Bagian enam

152 13 50
                                    

Yuto membiarkan jejak langkah Ryosuke tersapu deburan ombak yang datang silih berganti dan hanya diam mengiringi langkah pemuda itu dalam keheningan yang meresapi suara angin yang berdesir pelan seolah berbisik ditelinganya.

"Gomenne Ryo-chan..." ucap yuto begitu pelan.

Langkah Ryosuke berhenti lalu kemudian membalikkan tubuhnya menatapnya dengan banyak emosi melintasi disana. Angin menerbangkan anak rambut yang menutupi wajahnya. "Aku selalu memaafkanmu.."

"Tapi itu tidak bisa mengembalikan kita seperti dulu lagi, ya?" entah pada siapa pertanyaan itu ditujukan.

"Apa yang kau harapkan? Aku sudah merusak semuanya!"

Yuto menggeleng, menolak semua asumsi yang merengsek masuk kedalam kepalanya. "Akulah yang seharusnya disalahkan disini. Aku sudah menyakitimu!"

Ryosuke tersenyum miris. "Ya, kau melakukannya dengan sangat baik. Rasanya bahkan masih sakit!"

"Maafkan aku, sungguh!"

"Aku tau kau menyesal. Tapi aku dan kau tidak akan pernah bisa mendapatkan kembali apa yang telah hilang."

"Karna itulah kau pergi?"

Kali ini Ryosuke menggeleng. "Aku hanya butuh waktu untuk menata kembali hatiku."

Yuto terhenyak dalam kebungkaman, melemparkan tatapan jauh ketengah lautan yang dikuasai kegelapan. Gelombang bergulung gulung menghantam karang dan membiarkan ombak memercikan angin dingin keudara. "Itu juga alasanmu menghubungi Kento alih alih seseorang yang lebih kau butuhkan?"

"Aku membutuhkannya Yutti!"

"Kau membutuhkan Kento? Apa maksudnya itu?"

Ryosuke tergelak untuk sesaat menyaksikan bagaimana ketika mata itu dipenuhi kilat ketidak sukaan ketika mulutnya menyuarakan nama Kento tanpa perlu bersusah payah untuk disembunyikan. "Bukan seperti yang kau pikirkan."

Yuto menggamit pergelangan tangan Ryosuke ketika pemuda itu akan kembali meneruskan langkahnya mengukir jejak diatas permukaan pasir pantai yang terasa hangat meskipun angin dingin berhembus dengan cukup kencang diudara.

"Katakanlah aku mabuk saat itu hingga tidak memikirkan akibatnya bagi kita berdua." tuturnya sembari mencengkram helaian indah rambutnya dengan wajah prustasi.

Seulas senyum sendu tersungging dibibirnya. Ryosuke menggerakan jemarinya untuk membelai perlahan kulit pipi Yuto yang terasa dingin, berusaha meresapi kehadiran pemuda itu disini bersamanya. Angin dingin menerbangkan wangi tubuh pemuda itu hingga membuat seluruh pikirannya hanya terselubungi olehnya.

"Tapi aku tidak mengerti dengan diriku dua bulan terakhir ini. Aku.... Aku sangat merindukanmu dan kupikir mungkin sudah waktunya untuk berhenti mendustai diriku sendiri."

Ryosuke hanya mampu menundukan wajahnya yang telah memerah sempurna, tidak mampu menatap sepasang mata hitam yang masih setia menatapnya.

"Jadi, maukah kau mengulang semua kembali dari awal denganku?"

"Kau yakin dengan apa yang kau ucapkan? Kau mungkin akan menyesalinya nanti."

Yuto menarik tubuh Ryosuke, membawa pemuda itu dalam dekapannya. Begitu dekat dengan hatinya, memeluknya begitu erat.
"Justru aku tidak pernah merasa seyakin ini sebelumnya."

Tidak ada kata kata. Ryosuke hanya melingkarkan kedua tangannya kesekeliling pinggang Yuto dan menyandarkan tubuhnya didada pemuda tinggi itu, membiarkan dirinya meluruh sepenuhnya didalam kuasa pemuda yang begitu dia cintai ini.

Untuk pertama kalinya dalam dua bulan ini Yuto merasa bagian hatinya yang telah hilang kembali utuh dan semua kesakitan sudah sembuh begitu saja seakan memang tak pernah ada luka menganga yang ditorehkan disana.

Rainbow (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang