want!

138 65 9
                                    

.

.

Voment dulu guys

.

.

Areum menggenjot Sepedanya

Terakhir meriksa jam tangan, jarumnya sudah
menunjuk angka sembilan. Dia tahu kali ini nasibnya apes. Padahal dia udah kadung janji sama Appa untuk pulang nggak lebih dari jam delapan.

Sial! umpatnya dalam hati. Serentetan alasan berkelebat di kepalanya.

Hah! Percuma! Mending langsung ngaku aja: Tadi lupa daratan, lupa udara, lupa lautan, lupa diri, soalnya pertandingannya
superseru.

Lupa ulangan Kimia besok, lupa bikin PR Mat.

"Kamu dari mana aja, Areum?" tiba tiba suara Appa yang berat membuat langkah Areum yang mengendap-endap selagi memutar masuk lewat pintu belakang terhenti.

" Lho, Appa ngapain di luar? Banyak nyamuk lho!" Areum berlagak lugu. Appa nggak tersenyum. Mukanya lempeng dan nggak bisa dibaca.

Marah? Kecewa? Nahan napas? Nggak mungkin mules, kan?

"Ini datang tadi pagi. Dari sekolah." Appa menyodorkan amplop putih dengan kop sekolah Areum.

Areum menelan ludah.

S-I-A-L!

Areum mengulurkan tangan, meskipun mulai sedikit gemetaran. Senyumnya menolak muncul. Jantungnya yang tadi mulai tenang sehabis genjot sepeda sekarang kembali kebat-kebit.

"Kamu pasti sudah bisa menduga isinya apa," kata Appa, suaranya tenang dan terkendali. Makin tenang berarti kesalahan Areum makin besar. Tapi serius, Areum nggak tahu apa isi surat itu.

Sial! Apa sih isi surat itu? Apa? Apa?

Kalau Areum sampai salah tebak, Appa bakal tahu kesalahan Areum yang lain, yang selama ini rapat-rapat disimpan! Bahkan mungkin penyebab dia kena hukuman kerja rodi nyikat WC! Jadi, gimana dong? Pasang muka bloon?

"Gimana, Areum?" tegur Appa.

Areum mendongak ngeri sambil memeras otak.

Appa diam saja. Menunggu.

Oh, geledek dan segala bangsanya, samber aja deh gue sekarang!

Areum memohon khusyuk di dalam hati. Terus Areum mengangguk ragu. Pose mati kutu sambil meremasremas tangan. Matanya mulai terasa panas.

"Coba kamu pergi ke kamar, mandi, makan, lalu baca
baik-baik surat itu. Janji, Areum?"

Areum memandang Appa. Hatinya lega, dan air matanya seperti langsung mendapat izin untuk merebak.

Dia nggak ngerti apa yang bikin Appa urung marah.
'Tapi tadi Appa minta janji, kan? Baik, Pak! Siap, Appa!' Areum janji dalam hati. Janji.

'Appa mau janji apa aja, Areum kasih deh. Ara lega banget nggak jadidiomelin, dimurkai, dikutuk jadi batu... '

"Imo mana, Appa?" tanya Areum sebelum masuk.

"Sudah tidur kayaknya. Tadi katanya pusing, makanya nggak nunggu kamu."

"Oh. " Areum berpaling dan melangkah masuk. Biasanya Imo selalu menunggu Areum pulang. Selalu begitu semenjak kecelakaan yang merenggut Mama tujuh tahun lalu. Areum bergegas menyingkirkan kenangan menyakitkan itu. Dia beranjak masuk, lalu menghentikan langkah ketika suara Appa terdengar lagi.

Puzzle Love | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang