"APA?!" Teriak Naya kaget setelah mendengar cerita dari sahabatnya Dara. Namun berbeda dengan Naya, Raisa hanya memasang wajah serius.
"Eh Dar?" Raisa menatap Dara membuat sahabatnya itu menaikkan kedua alisnya menunggu dirinya berbicara. "Lo ngeh ga sih? Mereka kan sahabatan berempat tapi kenapa kak Vano doang yang tahu lo pernah pacaran sama Ananta?"
Brak. Dara dan Raisa tersentak saat Naya tiba-tiba menggebrak meja lalu menggerakkan jari telunjuknya.
"Maneh teh gelo?" Raisa memukul pelan lengan Naya yang cengengesan.
"Emang kak Vano gapernah ngomong gitu Dar sama lo?" Tanya Naya membuat sahabatnya itu menggeleng. "Berarti ada yang mereka sembunyiin."
"Emang gitu ya?" Dara nampak berpikir apakah perkataan Naya masuk akal? Apa yang kira-kira disembunyikan oleh Vano dan Ananta? Ahh entahlah Dara bingung dans esuatu terlintas di kepalanya. "Tapi kan kita gatau, kak Vano udah tau dari dulu atau pas kemarin aja?"
"Ya juga sih." Raisa membenarkan perkataan Dara. "Eh tapi, Ananta kan ke Indo sehari sebelum lo balik terus lo sama kak Vano masa iya mreka ngobrol lewat telfon terus lo ga denger."
"Hooh bener, lagian gamungkin lah kalau lo ga denger orang lo sekamar sama kak Vano." sambung Naya membuat Dara semakin berkutat dengan pikirannya.
"Lo sekamar sama Lea?" Ketiga gadis itu berbalik saat mendengar suara yang tak asing bagi mereka.
"Mereka ga ngasih tau lo?" Bukannya menjawab, orang yang ditanya malah balik bertanya membuat sang penanya menatap kedua temannya namun mereka hanya diam.
"Ananta lo ngapain disini?" Dara membuka suara menatap keempat pria yang duduk dibelakang mereka.
"Nyemperin kamu Lea." Bukan, itu bukan Wira tapi Iki membuat semua orang menatapnya bergidik.
"Itu dialog gue Ki." Sahut Wira memutar bola matanya. "Hai kalian, long time no see." Wira menyapa Naya dan Raisa yang menyambutnya dengan senyuman canggung.
"Jadi kalian ngomongin kita?" Tanya Vano yang berdiri dan duduk disamping Dara membuat gadis itu mengerutkan keningnya.
"Pede banget lo kak." Dara bergidik apalagi saat manik miliknya bertemu dengan manik milik Dipta yang sedari tadi tak buka suara.
"Eh awas lo, gaboleh nyolong start." Iki mendorong Vano agar menjauh lalu menggantikannya duduk disamping Dara membuat gadis itu tersenyum.
"Yaampun Dar, kalo lo gini entar yang ada gue naksir juga sama lo." Iki menggerakkan alisnya naik turun membuat Dipta melemparinya dengan sedotan.
"Jadi lo mau tau jawaban dari pertanyaan lo tadi?" Tanya Vano menatap Dara yang juga menatapnya penuh penasaran.
"Ikut gue ya?" Vano menengadahkan tangannya ke arah Dara menunggu sambutan tangan gadis itu namun bukannya Dara malah Dipta yang memegang tangannya.
"Ayo kak." Vano dengan segera melepaskan tangan Dipta memutar bola matanya malas.
"Lo jangan lupa sama perjanjian kita kemarin." Ucap Wira santai.
"Perjanjian apa?" Naya yang penasaran kembali membuka suara. Membuat Wira dengan senang hati menceritakan tentang perjanjian mereka.
"Loh, jadi kak Vano suka sama Dara juga?" Raisa menatap Dara dan Vano bergantian namun mereka berdua hanya diam.
Sedangkan Dipta hanya diam tak minat terlibat dalam pembahasan mereka, dia hanya setia menatap Dara yang kdang terlihat antusias, bingung, penasaran, mengerutkan kening, melebarkan kedua bola matanya. Dia bingung bagaimana bisa dia jatuh kedalam pesona gadis seperti Dara yang berbeda dari mantan-mantannya.
YOU ARE READING
DAMAI
Teen FictionDara, gadis yang hidupnya penuh dengan kehaluan kini harus menghadapi masalah yang sangat menguras kinerja otaknya. Bagaimana tidak? Dia terjebak oleh tiga lelaki yang menaruh rasa padanya dan anehnya lagi dia juga suka sama ketiga lelaki itu. "Aduh...