Dara terdiam di kursi penumpang. Loh? Bukannya tadi Dara bilang dia yang akan bawa mobilnya Vano? Iya memang. Tetapi Vano menolak dan berakhir dia yang menyetir mobilnya.
"Dar?" panggil Vano membuat gadis itu menoleh memberi tatapan 'apa?' meski Vano tak melihatnya.
"Gue mau ngaku." Lanjut Vano yang menepikan mobilnya, berbalik menghadap Dara menatap gadis itu lekat. "Gue suka sama lo."
Dara tersenyum geli. "Udah tau."
Namun senyumannya hilang saat Vano melanjutkan perkataannya. "Dari dulu, sebelum pacaran sama Wira."
Dara terperangah dibuatnya. "Kok bisa?"
"Lo inget lo kenal sama Wira di grup line kan?" Dara mengangguk membenarkan pertanyaan Vano sedangkan pria itu menghela napas panjang memantapkan niatnya membritahukan Dara yang sebenarnya. Dia sudah tidak bisa menyimpan ini lebih lama.
"Yang temenin lo pc-an selama dekat sama Wira itu sebenarnya gue." Vano menatap Dara khawatir namun belum ada reaksi dari gadis itu. "Dan karena itu gue udah mulai tertarik sama lo, pas lo nge-pap meskipun buat bales gue harus nelfon Wira berkali-kali biar dia ngirimin foto nya. Gue tau gue salah udah bikin lo berharap sama Wira, tapi gue gamau bikin lo sedih gue tau cara gue salah dan pas lo minta ketemuan sebenarnya gue udah putusin buat ketemu sama lo ditemenin sama Wira karena dia sadar dia juga bertanggung jawab atas hal itu. Tapi pas dia ngeliat lo, dia jadi hm percaya love at the first sight? Kata dia waktu itu dan ya, gue pergi nyimpen perasaan gue sampe sekarang."
Dara hanya tersenyum getir. "Dan dia beneran suka sama gue bahkan lucunya saat gue minta putus dia gamau?" Dara tertawa, begitu menyedihkannya dia dulu saat mencoba menggoda Ananta yang awalnya hanya iseng malah membuatnya baper karena Ananta begitu perhatian di chat yang ternyata Vano.
"Terus?" Dara kembali menatap Vano yang merasa bersalah.
"Gue mengalah, Wira temen gue dan gue gapapa gue mundur tapi gue pernah bilang sama dia kalo gue bakal ngerebut lo kalo dia macem-macem sampai akhirnya lo berantem sama dia gara-gara Nindi." Dara tersenyum miring mendengar nama itu, nama yang membuat hari-harinya bersama Ananta menuju kehancuran. "Gue udah ngingetin Wira tapi awalnya dia nyangkal semua itu, gue nyari lo dan setelah Wira ngomong kalo lo minta putus. Gue gabisa ketemu lo dimana soalnya rumah lo aja gue gatau dan hari itu idline lo juga udah gada. Gue sempet putus asa, coba lupain lo tapi gabisa, gue malah ketemu lo di event dance cover sayangnya lo tertarik sama Dipta." Kini giliran Vano yang tersenyum miring meratapi betapa tidak beruntungnya dia.
"Jadi lo mau gimana?" Tanya Dara datar membuat Vano meraih kedua tangannya.
"Gue mau berjuang, lo inget kan? Lo ngomong apa sama gue di rooftop? Lo ngijinin gue ngisi hati lo tapi dengan cara sehat karena Dipta juga deketin lo?" Dara mengangguk tersenyum manis kearah pria yang tidak disangkanya menyimpan perasaan yang dalam untuknya.
Awalnya Dara kesal karena Vano maupun Ananta pernah mempermainkannya tetapi dengan jujurnya Vano membuat kekesalan itu menciut menimbulkan respect terhadap pria di depannya.
"Yaudah selamat berjuang." Senyum Dara membuat Vano ikut tersenyum.
~~
Dipta, Wira serta Iki mendongak saat pintu rumah mereka terbuka menampilkan sosok Vano yang sumringah?
"Anjing lo." Umpat Wira melihat wajah menyebalkan Vano, yah siapa yang tidak senang saat gadis yang kita sukai dengan senang hati memberi semangat untuk perjuangin dia?
"Udah jelas ga sih si Dara bakal milih Vano? Kalian berdua mundur deh. Jangan sampe kejadian kayak tadi keulang." Sewot Iki yang langsung mendapat tatapan oleh Dipta dan Wira. "Apa lo? Tadi kalo bukan Vano lo bakal langsung dibenci sama Dara gara-gara nonjok dia, gila kali lo pake acara berantem segala." Iki melempar bantal kearah dua sahabatnya itu, dia juga kesal jika sahabatnya bersikap seperti ini hanya karena seorang gadis.
"Jangan karena kalian gue malah gasuka ya sama Dara, dia juga bilang kan sama kalian kalo masih tetep gini bakal benci sama kalian? Yaudah kenapa sih biarin Vano ngejar Dara, lo emang tega ngehalangin perasaan Vano lagi kali ini? Vano dah nunggu lama." Jelas Iki karena sudah kesal.
"Ki?" Vano menggeleng ke arah Iki agar sahabatnya itu berhenti berbicara namun gelagak itu ditangkap oleh Dipta.
"Maksudnya apa?"Dipta angkat bicara namun teman-temannya hanya diam, dia menatap kearah Wira yang tampak tenang. "Lo tau?" namun yang ditanya hanya mengendikkan bahu.
"Gue udah ngomong ke Dara soal ini Wir." Ucapan Vano membuat Wira tersentak menatapnya tak santai.
"Lo gila." Wira menggeleng tak percaya.
"INI APASIH?" Dipta tak sabar, bisa-bisanya ketiga orang ini membahas sesuatu yang dia tak ketahui.
Akhirnya Vano cerita yang sebenarnya, dia tidak mau ada yang dia tutup-tutupi selama berjuang memenangkan hati Dara agar kedepannya tak ada lagi masalah.
Dipta hanya diam setelah mendengar penjelasan dari Vano.
"Gue pikir ini bukan alasan gue bakal berhenti ngejar Dara, tapi gue janji caranya harus sehat. Sebesar apapun kita berjuang jawabannya ada ditangan Dara siapa yang pada akhirnya bakal dia pilih."
GImana nih? Aduh sebenernya aku udah mentok gatau bakal kayak gimana kelanjutannya:(
-caca
YOU ARE READING
DAMAI
JugendliteraturDara, gadis yang hidupnya penuh dengan kehaluan kini harus menghadapi masalah yang sangat menguras kinerja otaknya. Bagaimana tidak? Dia terjebak oleh tiga lelaki yang menaruh rasa padanya dan anehnya lagi dia juga suka sama ketiga lelaki itu. "Aduh...