02▪ Planing 2

2.3K 296 142
                                    

"Dari sekian banyak manusia di muka bumi, hanya pengusiklah yang pantas untuk mati!"


♡Happy Reading♡



London, Inggris

Hampir dari semua manusia tujuan hidupnya yaitu kerja, kerja, kerja! Mereka merasa tak sabar ingin menghasilkan uang sendiri, membeli keinginan hasil keringat sendiri. Nyatanya, kerja tak seindah yang di bayangkan. Jika berpikir mempunyai perusahaan besar, lebih nikmat daripada menjadi seorang kuli bangunan, sebenarnya itu tidak sepenuhnya benar. Semakin tinggi usahanya, semakin sulit hal-hal yang harus dihadapi. Memang betul, perihal uang lebih lancar, tetapi pekerjaan mereka lebih menggunakan otak yang keras untuk berpikir tentang detik demi detik kelanjutan perusahaannya. Hasil yang tinggi, mempunyai resiko yang lebih tinggi.

Para karyawan mulai berdatangan, mereka segera memasuki ruangan kerjanya masing-masing. Namun, masih saja ada yang berbincang di luar, sekedar melepas rindu dengan kekasih yang telah mengantarkannya ke kantor. Padahal, jam kerja mereka tinggal beberapa menit lagi untuk dimulai. Memang jika sudah bersama kekasih, dunia seperti milik berdua, orang lain seperti angin lalu dalam hidupnya.

Alinka turun dari mobil Lamborgini Reventon yang ia gunakan, kaki jenjangnya mulai menapak pada aspal jalanan. Kini, dirinya telah sampai di gedung Rolando Corp, kacamata hitam bertengger pada hidungnya, rambut digerai panjang dengan indahnya. Ia mulai berjalan dengan anggun, diikuti dua pengawal yang telah turun dari mobil SUV hitam yang sejak tadi mengikutinya.

Senyuman tipis terlihat pada raut wajahnya, tatkala melihat orang yang sejak tadi bersama kekasihnya lari terbirit-birit memasuki kantor ketika melihat Alinka yang mulai berjalan ke arahnya. Semua karyawan menunduk hormat pada Alinka, mereka sangat menghormati atasannya. Alinka tersenyum sangat manis, lalu mengangguk sebagai isyarat untuk mereka, agar segera menjalankan tugasnya.

“Bekerjalah sebaik mungkin, agar kalian merasakan betapa berartinya hidup.” Alinka tak henti-hentinya menebar senyuman, membuat mereka terkagum, sangat beruntung mempunyai atasan yang sangat ramah dan bijaksana.

Alinka berjalan ke arah lift, dengan cekatan pengawal yang berada di belakangnya memencet tombol lift segera, sehingga lift itu terbuka. Tujuannya saat ini adalah lantai 15, tempat di mana ruangan pribadinya berada.

Tidak membutuhkan waktu lama, kini Alinka telah sampai di ruangan pribadinya. Terduduk di kursi kebesaran, tempat paling nyaman yang selalu ia gunakan ketika bekerja. Sementara kedua pengawalnya, disediakan ruangan khusus di depan pintu ruangannya, agar tetap menjaga tanpa harus mengganggu.

Layar komputer yang menyala, beserta tumpukan berkas di samping komputer, kini berada di depan mata Alinka. Ia menatap malas berkas-berkas tersebut. Namun, mau tidak mau, ia harus mengecek sekedar untuk menggoreskan penanya pada kertas tersebut—menandatangani.

Setelah lama bergulat dengan penanya, ia menatap layar komputer. Tangannya dengan lincah meng-klik salah satu aplikasi, saatnya untuk bersantai melihat-lihat postingan orang lain pada instagram-nya.

“Ah, aku melupakan sesuatu,” gumamnya pelan.

Alinka mulai membayangkan pesta nanti malam. Ia berpikir keras, cara untuk membuatnya senang. Satu ide terlintas dalam benaknya, Alinka perlu menyiapkan jeruk lemon dan memerasnya, demi kelancaran pesta nanti malam. Ya, pesta penyerangan yang akan dilakukan pada kediaman Charlotte. Alinka membayangkan darah segar Charlotte bercucuran, menjadi semangat untuknya.

The Princess Of MafiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang