01

134 52 97
                                    






Tidak ada firasat saat pengumuman kelulusan di dapat. Tidak ada yang mengira bahwa mereka akan terjebak dalam suatu sistem yang mencekam. Menjadi siswa Grawijaya, sekolah menengah atas terbaik di Indonesia, nyatanya tidak sesempurna yang pernah mereka kira.

Persaingan.

Olimpiade.

Peringkat.

Serta sistem penempatan siswa berdasarkan nilai dan prestasi tertinggi.

Semuanya tidak sesuai dengan prasangka orang-orang. Sekali terjebak, maka mustahil mendapat celah untuk kalah apalagi menyerah.

Terlebih saat direktur yayasan mendadak dikudeta. Semua hancur, semua berubah, hanya tersisa kecelakaan sistem yang amat menakutkan.

Siswa dijadikan sebagai objek uji coba pendidikan. Dijadikan kartu untuk meraup keuntungan sebesar yang mereka bisa.

Tidak ada ketenangan di sekolah elit itu. Belajar, ujian, dan persaingan.
Tapi, ada satu hal yang tak pernah lupa di benak setiap siswa. Mengenai kasus kematian yang dikenal sebagai tragedinya Grawijaya. Suatu peristiwa yang membuat nama Grawijaya perlahan memperlihatkan bentuk nyatanya pada siswa, walau sekuat tenaga para petinggi itu  berusaha untuk menghapus dan menghilangkan bukti bukti itu dari ruang ingatan semua orang.

Mereka mengira orang orang benar benar meninggalkan kejadian itu di belakang, tapi tanpa mereka sadari bekas yang tertinggal di ruang ingatan tidaklah sepenuhnya hilang. Sedikit percikan maka ledakan itu mencuat ke permukaan. Mengundang reaksi orang orang untuk bertindak lebih jauh. Bisa saja orasi terdengar karenanya. Memaksa undang undang untuk terlibat dalam penyelesaiannya.

Tapi kapan dan siapa yang akan memulainya, mereka hanya mampu berharap. Berdiam sebentar untuk menunggu momen itu agar tiba.

Berpicu dari insiden itu, maka beginilah cara mereka menyebut Grawijaya, si sekolah swasta pemilik konspirasi kelam negri ini.


***


Bukan hal baru di Grawijaya saat para siswa berdiam diri di depan layar untuk menyaksikan pengumuman olimpiade nasional. Ntah bagaimana caranya, tapi yang pasti sekolah mampu menghadirkan pengumuman yang sifatnya rahasia untuk dibeberkan lebih dulu. Membuat siswanya ketakutan karena ancaman posisi yang bisa saja bergeser.

Ketakutan itu terlihat di manik mata. Pun peluh di dahi yang mengucur karena rasa cemas yang semakin tak karuan. Tak ada yang tenang saat itu. Terlebih saat hitungan menit mulai bergeser di videotron.

Semua mata tertuju pada para kontestan. Mereka menyebutnya sebagai pusat bintang Grawijaya. Perwakilan setiap mata lomba yang sudah menjalani tes secara ketat di tingkat sekolah. Mereka yang menjadi terbaik diantara yang terbaik.p Merekalah siswa yang dipaksa untuk menang. Ditantang untuk tidak boleh merasakan kegagalan.

Seakan memang tidak boleh ketinggalan, wejangan dari direktur turut serta mencekik para kontestan agar semakin tertekan. Membandingkan dengan angkatan atas, seolah usaha mereka masih kurang di mata mereka. Melalui Videotron yang terpasang di aula, pria itu dengan lancar mengucapkannya.

“Saya mengucapkan selamat kepada semua siswa yang mau turut berkontribusi. Tidak peduli laki laki maupun perempuan, saya melihat kalian bekerja keras untuk semua ini. Tapi, kerja keras serta pengorbanan tanpa hasil yang sempurna, saya rasa itu sia sia. Kita Grawijaya, maka seharusnya kita mampu menjadi yang terbaik diantara yang terbaik, tanpa cacat, tanpa kekalahan!”

Ruang IngatanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang