Tujuh

6.8K 876 74
                                    

Suara keras baling-baling helikopter adalah hal pertama yang bisa Mew tangkap ketika terbangun dari tidur sesaatnya. Nam menyambutnya dengan senyum sembari merapikan rambutnya yang berantakan terkena angin. Kepala Mew masih sakit berdenyut, dan Nam dengan sigap memakaikan headphone dikepalanya--agar suara helikopter ini tidak mengusik apa yang akan wanita itu katakan.

"Kau sudah sadar?"

Mew memejamkan matanya erat. Bayangan mengapa ia bisa berada diatas helikopter dengan ingatan terakhir yang ia ingat membentuk fakta yang saling berkaitan.

"Nam?"

Mew dibuat kaget setengah mati. Ia berharap dibalik pintu ini ada Gulf yang menyesali pertengkaran mereka. Namun, yang ia lihat kini benar-benar diluar dugaan nya. Wanita menyebalkan yang kebetulan sedang terikat pertunangan bodoh dengannya berdiri memamerkan senyum kemenangan yang merupakan penghinaan bagi Mew. Seolah mengatakan, 'dimanapun kau berada, aku pasti menemukanmu'. Dan sejauh apa perjalanan yang Nam tempuh bersama gerombolan pria berbadan raksasa dibelakangnya. Mew sampai kehilangan kata untuk sekedar memaki wanita ini.

"Kau sudah cukup bermain. Ayo pulang."
Suara Nam yang tenang seperti biasa membuatnya tersadar jika wanita ini punya kekuatan membawanya pulang. Mew yang dulu memasukkan kata 'pulang' dalam rencana minggat akibat skandal yang sedang ia jalani. Beberapa hal terjadi, dan akibat jatuh cinta membuatnya lupa akan hal itu.

"Kau memang sudah gila."
Sapaan pertama Mew untuk Nam. Wanita itu sudah kadung biasa dimaki Mew bahkan semenjak pertunangan mereka dimulai. Ia hanya merespon dengan tawa.

"Aku tidak tahu apa yang kau lakukan ditempat ini. Bersembunyi? Kau lupa jika aku memiliki kuasa untuk sekedar menghapus skandalmu. Seharusnya kau tidak bertindak bodoh dan sejauh ini."

Nam memang seperti itu. Keluarganya memiliki segalanya, dan keluarga Mew yang serupa tentu senang bisa menjodohkan kedua anak mereka dalam sebuah pernikahan.

"Terimakasih atas tawaranmu. Tapi aku belum akan pulanh hari ini, atau besok atau seterusnya."

Mew melihat Nam mengangguk paham. "Baiklah jika itu maumu. Tentu aku sudah siap menghadapi sifat keras kepalamu. Langsung saja!"

Nam memberi titah pada gerombolan pria berbadan raksasa dibelakangnya. Mew kelabakan ketika mereka semua mengunci pergerakannya.

"Hei! Sialan kau, Nam! Lepaskan aku!"

Mew memaki sembari melepaskan diri dari pria-pria raksasa itu. Sampai pada seberkas rasa sakit mendarat disudut lehernya.

"Apa yang--"

Mew tercekat saat salah satu dari pria-pria itu melepas jarum suntik kecil yang sempat tertanam dilehernya.

"Tenang saja. Itu hanya bius ringan. Lebih baik kau tidur sebentar, karena perjalanan kita lumayan lama."
Bisik Nam. Dan setiap kata yang wanita itu katakan, semakin membuat bayangan hitam melingkupi Mew.

Ya, segila itu wanita bernama Nam ini. Dan Mew tentu saja yakin ada campur tangan ibunya dalam kejadian ini. Helikopter yang sekarang ia dan Nam naiki adalah milik perusahaan keluarganya. Mew melirik kebawah, melihat hamparan laut yang sempat menakutinya dulu dan mempertemukannya dengan Gulf. Ia sudah pergi meninggalkam bocah itu sangat jauh, akan sangat bahaya dan bodoh jika ia melompat dan berenang kembali menemui Gulf.

"Tempatmu bukan disana. Seharusnya kau tahu itu."
Ucap Nam memberitahunya. Mew enggan berdebat, memilih tak menjawab perkataan Nam. Headphone ini terhubung dengan kru dan beberapa orang suruhan Nam yang juga naik dalam penerbangan ini. Akan sangat memalukan jika mereka beradu mulut dan diketahui banyak orang. Mew menghela nafas panjang, tempatmu bukan disana? Mew membenarkan. Tapi bagaimana dengan hatinya yang masih tertinggal disana?

The Moon Is BeautifulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang