Bagian Tiga

103 14 0
                                    

Yuto berjalan melintasi lorong yang terasa begitu panjang dengan langkah langkah lebar dan kemudian membuka pintu berpelitur mewah itu dengan sentakan keras.

"Apa apaan ini sebenarnya Yam-" suara direnggorokannya seketika tercekat ketika dilihatnya sang  ace jump itu tengah berbicara dengan Yabu dan Hikaru juga Yuri. Namun bukan itu yang menjadi pokus perhatiannya, melainkan koper besar berwarna biru berisi pakaian yang berada tidak jauh dari tempat Ryosuke berdiri.

"Kau mau pergi kemana?" kalimat pertanyaan itu muncul keluar begitu saja dari mulutnya. Keempat orang yang masih menatapnya itu lantas saling berpandangan untuk sesaaat dan tidak berapa lama Yabu, Hikaru dan Yuri memutuskan keluar kamar Yutoyama untuk memberikan keduanya privacy.

"Apa maksudnya ini, Yama-chan? Kau akan vakum dari kegiatan jump?"
Ryosuke tak menjawab dan hanya mendudukan diri disisi tempat tidur.

"Jawab pertanyaanku. Apa maksudnya ini semua??" suara Yuto meninggi. Ryosuke menghela nafas pelan.

"Aku sudah membeli apartemen, Nakajima-kun!"

"Nande?" suara Yuto meremas kertas yang ada digenggamannya sekuat tenaga hingga tidak berbentuk lagi.

"Apa kau sedang berusaha membalasku?"

Ryosuke hanya menggelengkan kepalanya lemah. "Iie! Tapi ini akan lebih mudah untuk kita berdua."

"Omong kosong! Kau pergi dari jump hanya untuk menghindariku. Tindakan pengecut macam apa itu? Kau ini tidak lebih baik daripada Ryutaro!"

Ryosuke yang memang sejak awal begitu lelah dengan semua beban dipundaknya bahkan sama sekali tidak bergeming membuka mulutnya untuk sekedar mengatakan bahwa semua ini tidaklah seperti yang Yuto pikirkan. Tuduhan Yuto tentang dirinyapun ditelannya bulat bulat.

Dia memang pergi dari apartemen jump bukan untuk vakum ataupun keluar dari jump tapi karena ingin menenangkan dirinya dari segala ketegangan, sama sekali tak berniat sedikitpun untuk menghindari Yuto meski lebih baik bagi dirinya untuk tidak menatap wajah orang yang dicintainya tetapi dipenuhi kesadaran bahwa cintanya hanya bertepuk sebelah tangan.

"Mengertilah Nakajima-kun!"

Yuto berdecak tidak suka mendengar suara Ryosuke yang terdengar begitu lemah dan lirih. Dia tau dialah yang memiliki andil terbesar dalam kelelahan yang menimpa Ryosuke. Dia juga yang membuat panggilan nama mereka berubah begitu formal. Dia telah menyakiti Ryosuke sedemikian rupa sehingga pemuda itu begitu terluka perasaannya.

Tapi dia bisa apa? Hatinya terus menentang untuk dirinya mengakui betapa sungguh dia tidak ingin pemuda itu pergi meninggalkannya.
Tidak! Bukan seperti itu yang dia harapkan.

"Kalau seperti ini caramu membalasku, omedetau kau berhasil Yamada Ryosuke..." desisnya kasar disertai rahang mengeras. Pemuda itu melangkah melintasi pintu kamar mereka dengan disertai hentakan kasar.

Ryosuke hanya mampu tergugu, menatap sendu punggung Yuto yang menghilang dibalik pintu dan sejurus kemudian menghela nafas berat.

Mengapa semua menjadi seperti ini?

Meyakinkan hati, Ryosuke lantas menyeret kopernya dengan langkah gontai menuruni tangga dan menemukan Yuto-pemuda yang telah tanpa sengaja menorehkan luka dihatinya-sedang duduk didepan televisi yang menyala meskipun dia tau pemuda itu sama sekali tidak menonton.

Setelah dirinya dilarikan kerumah sakit pasca jatuh pingsan ketika latihan berlansung karena kelelahan dan didiagnosa menderita radang otak, Yuto hanya satu kali menampakan diri untuk menjenguknya dan hanya berakhir dengan obrolan kaku diantara keduanya ketika para member meninggalkan mereka berdua diruang perawatannya.

Entah apakah sebenarnya pertengkaran yang telah terjadi antara mereka akhirnya terdengar oleh para member dan itu tidak sama sekali membuat keadaan membaik. Hubungannya dengan Yuto bisa dibilang cukup memburuk untuk ukuran orang yang telah bersahabat dan bergaul disatu atap yang sama sejak dari kecil bahkan selama beberapa tahun ini tinggal disatu kamar yang sama. Dan kenyataan bahwa hal yang mereka sembunyikan akhirnya menyebar dari mulut orang lain yang sama sekali bukanlah hal yang dia harapkan akan terjadi meskipun Jump telah dia anggap keluarganya sendiri.

Yuto memalingkan wajah untuk menatapnya ketika sudut mata pemuda itu menangkap kehadirannya diruang tamu dan kemudian memalingkan wajah, membuat Ryosuke hanya mampu menundukan wajah kecewa. Sepertinya tidak akan ada ucapan perpisahan untuknya dari Yuto. Yah, memangnya apa yang dia harapkan sebenarnya?

Ryosuke melambaikan tangannya kearah para member- tentu saja tanpa Yuto- ketika dirinya akhirnya melangkah masuk kedalam mobil jemputan  yang telah disiapkan manager untuknya dengan wajah kenapa rasanya dia tidak sanggup melihat raut kesedihan diwajah orang orang yang selama bertahun tahun telah berbagi tangis dengannya. Padahal dia pergi tidaklah untuk tidak bertemu lagi. Mereka masih bisa bertemu kapan saja meski tinggal berjauhan. Karenanya dia hanya mampu menundukan wajahnya dalam diam dengan mata yang terasa panas menahan airmata.

Dia tidak boleh menangis karena ini adalah keputusan yang telah dia ambil dengan kesadaran,  penuh dengan keyakinan bahwa inilah jalan terbaik untuk mereka. Sama sekali tidak menyadari sepasang mata yang bersembunyi dibalik bayangan terus memperhatikannya hingga tubuhnya benar benar menghilang ditelan jarak.

...............

Rainbow (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang