12 ▪ Starting Point

763 104 75
                                    

"Seperti de javu, lebih baik aku dokumentasikan saja."

Happy reading


London, Inggris

"Arghh, shit!"

Alinka tampak emosi, pagi-pagi ia sudah mengumpat. Sepertinya ada masalah yang cukup serius. Bantingan keras, seperti pecahan kaca atau benda semacamnya terdengar jelas, berasal dari kamar Alinka.

Maid bernama Lisa, mengurungkan diri untuk masuk ke kamar nona mudanya itu. Ia takut, tangannya bergetar. Lisa tidak ingin menjadi sasaran Sang Nona, apalagi jika harus mati dengan cara tragis. Ia melangkah mundur, lalu tergesa meninggalkan kamar Alinka.

Xander yang sedang mengambil air minum, tak sengaja ia tabrak. Lisa semakin kalut, menjadi salah tingkah.

"M-maaf, Tuan," ucapnya gemetar.

"Kenapa?" tanya Xander, menaikkan alisnya sebelah.

"A-anu, Tuan. Non Alinka marah besar, ia melempar benda-benda di kamarnya."

Xander menyimpan gelas di tangannya secara kasar, ia berlari menuju ruangan adik sepupu kesayangannya. Tidak perlu lama, tanpa permisi Xander berhasil masuk ke dalam kamar Alinka. Ia terkejut, pecahan vas bunga tercecee memenuhi ruangan tersebut.

"Apa-apaan kau ini, Alin?" Xander menatap Alinka heran. Lebih kagetnya lagi, topeng andalan Leader Black Tiger tergeletak di sana.

Alinka tidak menjawab, menoleh.  pun enggan. Xander menatapnya intens, dengan penasaran Xander memungut topeng berbalut kain sutra motif harimau yang tergeletak di lantai. Kain sutra yang menyelimuti topeng telah tercabik-cabik. Terdapat beberapa retakan pada kulit harimau yang menjadi bahan utama topeng tersebut. Xander menepuk bahu Alinka perlahan, ia paham apa yang adiknya rasakan.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Xander.

"Terkena lemparan vas bunga, aku tak sengaja menyimpannya sembarang." Alinka menunduk, menyadari kesalahannya.

"Sudahlah, ayo ganti pakaianmu! Kita cari bahan yang lebih modern dan kuat, lebih dari itu."

Tanpa menjawab, Alinka segera bergegas mengganti pakaiannya menjadi serba hitam. Kacamata hitam bertengger, wajahnya tertutup oleh masker. Ia menarik tangan Xander untuk keluar dari kamarnya. Mereka menuruni tangga secara perlahan, hening tidak ada pembicaraan.

Tak sedikitpun wajah cantiknya itu tersenyum, bahkan maid dan beberapa pengawal yang menyapa hanya ditanggapi dengan tatapan tajam dan menusuk. Mengerikan, seolah paham dengan apa yang dirasakan Sang Majikan, mereka pun akhirnya bungkam.

Setelah melewati berbagai ruangan di dalam mansion-nya, akhirnya mereka menemukan pintu utama. Alinka segera bergegas menuju mobil Lamborgini Reventon kesayangannya yang telah terparkir rapi di halaman.

Saat ia hendak membuka pintu mobil, tangan kekar mencekal pergerakannya. Ternyata itu Xander yang sejak tadi bersamanya.

"Biar aku yang mengemudi!" tegas Xander, seraya mengambil alih kunci dari tangan Alinka. Tanpa berkutik, Alinka menuruti keinginan sepupunya.

***

Mobil Lamborgini Reventon melaju cepat meninggalkan pekarangan mansion megah nan elit bak istana putri di cerita dongeng. Bukan sembarang, mansion tersebut luasnya berhektar-hektar, halaman yang indah dibalut dengan kaca, taman dengan khas hijau layaknya pegunungan, gemercik air terjun buatan menambah kesan keasrian taman tersebut. Hamparan berbagai jenis bunga, mengelilingi taman seolah-olah pagar kehidupan.

The Princess Of MafiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang