07

40 16 0
                                    


🌿Waspada, typo bertebaran dimana-mana kaya kenangan mantan.
Harap beritahu bila bertemu typo!🌿

Vote dulu, nanti lupa! ❤
❤Komen dulu, sebelum di larang ayang❤
❤Share dulu sebelum di gombalin ayang❤

(Revisi)

Welcome to chapter 7

07. Antara Orang Tua dan Cinta




❤Happy Reading❤

***


Saat Skara mulai terbiasa dengan tatapan sinis teman-temannya di koridor, sebuah kabar buruk kembali datang. Di bawah sinar matahari terik, suasana sekolah yang awalnya kentara dengan sorakan kebebasan, mendadak berubah menjadi bisik-bisik cemas saat tiga unit mobil polisi datang, lengkap dengan dua unit mobil tahanan. Disana anggota Remorex duduk dengan wajah penuh luka, keadaan mereka menggenaskan. Seragam mereka penuh bercak darah. Tampaknya mereka terkena razia saat tengah tawuran.

Kondisi Kafka paling parah, lelaki itu mendapat luka lebam nyaris di seluruh bagian wajahnya, mata membengkak dan sudut bibir yang sobek.

Siswa berkerumun dengan wajah ingin tahu, susah payah guru menerobos. Beruntung, Kenzie, ketua OSIS SMA Grawijaya segera datang dan mengambil alih situasi.

Sesaat, semuanya mendadak hening, fokus mendengarkan penjelasan polisi yang berbicara serius dengan Bu Asma Verawati, selaku kepala sekolah SMA Grawijaya.

Berdasarkan penjelasan polisi, tawuran antara Mandala dan Remorex sudah membunuh setidaknya lima siswa Nusantara, satu siswa Grawijaya, 13 kritis, dan sisanya luka-luka.

Awalnya, rencana Kafka berjalan dengan mulus, nyaris setengah pasukan SMA Nusantara tumbang. Namun di detik terakhir, seorang anggota Mandala dari SMA Nusantara melakukan aksi di luar batas, tanpa pikir panjang menghabisi nyawa siswa Grawijaya dengan menggunakan batu. Terpancing emosi, Kafka langsung saja melayangkan bogeman mentah tanpa ampun. Menyebabkan siswa itu terkapar, ntah dari mana celurit itu berasal, Kafka dengan membabi buta mengarahkannya ke perut siswa itu, menusuk beberapa kali hingga siswa itu tewas menggenaskan.

Merasa tidak terima, anggota Mandala melayangkan puluhan batu kerikil. Dari sanalah tawuran yang hanya berniat merebut gelar pemenang, berganti haluan menjadi tawuran yang memperioritaskan kematian kubu lawan.

"Innalillahi wa inna illaihi raji'un." Bu Asma membuka kacamatanya, memandangi satu persatu siswa yang duduk di dalam mobil tahanan. Mereka masih bereaksi santai, seolah semuanya akan berjalan baik-baik saja, Bu Asma memijit kepalanya yang berdenyut. Pusing menghadapi sikap siswanya yang semakin di luar batas.

"Saya meminta agar pihak sekolah menghubungi orang tua siswa, sebab sejak tadi mereka semua sepakat untuk bungkam! " Bu Asma menoleh, memakai kembali kacamatanya. Dengan wajah menahan marah, guru itu berkata, "Baik, Pak. Kami sebagai pihak sekolah memohon maaf sebesar-sebesarnya, kami tidak nyangka peristiwa naas ini akan terjadi di lingkungan sekolah kami. Saya selaku kepala sekolah, menyerahkan semua keputusan kepada pihak kepolisian, kami setuju jika siswa kami di proses sesuai dengan hukum yang berlaku di negara ini!"

Polisi itu mengangguk, "Dan jenazah sedang melakukan proses autopsi di RS, kami turut berduka!" Segera polisi itu pamit undur diri, lantas berlalu memasuki mobil. Serine kembali berbunyi. Mobil bergerak pergi, menghilang di jalan raya.

Ruang IngatanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang