13

31 15 1
                                    

🌿Waspada, typo bertebaran dimana-mana kaya kenangan mantan.
Harap beritahu bila bertemu typo!🌿

Vote dulu,  nanti lupa!  ❤

(Revisi)

Welcome to  chapter  13

13. Skara dan Pesan Kematian

Siapin mental, hati, dan kata kasar sebelum scroll kebawah. Karena mengandung adegan mengkampretkan yang bukan untuk di tiru. Ambil baiknya dan buang jauh buruknya.

"Hubungan toxic itu terlalu sakit untuk di pertahankan dan terlalu berat untuk diakhiri"


HAPPY READING


Skara berlari menuju kelasnya. Syukurlah hanya ada Alora dan Elsa di kelas. Kedua gadis berbeda kepribadian itu terlihat santai nyantap bekal mereka sembari membuka topik seru. Elsa asik berbicara mengenai drama korea yang baru saja di tontonnya tadi malam, wajahnya memerah kala bercerita, bahkan tak jarang air matanya meluncur. Sebagai teman yang baik, Alora fokus mendengarkan, tapi sesekali tertawa karena ekspresi Elsa yang terlihat begitu lucu.

Saat Skara hendak melangkah masuk dan menceritakan peristiwa yang baru saja dialaminya, seketika niatnya urung. Hati nya merasa ragu, terlebih ia sangat mengenal Alora. Gadis berambut sebahu itu tidak akan tinggal diam. Skara yakin, Alora akan mengusut masalah ini sampai tuntas, walau nyawanya sendiri yang akan menjadi taruhannya.

Tidak!

Skara menggeleng. Gadis itu mengambil nafas dalam dan menghembuskannya pelan-pelan lewat mulut. Dengan langkah perlahan, ia masuk dan memutuskan untuk duduk di mejanya sembari mendengar obrolan kedua sahabatnya dari jauh. Sesekali Skara tersenyum tipis saat mendengar Elsa yang merengek pada Alora, meminta gadis itu pergi ke Korea dan memprotes drama yang sejak satu tahun lalu ia tunggu dengan gembira namun berakhir sad ending.

Namun tampaknya kebahagian itu tidak berlangsung lama. Kafka masuk seraya mendobrak pintu, ringan tangan lelaki itu menampar Skara hingga pipinya tertoleh ke samping.

“Kenapa sih lo harus kena bully segala? Ga bisa ngelawan?”

Kafka berteriak. Ia hendak menampar Skara sekali lagi, sontak saja Alora yang melihat prilaku kasar Kafka langsung bangkit dan mengebrak meja dengan keras.

“Lo itu cowok atau banci sih?!”

Antensi Kafka beralih pada Alora. Lelaki itu menendang meja dan menunjuk Alora dengan jari telunjuknya.

“Gue gada urusan sama lo. Ada baik nya lo diam dan keluar!”

Alora tersenyum miring, sang juara taekwondo tahun lalu itu menurunkan jari Kafka dengan jarinya. Tatapannya lamat-lamat memindai Kafka, tertera senyum remeh di wajah sawo matangnya.

“Urusan Skara, urusan gue juga. Lo nampar Skara artinya lo nampar gue.” Alora mengatakan semuanya dengan lancar dan tenang.

Plak!

Tak di sangka-sangka, dalam hitungan nyaris tiga detik, gadis tanpa anting itu menampar Kafka kuat. Kafka yang tidak sempat membuat ancang-ancang, refleks terdorong selangkah menghantam kursi.

Elsa yang sedari tadi menenangkan Skara dibuat diam tak berkutik, begitu pula dengan Skara yang reflek menutup mulutnya dengan kedua tangan.

“Satu sama,” cemooh Alora, ia berdecak beberapa kali, “Kenapa lo liatin gue?” tambahnya saat mendapati Kafka yang menatap garang padanya.

Ruang IngatanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang