ALI
Aku melangkahkan kakiku sepanjang pertokoan di orchard road. Aku menatap jam tanganku yang menunjukkan hari masih belum beranjak siang. Perutku juga belum meminta untuk diisi. Aku mengedarkan pandanganku ke etalase toko sepanjang jalan yang ramai ini. Teriknya matahari membuatku tak bisa lepas dari topi baseball dan kacamata hitamku.
Sesuatu yang terpajang di etalase sebuah toko perhiasan menarik perhatianku. Aku melihat sebuah charm bracelet dengan charm berbentuk dua pasang sayap bergantung indah di salah satu sisinya. Aku menghentikan langkahku dan menatap gelang itu lekat-lekat. Entah mengapa aku ingin membelinya untuk seseorang, dan satu-satunya orang yang terbayang di benakku adalah Prilly.
Aku melangkah masuk ke dalam toko perhiasan berdekorasi serba hijau toska itu. Aku menghampiri salah satu wanita berwajah chinese yang menyambutku dengan senyumnya.
"How can I help you, Sir?", tanyanya ramah.
"I think I want to see that bracelet over there.", kataku sambil menunjuk etalase depan toko.
"A minute please, Sir.", jawabnya sambil tersenyum, lalu pergi menghampiri etalase yang kutunjuk tadi.
"Here you go, Sir.", ia kembali dan menyodorkan gelang cantik berbandul charm berbentuk sayap tadi.
Aku mengambil gelang itu dari tangannya dan menatapnya lekat. Aku mendengar ia menjelaskan soal karat dari gelang emas putih tersebut. Ia juga menyebutkan gramnya. Aku tidak memedulikannya. Aku sibuk menatap gelang itu, sementara wajah Prilly terus muncul dalam benakku.
"Okay. I'll take it.", kataku singkat lalu menyodorkan gelang serta kartu kreditku padanya.
Ia tersenyum dan segera mengajakku ke meja kasir. Ia membungkus gelang itu dengan kotak hijau toska lengkap dengan pita nya yang cantik. Ia memasukkan kotak itu dan sebuah kartu garansi ke dalam kantong kertas yang berwarna senada. Aku membubuhkan tanda tanganku pada bill yang disodorkan seorang gadis kasir berwajah india padaku.
"She is a very lucky woman, Sir.", kata gadis chinese itu sambil menyerahkan kantong berisi gelang dan kartu kreditku.
"Thank you.", aku tersenyum tanpa menggubris pernyataannya tadi.
Maksudnya Prilly? Bukan. Bukan Prilly yang beruntung. Tetapi aku yang beruntung seandainya saja ia menerima cintaku. Aku yang akan menjadi laki-laki paling beruntung di dunia, pikirku. Ada rasa sesal ketika aku melangkah keluar toko itu dengan menenteng kantong berisi gelang cantik yang aku sendiri tak tahu kepada siapa aku harus memberikannya.
Aku kembali menyusuri pertokoan. Aku merasakan panas sudah semakin menyengat. Aku memutuskan untuk kembali saja ke hotel. Aku mempercepat langkahku menuju hotelku yang terletak tak jauh dari daerah pertokoan di orchard road itu.
------------------------------------------------------
Aku melangkah masuk ke lobby hotel. Sejuk udara air conditioner menyambutku. Aku menghela napas lega lantas menghampiri meja resepsionis. Aku mendengar sayup-sayup lagu sky full of stars dari coldplay mengalun. Aku merogoh saku celanaku ketika menyadari ponselku bergetar. Aku menatap layar ponselku dsn melihat nama Kak Riri berkedip seirama nada deringku.
"Halo, Kak?!", sapaku ketika telepon tersambung.
"Ali?! Lo baik-baik aja kan?", aku mendengar kekhawatiran dalam nada bicaranya.
"Ngga apa-apa kak.", jawabku singkat.
"Lo yakin ngga mau gue susulin kesana? Ngga mau ditemenin? Mama atau Kak Alya bisa kesana biar nemenin lo.", kata Kak Riri lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
wings of alter ego
FanficDigo dan Sisi dikirim ke bumi oleh Raja Oskya. mereka harus meninggalkan nightingale. cinta mereka diuji untuk bisa bersatu. identitas mereka diganti, sifat mereka ditukar. akankah mereka bertemu? akankah mereka mengingat satu sama lain? atau bahkan...