Claudia Aurora
Gadis rupawan dari Jakarta, memilih kuliah di Malang dengan alasan, "adem mah", jawabnya ketika dulu Ibunya bertanya.
Berparas cantik meski tak terlalu manis, karena sikapnya yang jutek abis.
Ia tak pernah peduli dengan kehidupan mereka yang bukan orang terdekatnya, namun sangat peduli saat ada orang yang membutuhkan pertolongannya.Ara menatap sekali lagi pantulan wajahnya di depan cermin setelah menyampirkan tas di bahu sebelah kanannya, setelah merasa cukup dengan penampilan dan riasan natural di wajah cantiknya, ia bergegas keluar menghampiri Nayla yang telah menunggunya di parkiran kosan.
"Tuan putri sudah siap?", Nayla bertanya dengan senyuman semanis mungkin. Ara tahu jika sahabatnya itu menyindirnya yang lama berdandan.
Ara cengengesan, "Ya maap, lo disuruh nunggu di dalem kagak mau"
"Kalau gue nunggu di dalem nih ya, gue pastiin lo tambah klemar-klemer dandannya!"
Ara tertawa dan mencubit pinggang Nayla karena gemas,
"Aw!"
"Hobby lu Ra gaada akhlaknya!".
Nayla menjalankan motornya menuju kampus dengan Ara yang membonceng di belakang. Hanya butuh waktu 5 menit untuk sampai di kampus tempat mereka berkuliah, karena kosan Ara yang memang sangat dekat dari sini.
Lalu, kenapa Ara ngga jalan aja ya?
"Males", hanya 1 kata itu yang selalu ia ucapkan ketika temannya yang bergantian bertanya alasan mengapa Ara tidak jalan kaki saja ke kampus, tiap hari selalu menebeng, naik ojol, atau diantar jemput oleh Azel.
"Lo ngapain? ", tanya Nayla melihat Ara yang memperagakan seakan-akan ingin melepas helm.
"Oh iya gue kan gapake helm!", Ara menertawai dirinya sendiri. Bodohnya kelewatan!.
Nayla menggeleng-gelengkan kepalanya."Ra?"
"Apaan?"
"Mabanya ganteng-ganteng ya", ucap Nayla tak pernah berkedip memandangi setiap mahasiswa baru (maba) yang melewatinya sepanjang perjalanan, khususnya maba laki-laki.
"Pacaran sama brondong kayaknya gemesin, Ra".
Ara memutar bola matanya malas, "Enakan sama yang lebih tua kali, dewasa!".
"Iya-iya pacarnya mas Azel yang dewasa", balas Nayla mencubit pinggang sahabatnya, sekaligus membalas perlakuan yang dilakukan Ara sebelumnya.
Ara tertawa hingga tak melihat jalan di depannya.
BRUK
"Aw", eluh Ara dengkulnya merasa sedikit nyeri.
"Eh maaf mbak nggak sengaja", ucap si penabrak, eh ralat ucap seseorang yang ditabrak Ara.
Ara mendongak melihat siapa yang mengulurkan tangan untuk membantunya berdiri.
1
2
3Ara terpana, ia terpaku pada wajah tampan pria imut-imut di depannya, subhanallah gantengnya gemesin banget ini maba, batinnya.
Nayla menggelengkan kepalanya melihat sahabatnya yang malah bengong, bukannya bangkit berdiri. Gregetan dengan Ara yang tak mengubah posisinya sama sekali, Nayla menarik berdiri tubuh Ara dan menyeretnya menuju kelas.
"Ganteng banget Nay itu maba tadi", seru Ara menggebu-gebu setelah duduk di bangku kelas paling belakang.
"Eh itu emang maba kan ya? Atau seangkatan sama kita? Eh atau malah kakak tingkat?"
KAMU SEDANG MEMBACA
May I try?
RomanceNayla tak pernah berkedip memandangi para maba, khususnya maba lelaki yang melewatinya sepanjang perjalanan. "Pacaran sama brondong kayaknya gemesin ya, Ra", ucapnya antusias. Ara memutar bola matanya malas, "Enakan sama yang lebih tua kali, dewasa...