rejection

2.3K 230 34
                                        

ALI

Aku hendak menepikan mobilku di depan rumah Prilly. Tetapi sebuah sedan sudah terparkir lebih dulu di sana. Aku menatap mobil itu dengan penasaran. Siapa yang sedang bertamu ke rumah Prilly? Setahuku Prilly tidak punya teman lain selain Thea. Apa mungkin tamunya Thea, ya?, pikirku.

Aku lantas memarkirkan mobilku sedikit ke depan. Agak menghalangi pintu pagar rumah Prilly. Aku mematikan mesin, lalu menatap kaca spion sekilas. Aku menatap kedua mataku sendiri di cermin. Ali, ini saatnya, kataku dalam hati. Aku harus menyampaikan perasaan aku. Aku harus cari tahu bagaimana perasaan Prilly padaku.

Aku melangkah keluar dari mobil dan menguncinya. Aku mendorong pintu gerbang yang tidak terkunci dan melangkah perlahan menuju pintu depan. Jantungku berdetak cepat tak karuan. Aku menghentikan langkahku tepat di depan pintu kayu itu. Baru saja aku mengangkat tanganku hendak mengetuk pintu, pintu kayu itu mengayun perlahan ke dalam. Aku menurunkan tanganku dan melihat siapa yang keluar.

"Ali?", aku melihat Prilly menatapku kaget.

Aku baru saja hendak tersenyum. Namun kuurungkan niatku ketika melihat seorang laki-laki di belakangnya. Aku menatap mereka berdua bergantian. Ada rasa kesal yang tak jelas memenuhi dadaku. Mungkin aku cemburu. Namun aku berusaha terlihat biasa.

Aku sempat terlibat saling tatap agak lama dengan laki-laki berwajah keras itu. Ia menenteng sesuatu yang tampak seperti sebuah buku. Akhirnya ia memalingkan wajahnya pada Prilly.

"Nanti aku kirim lewat email ya 'Prill.", kata laki-laki itu pada Prilly.

Sesuatu meletup di dadaku mendengarnya ber-aku-kamu dengan laki-laki yang aku belum tahu siapa ini.

"Makasih ya 'Lex.", jawab Prilly.

Aku menggeser tubuhku memberinya jalan. Ia mengangguk padaku singkat sebelum berlalu meninggalkan kami berdua. Terdengar satu kali bunyi klakson, sebelum akhirnya sedan itu bergerak menjauh.

Aku kembali menoleh pada Prilly yang kini sedang bersandar di ambang pintu sambil menatapku.

"Ada apa 'Li?", tanyanya padaku.

"Gue ganggu ya?", tanyaku singkat.

"Ngga kok. Masuk yuk.", ajaknya lalu bergeser memberiku jalan.

Aku mengedarkan pandangan ke seluruh isi rumah Prilly. Aku melihat seorang wanita setengah baya sedang merapikan gelas dari meja ruang tamu. Ia tersenyum sekilas kepadaku, lalu membawa gelas kotor itu ke belakang.

"Ngobrol di atas aja yuk 'Li. Di ruang tivi.", ajak Prilly padaku.

Aku mengangguk singkat lalu berjalan mengikutinya menaiki tangga melingkar menuju lantai dua. Sebuah pojok yang hangat menyambutku. Sebuah sofa superbesar dan nyaman serta satu set home theatre menyambutku. Prilly mengarahkan tangannya ke sofa, mempersilahkanku duduk.

"Gue ganti baju bentar ya 'Li.", kata Prilly padaku.

Aku mengangguk singkat. Ia pasti kelelahan sehabis konferensi pers tadi. Mungkin ia juga sudah tidak nyaman mengenakan kaus promo film tadi. Aku menggapai remote tivi dan menggonta-ganti channel mencari acara tivi yang sesuai dengan keinginanku.

Tak lama Prilly kembali, ia mengenakan dress katun sederhana dan simpel, membuatnya tampak cantik. Ah, Prilly selalu tampak cantik bagiku, aku membatin. Ia menghampiriku dan duduk di sebelahku. Aku mendengarnya menghela napas panjang.

"Kenapa lo? Capek ya?", tanyaku tanpa mengalihkan pandangan dari televisi.

"Hmm.", jawabnya singkat.

"Tadi siapa?", aku menanyakan laki-laki yang tadi kujumpai di pintu.

"Alex? Dia ilustrator novel baru gue.", jawabnya.

wings of alter egoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang