'Maaf aku pergi tanpa pamit, ada pekerjaan yang harus kukerjakan. Sebelum berangkat aku minta ciuman pagi sedikit--cuma sedikit kok. Makan sarapanmu na.'
Gulf meletakkan kembali catatan kecil dimeja nakasnya. Ia penasaran apa yang Mew lakukan dipagi hari seperti ini. Gulf memilih bergelung selimut lagi--mengubur tubuhnya sebatas leher. Ketukan pintu terdengar dan asisten rumah tangga Mew menawarinya sarapan. Gulf bilang, ia akan turun sebentar lagi. Entah kenapa, ia dirundung perasaan takut melihat orang-orang--sebenarnya hanya Mew saja. Dan benae saja--ketika otaknya secara otomatis memutar kembali kejadian malam tadi--Gulf mencak-mencak tak karuan, wajahnya memanas tanpa sebab.
Mew mengatakan kata cinta. Wajar saja Gulf tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Semalam Mew hanya mengatakan itu tanpa kalimat penyerta lain, dan melanjutkan ciuman itu sampai Gulf kehabisan nafas.
"Dia bercanda?" Monolog Gulf bingung sendiri. Teringat perkataan Pam yang mengatakan jika gelagat Mew begitu ketara jika pria itu menaruh hati padanya. Tapi Gulf tak bisa menolong dirinya sendiri untuk tidak ragu. Lagipula apa yang Mew lihat darinya? Dan apa itu mungkin untuk dua lelaki berbadan tinggi seperti dirinya dan Mew? Gulf mengusap wajahnya kasar.
Rasanya Gulf terkena demam lagi--dadanya berdetak keras seolah mencapai telinganya sendiri, dan ia merasa aliran darah naik menuju wajahnya. Tapi apakah ia juga mencintai Mew?
"Jangan bermimpi, Gulf." Ia menggelengkan kepala mengusir pemikiran tinggi hati karena Mew mencintainya. Gulf masih denial--menganggap Mew hanya terbawa suasana dan asal mengucap kalimat tadi malam.
Tapi ketika Mew menciumnya, Gulf merasakan betul apa yang pria itu berusaha sampaikan. Gulf merutuki dirinya yang payah.
***
"Wanita itu kemarin mengganggu Gulf."
Mew menyedot kasar minuman bersoda melalui sedotan. Di jam rehat ketika ia sedang menjadi brand ambassador sebuah merek pakaian olahraga terkenal--Boss mendekatinya seperti biasa. Pria itu mengatakan untuk kegiatan yang satu ini ia tak bisa seenak jidat membatalkan sepihak. Mew mengerti, dan terpaksalah ia meninggalkan Gulf dirumah. Boss ber-hah ria setelah mendengar keluhannya. Mew berdecak mengingat kembali kejadian saat Nam mengobrak-abrik mood nya di restoran kemarin.
"Apa yang dia katakan?"
"Aku tidak tahu apa yang ia katakan pada Gulf--tapi dia mengatakan tentang pertunangan bodoh itu didepan Gulf."
Boss melihat betul raut kesal Mew yang begitu ketara. Mengenai Nam--yah wanita itu memang luar biasa. Kehadiran Gulf pun tak luput dari sepengetahuannya."Apa rencana Phi tentang pertemuan keluarga itu? Kudengar itu sebentar lagi." Mew mendengus mendengarnya.
"Apa yang kau harapkan? Seperti biasa aku tidak akan datang." Jawab Mew sambil mengecek isi ponselnya. "Sial--seharusnya aku membelikan Gulf ponsel."
"Phi Mew." Panggil Boss.
"Hm."
"Apa kau tidak berpikir jika Gulf akan pulang kembali ketempatnya? Maksudku--ia tak selamanya disini kan?" Boss memasang wajah serius. Mew ambil kesimpulan jika pria itu sudah mengambil kesimpulan hubungan jenis apa yang ada diantara dirinya dan Gulf. Dan hal tersebut juga sudah Mew perhitungkan--namun ia belum menemukan jawaban pasti.
"Aku sudah bertanya padamu ditelepon saat aku masih disana." Jawaban Mew membuat alis Boss naik sebelah. Selanjutnya Boss tertawa. Ia baru ingat hal yang satu itu.
"Lalu apa Phi terbawa suasana?" Tanya Boss lagi. Menatap Mew, yang balik menatapnya juga.
"Tidak. Ini bukan sekedar terbawa suasana. Perasaanku nyata." Jawaban Mew membuat Boss puas. Memang seperti itulah harusnya seorang lelaki berbuat. Mew sudah menunjukkan banyak peningkatan dalam perilakunya, Boss bersyukur hal itu bisa terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Moon Is Beautiful
FanfictionMew Suppasit, aktor Thailand yang sedang naik daun. Skandal besar yang ia buat membuat geger seantero Thailand, memaksanya harus meninggalkan bangkok untuk sementara waktu. Hingga takdir gila malah membawanya tinggal di daerah terpencil diujung Thai...