"Pulau Phunai adalah salah satu dari sekian banyak pulai terluar Thailand. Predikatnya dalam statistik masih menjadi daerah tertinggal dengan pembangunan yang masih sedikit. Beberapa bagian disana memang belum dialiri listrik, komoditi tani dan peternakan menjadi ladang penghasilan utama masyarakatnya."
Nam mengangguk paham. Ia berbangga hati dengan koneksi serta fasilitas yang ia punya. Beberapa informasi yang John, asisten pribadinya dapat melalui berbagai sumber memudahkannya menarik beberapa rencana. Rasanya ia sedikit paham walaupun sebenarnya ia pusing sendiri. Berbekal hasil menguping yang secara tak sengaja ia lakukan kala Boss menerima telepon dari seseorang, ia tahu apa yang tunangannya itu sedang lakukan.
Mew walau tampan--tapi kadang pria itu bisa berbuat ceroboh. Bodonya lagi, ia mencintai pria itu.
"Apakah ada akses transportasi cepat kesana?"
John membuka lembaran-lembaran hasil pencarian informasinya. "Naik kapal selama satu malam lalu naik kapal kecil menuju pulau itu. Akses nya benar-benar sulit, kudengar disana juga banyak perompak."
Mendengar kata perompak, Nam bertanya-tanya bagaimana Mew bisa sampai dan selamat disana.Nam menghela nafasnya. "Aku akan meminta bantuan ayahku."
"Nam--maaf jika aku lancang. Tapi tidakkah kau terburu-buru? Bisa saja Mew punya alasan mengapa ia belum kembali sampai sekarang."
"Tidak. Mew tidak bisa lari dariku. Aku akan menggenggamnya, apapun yang terjadi."
Selanjutnya John tak berani menjawab apapun. Dilihatnya Nam sedang menghubungi seseorang melalui ponselnya. Hanya satu yang John simpulkan dari sikap majikannya ini, 'Perempuan ini benar-benar nekat.'
***
Mew tak habis pikir. Kadang Gulf bisa bertingkah aneh bin ajaib. Ia ingat semalam bocah itu tidur bergelung selimut sambil sesekali mengeluh dingin. Mew memberikannya madu hutan pemberian Pam yang kemudian diseduh dengan air hangat. Beruntunglah bocah yang lahir dan besar di desa macam Gulf bisa cepat pulih. Setidak ya begitu--anak itu baru saja sembuh. Namun yang ia lihat kini mau tak mau membuatnya jengkel sendiri. Bagaimana tidak, Gulf yang hanya berbalut handuk yang menutupi pinggang sampai setengah pahanya, sedang sibuk memasak. Punggung telanjang itu bisa saja kemasukan angin dan malah membuat Gulf sakit lagi.
"Kalau kau sakit lagi aku tak mau merawatmu."
Gulf menoleh kebelakang dan mendapati Mew sudah duduk manis dimeja makan sambil merengut. Yah, bagaimana lagi. Gulf buru-buru ingin makan, ia lapar dan melihat bahan makanan serta penggorengan miliknya yang menganggur, selepas mandi ketimbang pakai baju Gulf lebih memilih memasak.
"Aku lapar."
Jawab Gulf singkat. Memilih fokus kembali pada kegiatannya. Mew memperhatikan--baru kali ini ia melihat kulit telanjang Gulf.Tubuh bocah itu tinggi, walaupun ia beberapa senti diatasnya. Mew dari awal memang sudah menyadari warna kulit Gulf yang menarik. Punggungnya membentuk lengkungan yang indah, pundaknya tak terlalu lebar, bukan pundak yang nyaman untuk disandari seseorang, dan juga yang membuat Mew beberapa saat fokus pada bagian itu--lekuk pinggang Gulf yang ramping. Mungkin saja sebelah tangannya dapat melingkar sempurna disana.
Hell. Apa ia baru saja berpikiran kotor?
"Pakai baju, sial!"
Maki Mew. Gulf menoleh dan menaikan sebelah alisnya. Tumben sekali, masih pagi ia sudah diberi makian."Kenapa? Aku juga laki-laki."
"Tubuhmu itu mengganggu! Cepat pakai baju!"
"Au? Mengganggu bagaimana? Aku bukan perempuan yang ketika telanjang akan mengganggu pandangan."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Moon Is Beautiful
FanfictionMew Suppasit, aktor Thailand yang sedang naik daun. Skandal besar yang ia buat membuat geger seantero Thailand, memaksanya harus meninggalkan bangkok untuk sementara waktu. Hingga takdir gila malah membawanya tinggal di daerah terpencil diujung Thai...