Tiga

6.9K 860 52
                                    

Seperti biasa Mew selalu suka apapun yang Gulf sajikan diatas meja makan. Minggu pagi Gulf sudah sibuk mengurus kebun kecilnya dibelakang rumah. Mew sampai harus berulang kali memanggil bocah itu masuk untuk menemaninya sarapan. Ikan laut goreng yang disiram saus entah apa namanya itu--Mew tidak tahu yang pasti rasanya enak. Diseberang mejanya Gulf hanya diam seolah ingin mengatakan sesuatu.

"Ada apa?" Mew bertanya setelah mengenggak habis air putihnya.

"Aku akan pergi sebentar. Mungkin pulang sore nanti."

Mew menaikan sebelah alisnya. "Mau kemana?"

"Mengunjungi mendiang nenekku."

Mew mengangguk paham.

"...dan seorang teman lama."

Gulf tersenyum sangat berbeda. Mew memperhatikan itu--dan tak bisa menolong dirinya untuk tidak penasaran apa penyebabnya.

***

"Ohoo... Lama tidak bertemu. Jadi kau betah disini, hm?"

Mew bosan dan hendak pergi keluar desa mencari telepon umum. Ia berulang kali lupa hal ini--tentang keharusannya menghubungi Boss tentang apa yang ia alami. Namun, disinilah ia bertemu dengan Mild--salah satu teman Gulf yang juga menyelamatkan nya dulu.

Mew hanya membalas sapaan itu biasa. Dilihatnya Mild membawa ember berisi ikan-ikan segar yang baru saja ditangkap.

"Yah, tentu saja. Gulf sangat baik padaku."

"Tidak salah aku menyuruhmu tinggal dirumahnya. Gulf memang seperti itu--dia susah bergaul, temannya sedikit. Kadang aku menemukannya sibuk mengurus kebun karena tak punya teman mengobrol."

"Begitukah?"
Mew tersenyum kikuk.

Mild teringat sesuatu dan menyodorkan sekantung ikan laut kepada Mew. "Ini. Berikan pada Gulf. Setelah dia pulang, pasti dia agak murung. Aku selalu memberikan ini dan dia akan senang lagi."

Mew mengerutkan keningnya, menyadari keanehan pada perkataan Mild. "Kau tahu Gulf hari ini pergi?"

"Ah, wajar kau tidak tahu ya. Hari ini dia mengunjungi pemakaman."

"Neneknya?"

Mild mengangguk. "Dan juga mendiang pacarnya. Dia bodoh tapi romantis. Sudah hampir 2 tahun tapi masih saja merayakan hari jadi." Mild tertawa setelahnya.

Mew tak menangkap apapun yang lucu dari ucapan Mild. Yang jelas ia tak mau mendengarnya lagi.

***

Gulf meletakkan seikat bunga pada pusara neneknya. Satu-satunya keluarga yang ia punya. Mengatupkan tangan lalu memanjatkan doa untuk segala kebaikan yang neneknya lakukan semasa hidup. Sudah satu tahun dan Gulf hampir terbiasa--ya hampir. Kadang ia masih saja butuh perhatian lebih, kalau dulu masih ada sang nenek yang bersedia memperhatikan apapun yang ia lakukan. Namun, kini ia bingung karena tak ada siapapu  yang bisa ia mintai itu. Diusapnya lembut tanah kasar rumah abadi sang nenek.

"Sekarang ada yang tinggak bersamaku, nek. Dia baik dan kurasa bisa kujadikan teman mengobrol."
Gulf terkekeh karena teringat Mew.

"Aku akan hidup normal seperti biasanya. Jangan khawatirkan aku."

Selanjutnya Gulf bangkit. Berjalan beberapa meter menuju tujuan keduanya. Ia bersimpuh pada pusara lain. Senyum sehangat mentari ia berikan.

"Maaf aku tak pernah mengunjungimu lagi."
Gulf meletakkan flower crown buatan tangannya sendiri diatas pusara itu. Mengelus lembut pada batu nisan bertuliskan Som Paravee diatasnya.

The Moon Is BeautifulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang