SideStory

7.7K 849 79
                                    

"Ck! Jangan dekati aku dulu! Kau menyebalkan."

Gulf merengut melihat rajukan Mew yang tak masuk akal dibenaknya--pria kebanyakan ulah itu bahkan mengunci pintu kamarnya sendiri. Gulf bahkan tidak tahu kesalahan apa yang ia perbuat sehingga Mew mengurung diri didalam kamar begini. Mana Mew belum makan malam--kalau sakit kan Gulf sendiri yang kerepotan.

"Phi Mew--makan dulu na. Setelah itu lanjutkan lagi marahmu itu." Gulf mengetuk pintu kamarnya berulang kali--membujuk agar Mew mau keluar dan ikut makan malam bersamanya. Namun memang begitulah Mew nyatanya--sulit sekali membujuk bayi raksasa itu.

Gulf berusaha masa bodo--memilih tidur dikamar tamu dan membiarkan Mew membusuk bersama rajukan yang Gulf sendiri tidak tahu darimana asalnya. Tengah malam sekitar pukul 1 dini hari Gulf mendengar suara bising dari arah dapur--bersamaan dengan aroma gosong yang menyengat.

Gulf berjalan mencari kekacauan apa yang ada didapurnya--menemukan Mew sedang berkutat dengan penggorengan, spatula dan telur dadar gosong.

"Sini, biar aku buatkan sesuatu untukmu." Mew terkejut saat Gulf sudah ada dibelakang tubuhnya. Ia baru sadar sudah menciptakan kekacauan dapur pada tengah malam.

"Tidak usah--aku bisa sendiri." Jawaban Mew yang ketus membuat Gulf menghela nafasnya--mau sampai kapan Mew marah padanya? Sudah tahu lapar, masih saja gengsi.

"Terserah--aku mau tidur." Gulf memilih pergi dan melanjutkan tidurnya.

Dan ia memang sudah prediksi--selang 20 menit kemudian, Mew masuk kedalam kamar tamu dan membangunkannya.

"Apa lagi?"

Wajah gengsi bercampur harga diri yang terlalu tinggi untuk diturunkan Mew membuatnya ingin tertawa. "Tolong buatkan aku makanan na. Aku lapar--tidak bisa tidur." Cicit Mew dan Gulf berusaha mati matian menahan gelak tawa yang hampir saja pecah.

Dan selanjutnya Mew menunggu dimeja makan lengkap dengam sendok dan garpu yang sudah siap dikedua tangannya. Gulf terkikik geli, kenapa pria yang sudah kepala tiga ini bertingkah seperti anak kecil?

"Habiskan." Gulf meletakkan sepiring nasi hangat dan potongan sosis besar yang ditumis bersama saus tomat dan bawang bombay. Mew berbinar--tanpa banyak bicara memakannya dengan lahap.

Hanya lima menit dan makanan itu tandas tak bersisa. Gulf tertawa dalam hati--mau merajuk bagaimanapun, Mew tetap akan kalah oleh perutnya.

"Jadi... apa salahku kali ini?" Tanya Gulf pada akhirnya. Dan Mew yang sempat lupa tentang acara merajuknya, kembali menekuk wajahnya.

"Kau benar-benar tidak tahu?" Mew berdecak kesal. "...bahkan sudah menikah denganku masih saja tidak peka, huh?"

Gulf menggaruk kepalanya yang mendadak gatal--ia akui memang kadang tidak peka dengan segala kode-kode sulit dipecahkan milik Mew.
"Tentang apa, hm? Aku tidak pernah lagi lupa mengganti seprai kasur kan? Atau cincin nikahku sudah tidak pernah masuk kedalam saluran air lagi."

"Oiih, bukan itu. Gulf-ku manis." Mew gemas setengah mati. Kenapa Gulf bisa selamban ini berpikir.

"Jadi apa?" Gulf membuang nafas lelah."...katakan saja, biar aku paham."

"Kenapa kau tidak bilang melakukan pemotretan, huh?"

Gulf menaikkan sebelah alisnya--pemotretan apa yang Mew maksud. Aah, Gulf baru ingat. Lima hari lalu ia melakukan pemotretan karena iseng.

"Yang itu ya?" Gulf manggut-manggut karena baru ingat. "...aku sedang menunggumu di studio... karena kau lama datang--jadi khun Boss mengajakku melihat pemotretan."

The Moon Is BeautifulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang