Enam

6.9K 877 75
                                    

Gulf merasakan kepalanya berdenyut sakit--berputar dan membuat dasar perutnya naik. Ia memejamkan matanya sejenak agar dapat menetralkan bayangan bianglala berputar yang membuatnya pusing. Cahaya matahari yang masuk melalui celah jendela membuatnya paham jika ini sudah pagi--terlepas dari aroma alkohol tradisional yang masih menguar ditubuhnya. Gulf baru sadar jika kasur tua miliknya terasa sempit karena bukan hanya ia yang menempati--dan sejak kapan Mew mendengkur keras disebelahnya?

Gulf menghela nafasnya. Semalam ia bermimpi aneh--bagaimana bisa bunga tidurnya memaksanya dan Mew berciuman? Tidak, bukan memaksa--dimimpi itu ialah yang berinisiatif memulai. Gulf meringis berusaha duduk tanpa membangunkan Mew, dengkuran pria itu bahkan hampir menyamai suara sapi milik Ayah Pam. Gulf menatapnya--ia tak pernah ingat kapan terakhir kali ia mempersilahkan orang lain masuk kekehidupannya sedalam Mew selain Som waktu itu.

Gulf mengelus kepala Mew. Rasa lembut menyapa jemarinya. Dan akibat perbuatannya, si pendengkur itu terbangun dari tidur lelapnya.

"Ssshh---kepalaku."
Ringis Mew. Sebuah respon yang juga Gulf rasakan beberapa saat lalu.

Selanjutnya Mew duduk sambil menggaruk kepalanya. Gulf merasa lebih baik--walau usia Mew lebih tua, kadang pria itu bisa menghiburnya juga.

"Apa?"
Tanya Mew dengan matanya yang masih setengah terpejam, mendapati Gulf hanya diam menatapnya. Gulf menggeleng, dan membuat Mew akhirnya bisa melihat Gulf dengan pandangan yang jelas.

"Mabukmu sudah pulih?"
Tanya Mew. Memindai setiap inchi dari wajah menarik Gulf, sampai ia dapat melihat beberapa pori-pori disana, memastikan tak ada apapun pengaruh alkohol yang masih tertinggal.

Mew akui, Gulf yang sedang mabuk, memang cukup membahayakan dirinya.

"Tidak. Phi yang membawaku kekamar?"

Mew menggaruk kepalanya lagi. "Ck! Tentu saja, memang siapa lagi."

"Apa aku menciummu semalam?"

"Euh. Tentu sa--, jadi... kau ingat?"
Oh. Sial. Padahal Mew lah si korban dalam kejadian ini. Kenapa pula ia yang diserang panik.

"Tidak juga. Tapi aku bermimpi begitu--rasanya lumayan nyata."
Dan bagaimana bisa bocah menyebalka n ini berkata sedemikian tenangnya. Mew terlalu gengsi jika ia mulai diserang malu disini--sebagai respon ia hanya mengendikkan bahu ringan.

"Ya sudah-- jangan diingat. Lupakan sa--"

"Aku ingin mencobanya."
Sela Gulf. Mew hampir saja terjungkal jatuh dari kasur.

"Hah?"

"Aku hanya pernah mencium Som. Aku ingin merasakannya lagi."

Mew mendengarnya. Mendengar Gulf menyebut nama itu. Selanjutnya Gulf beringsut mendekat membuat deritan kasur terdengar. Mew bahkan belum sempat berkata apapun, kala bibir yang semalam ia cumbu kembali menyapa bibirnya.

Mew dapat merasakan beberapa perbedaan. Gulf mengalun lembut, Memaksa meredam kebiasaan Mew yang gemar berpagut kasar dan tegas. Dan Mew mendesahkan rasa kecewa.

Ciuman ini berbeda. Yang ada dikepala Gulf bukan dirinya.

Ketika Mew membuka mata ia mendapati kerutan disekitar mata terpejam Gulf. Sudah jelas jika pikiran bocah itu sedang memproyeksikan hal lain. Mew lagi-lagi kecewa.

Alunan lembut Gulf ia interupsi. Ranjang berderit keras ketika Mew beranjak membuat Gulf terbaring dibawahnya. Raut terkejut bercampur bingung tergambar diwajah polos itu--Mew melirik bibir Gulf yang memerah basah, ia kecewa berpadu cemburu Gulf mencumbunya dengan bayangan orang lain.

The Moon Is BeautifulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang