Bagian Lima belas

134 11 61
                                    

Serasa bagai dicabut jantung Yuto. Ia benar-benar tidak sabar untuk bertemu Ryosuke. Wajah kekasih yang sangat diriindukanya selama lebih kurang enam bulan ini. Wajah yang membuatnya hampir mati karna terlalu menanggung kehancuran dan kerinduan yang terasa menyiksa.

Keito maklum perasaan sahabatnya ini. Iapun tau kalau Yuto sangat mencintai pemuda manis itu melebihi dirinya sendiri. Ia sadar berapa banyak ujian dan cobaan yang mereka hadapi taak satupun dapat menggoyahkan cintanya. Meski selalu salah paham yang jadi pemicu kehancuran itu.

"Semoga sekali ini akan menjadi. akhir yang indah!" harap Keito sambil menatap wajah sahabatnya itu. Benarkah ini adalah akhir yang indah bagi mereka berdua?

ππππππππ

Perlahan kelopak mata yang terpejam itu mulai terbuka mengerjap pelan lalu menampakan warna pucat dan sayu. Menatap wajah terpejam yang berlinang airmata sambil menggenggam tangannya. Wajah itu, hampir ia tidak mempercayainya. Serasa mimpi! Ia mengerjapkan matanya sekali lagi,berusaha meyakinkan bahwa yang dilihatnya itu bukan mimpi....

"Chii-chan.." panggilnya lirih.

"Yama...." Yuri membuka matanya dan melihat Ryosuke yang menatapnya sayu. Hatinya begitu senang sahabatnya sudah sadar.

"Ah, Kami-sama...yokatta...yokatta... akhirnya kau sadar juga..." katanya mengucapkan syukur berkali-kali saking senangnya.

"Chii-chan..." tangan lemah itu mengulur meraih pipi Yuri yang basah oleh airmatanya.
"Kau menangis... jangan menangis Chii..." dihapusnya airmata itu. Namun malah membuat Yuri makin menangis. Ditangkapnya tangan dingin dipipinya itu dan menciumnya berkali-kali diantara linangan airmatanya.

"Bakka...hiks...bakka... kenapa kau lama sekali perginya... Kau tidak tau kalau kami semua hampir mati merindukanmu. Kau memutuskan hubungan dengan kami, hiks...hiks...kenapa? Kenapa tak bilang kalau..kalau Aka-chan masih ada...kau...kau membuat kami cemas... Yama...hiks!" bahu Yuri terguncang karena tangisnya yang kian menjadi.

"Gomen....aku...aku tidak mau menyusahkan kalian. Yutti...dia tidak memerlukan aku lagi....keluargaku... Mereka juga tidak mencariku. Mungkin karna aku ini aib bagi mereka...jadi...kuputuskan untuk pergi menjauh.." ia mengelus perutnya yang besar itu.

"Sudah delapan bulan... Aka-chan juga sudah besar sekarang. Kalau aku tidak sempat...tolong...rawat Aka-chan untukku ya? Aku ingin dia mengenal ayahnya...dan juga sampaikan maafku pada keluargaku..." katanya lirih. Setitik airmata jatuh dipipi pucatnya yang telah tirus itu. Hatinya sakit,tapi ia masih berharap Yuto tau dan mau menerima anak mereka nantinya.

"Tidak...tidakk...hiks...tidak Yama-chan! Kau...tidak boleh bicara begitu. Kau harus bertahan! Kau harus kuat! Kita akan membesarkan Aka-chan bersama-sama nanti..." Yuri ikut menyentuh perut besar Ryosuke yang tertutup selimut tebal itu dan ikut mengelusnya sayang.

"Aka-chan akan menjadi anak pertama Jump. Dia akan menjadi anak yang manis dan bahagia." Yuri semakin terisak.

"Yutti...cepatlah datang! Yama-chan sangat membutuhkanmu..." teriak Yuri dalam hati.

"Chii...pelangi...aku ingin menamai anakku pelangi! Aku ingin dia kelak menjadi...pemersatu dalam keluarga kami. Dia...satu satunya anakku... jaga dia...untukku Chii...argghh...aghh.... aaarghhhh...." rintihnya ketika tiba-tiba sakit yang hebat menghantam perutnya. Sakit...perit...seperti disayat sebilah pedang yang tajam.

"Itte... Chii...arghhh...itte.." rintihnya pilu.

"Yama.... Yama....hiks...kau kenapa?? NEE-SAN...YUNA...NI-SAN...TOLONG.. TOLONG...!!! " Jeritnya keras. Yuri panik melihat sang sahabat merintih dan menggeliat kesakitan sambil meremat perut besarnya.

Rainbow (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang