PRILLY
Aku melihat gadis yang biasa melayani pesananku ada di balik meja kasir. Aku melempar senyumku yang kaku kepadanya. Ia membalas dengan senyum yang sangat manis.
"Selamat pagi. Hazelnut Latte?", ia menyebutkan pesananku yang biasa.
Aku mengangguk. Ia menekan-nekan tombol di mesin registernya. Aku menyodorkan lembaran uang bahkan sebelum ia menyebutkan nominal yang harus kubayarkan. Aku sudah sangat hafal karena pesananku tak pernah berganti. Ia tersenyum menerima lembar uang yang kusodorkan.
"Kamu pasti ke sini cari buku kamu ya?", tanyanya padaku.
"Buku?", tanyaku padanya.
"Iya. Buku catatan yang biasa kamu bawa.", katanya lagi.
"Jadi ketinggalan di sini?", aku terkejut sekaligus senang.
"Iya. Waktu kamu keluar terburu-buru beberapa hari lalu. Kamu tabrakan sama cowok itu, dia yang simpen buku kamu.", katanya sambil menunjuk seseorang yang mengenakan hoodie duduk membelakangi kami di sofa yang biasa aku tempati.
"Kamu tau dia siapa?", tanyanya padaku. Aku menggeleng.
"Dia A...digo Sya....", katanya berbisik hampir tak bisa kudengar.
"Digo Sya.. Siapa?", tanyaku memintanya memperjelas.
"Sssst. Jangan terlalu kencang.", katanya sambil meletakkan jari telunjuk di bibirnya.
Aku menatapnya bingung. Kemudian aku hanya memutar bola mataku sebelum akhirnya meninggalkan meja kasir menuju sofa tempat aku biasa menikmati latteku. Aku melangkah perlahan ke arah laki-laki tadi.
"Permisi.", aku menyapanya.
Ia bergeming.
"Maaf? Apa kamu Digo?", tanyaku padanya.
Kali ini aku melihatnya mengangguk-anggukkan kepalanya sambil menghentak-hentakkan kakinya ke lantai cafe. Aku melihat kabel earphone yang menjuntai ke ponsel di pangkuannya. Aku mengangguk paham. Kemudian menepuk bahunya lembut.
Ia tersentak. Lantas melepas earphone yang menyumbat telinganya dan menoleh ke arahku. Ia mengenakan kacamata hitam, membuatku tak bisa memastikan apa ia melihatku atau tidak. Yang jelas ia terdiam ketika menoleh ke arahku.
"Hallo?", aku menyapanya lagi sambil mengayunkan tanganku di depan wajahnya.
"Eh, Hai! Silahkan. Silahkan duduk.", katanya padaku.
"Ya ampun! Catatan gue!", mataku berbinar melihat buku catatanku yang tergeletak di meja.
Aku lantas menghambur menuju sofa kosong di hadapannya. Aku memeluk bahkan mencium buku yang kucari-cari berhari-hari hingga aku mengacak seisi rumahku. Kemudian aku teringat dan melempar tatapan penuh selidik ke arahnya.
"Lo baca-baca isi buku gue ya?", tanyaku ketus.
"Sedikit.", jawabnya.
Aku mengerutkan alisku. Menatapnya penuh selidik. Ia malah tertawa melihatku.
"Lo kenapa?", tanyaku kepadanya.
"Ngga apa-apa. Kenapa?", ia balik bertanya padaku.
"Kok pake tutup kepala? Kacamata item? Lo buronan ya?", tanyaku lagi.
"Sssstt!", katanya padaku sambil meletakkan jari telunjuk di bibirnya.
Aku hanya menatapnya bingung. Tak lama gadis kasir tadi datang membawakan pesananku dan pesanannya. Gadis itu tersenyum sebelum kembali lagi ke meja barista. Aku menatap latteku penuh damba. Akhirnya aku mendapatkan kopi pagiku, dan buku catatanku telah kembali.

KAMU SEDANG MEMBACA
wings of alter ego
Fiksi PenggemarDigo dan Sisi dikirim ke bumi oleh Raja Oskya. mereka harus meninggalkan nightingale. cinta mereka diuji untuk bisa bersatu. identitas mereka diganti, sifat mereka ditukar. akankah mereka bertemu? akankah mereka mengingat satu sama lain? atau bahkan...