Ketiga🍫

447 83 17
                                    

Untuk doa yang tidak pernah selesai.

Amin.
———————

"Hai, mas Geo?" Egi menjabat tangan Geovan selaku manager Dina Enam.

"Halo, mbak Egi."

Pagi ini, sesuai jadwal Dina Enam meeting sama Load—kantor agency—yang mengajaknya untuk meeting bahas soal project iklan. Iklannya apa, Geovan dan personel Dina Enam belum tau. Makanya mau dibahas sekarang.

"Kita langsung masuk aja ya?" Cewek itu berjalan menuntun Geovan dan 4 member Dina Enam untuk masuk ke ruang jahanam. "Kenalin kak. Ini Rara, Dino, sama Cindy. Mereka megang project ini juga." Egi memperkenalkan timnya satu persatu.

"Ohiya, mbak. Ada salah satu anak Dina Enam yang belum sampai sini. Kita udah call sih cuma..." Geovan mengangkat bahunya, tanda gak ngerti satu personel ini hilang kemana.

"Gak apa-apa. Kita mulai dulu aja soalnya saya ada agenda lain jam sepuluh. Takut gak sempet kalau harus nunggu."

"Ok, mbak. Maaf ya mbak?"

Egi membalasnya dengan senyum tipis. Dalam hatinya sudah teriak ingin mengamuk karena 'mereka' gak profesional. Harusnya dipersiapkan, gak boleh ada yang telat. Tapi sabaaarr, sabar Gi!

Cewek itu membuka pitching dan dilanjutkan dengan Rara yang membahas produk, Dino yang membahas finansial dan Cindy yang membahas mekanisme iklan.

"Ya, jadi..." belum selesai Egi menarik kesimpulan. Pintu ruang jahanam terbuka dan terdengar suara nafas laki-laki yang gak beraturan. Suaranya menganggu konsentrasi Egi.

"Sorry sorry"

Bassist Dina Enam, Brian.

"Maaf, mas. Kita lagi meeting." Egi menusuk Brian dengan tatapan sinisnya.

"Mbak, dia anak Dina Enam... yang telat..." Geovan memberi kode ke Brian untuk cepat duduk sebelum project managernya berubah pikiran untuk mengubah brand ambassador.

"Oh."

Egi melanjutkan kalimat pamungkasnya.

"Ohiya, lain kali saya gak mau ya ada kejadian begini lagi. Apalagi kalau misalnya, MISALNYA kita jadi ngerjain project ini. Terus kita punya jadwal shoot jadi berantakan dan molor karena satu atau dua personel."

"Maaf ya, mbak." Brian berdiri dari kursinya dan setengah membungkuk sebagai permintaan maaf. Hatinya tetap ngedumel, "lagian siapa yang ngide meeting pagi begini, sih?"

"Btw, mbak... siapa namanya?"

"Egi, bodoh" Surya menjawab cepat pertanyaan Brian.

"Oh, iya. Mbak Egi.." Brian membolak-balik kertas presentasi berisi pitching yang sudah dibahas tadi (siapa suruh lo telat?!) "jadi ini tuh produk cokelat?"

"Iya, mas... siapa namanya?"

"Brian, mbak." Brian tersenyum lebar, gak ikhlas.

"Saya ulangi ya, mas Brian. Soalnya mas telat." Egi tersenyum sama lebarnya tapi gak ikhlas. Ngerti kan?

Egi menjelaskan produk yang 'akan' diiklankan oleh Dina Enam. Kalian juga harus tau, cokelat apa yang bisa membuat Dina Enam dilirik.

Produk Cokelat ini bernama; Emotions. Konon produk ini dibuat untuk menemani cemilan di waktu santai sesuai dengan kondisi diri manusia. Cokelat ini juga diharapkan oleh pendirinya untuk dapat mengekspresikan perasaan yang makan.

Cokelat ini hanya diperuntukan yang sudah berusia 21 tahun ke atas. Karena mengandung alkohol di dalamnya.

Emotions?

Chocolate🍫Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang