(Bisa dibaca full di Karya Karsa Wihelmina Miladi, sudah tamat di sana)
Arabella merasa sedih karena dia secara tidak langsung menghancurkan kehidupan Liam. Walau dia juga sama terpaksa nya dan sama hancurnya mendapat perlakuan Liam yang selalu memandang rendah dirinya. Ara selalu menjadi pelampiasan kekesalan Liam.
"Selama ini Liam sabar, Pah, tapi kalian tega memaksakan kehendak dan selalu mengatur hidupku. Kalian memaksaku menikah di masa mudaku, menghancurkan kebebasanku, menghancurkan kisah cintaku. Aku tidak mencintai Ara, aku sudah memiliki kekasih tapi kalian dengan teganya menghancurkan urusan asmaraku, aku tau kalian orangtuaku tapi tidak seharusnya kalian mengekang dan selalu mengatur hidupku dengan memaksakan keinginan kalian padaku." Liam menggebu-gebu membuat hati Ara dan Nic teriris.
Ara merasa bersalah Karna dia dulu menyepakati menikah dengan Liam, tapi saat itu dia tidak punya pilihan lain Karna dia menginginkan pamannya sembuh.
"Liam, kami hanya ingin yang terbaik untukmu, orangtua hanya ingin yang terbaik untuk anak-anak nya Liam," lirih Nic.
"Yang terbaik menurut kalian belum tentu tepat untukku, aku punya jalan hidup sendiri. Aku punya pilihan sendiri dan aku yang harusnya memilih dan mengatur hidupku sendiri, jangan selalu kalian stir," kesal Liam dingin.
Ara tidak mau terus menguping akhirnya dia memilih kembali ke kamarnya diam-diam. Dia merenungkan semuanya, apakah keputusannya salah? Tanpa sadar Ara telah menghancurkan hidup Liam. Ara memikirkan solusi apa yang harus dia ambil.
Liam masuk ke kamarnya dengan penuh emosi, dia langsung kekamar mandi dan membersihkan diri lalu berbaring di samping Ara yang pura-pura tidur.
"Sial, gara-gara lo hidup gue jadi kaya gini. Seharusnya lo gak usah hadir dan merusak hidup gue," kesal Liam pada Ara walau dia pikir Ara sudah tidur.
Tapi nyatanya Ara masih bisa mendengar nya perkataannya dengan jelas yang membuat hati Ara semakin sedih.
***
Pagi harinya Ara terbangun dan berniat memasak di dapur, Karna pagi ini mama Dara dan papa Nic sudah pergi ke bandara untuk mengurus bisnis diluar negeri yang entah berapa lama mereka akan kembali lagi.
"Ara kamu benar-benar istri idaman, kamu sudah bangun pagi dan memasak, andai saja takdir tidak mempermainkan kita, kita pasti sudah hidup bahagia sekarang." Damian yang tiba-tiba masuk kedapur.
"Hentikan, Damian, kalau orang lain dengar mereka bisa salah paham," tegur Ara yang merasa situasinya sangat tidak baik.
Liana yang tadinya berniat mengambil air di dapur tak sengaja mendengar mereka dan hatinya sakit saat mengetahui suaminya masih sangat mencintai masalalunya yang bahkan kini sudah berubah menjadi adik iparnya.
Ara tak sengaja melihat Liana ada di sana, berdiri di belakang Damian.
"Loh Liana, kamu perlu sesuatu? Sini biar aku ambilkan." Ara menawarkan dengan lembut.
"A-aku cuma haus tadi mau ambil minum, maaf ganggu," jawab Liana menutupi kesedihan nya.
"Cih, lihat dia Ara, jauh sekali jika dibandingkan dengan dirimu. Dia sangat manja sekali, hei kamu contoh Ara ku ini, dia bangun pagi dan memasak untuk seisi rumah, tidak manja seperti mu yang apa-apa ingin dilayani," ejek Damian ketus.
Sebenarnya Damian bukan lelaki jahat kadang dia juga tidak tega memperlakukan Liana seperti itu, tapi entah mengapa jika mengingat hubungannya dan Ara hancur dia jadi melampiaskan kemarahannya pada Liana.
Walau terkadang Damian juga bersikap baik pada Liana jika dia sedang dalam mood yang bagus. Liana menundukkan kepalanya menahan buliran air mata yang sudah tidak bisa di bendung.
Dia ingin berusaha tegar tapi entah karena bawaan bayi atau bagaimana yang membuat Liana menjadi sangat sensitif.
Dia kadang bertanya-tanya pada sikap Damian yang selalu berubah-ubah, terkadang sangat lembut dan perhatian lalu dalam sekejap bisa berubah jadi kasar dan menyakitkan hati.
"Damian cukup! Kamu gak boleh ngomong kaya gitu ke istrimu, dia lagi hamil jadi wajar kondisinya tidak stabil. Harusnya kamu rawat dia bukan malah memakinya dan membuat nya semakin stress," kesal Ara yang tidak tega melihat Liana bersedih.
"Dianya saja yang manja Ara, kamu tau anak seusia mereka itu manja dan labil, aku yakin Liam juga begitu kekanakan, pasti dia selalu seenaknya dan menyusahkan mu. Lebih baik setelah anak ini lahir aku akan menceraikan dia dan kamu ceraikan suami mudamu itu. Mereka tidak cukup dewasa untuk sebuah pernikahan, aku tau kamu sangat tersiksa menikah dengannya," usul Damian dengan ide gilanya.
Ara dan Liana melotot tak percaya Damian mengucapkan semua itu. Terutama Liana, hatinya sungguh terluka mendengar nya.
"Damian, cukup! Sejak kapan kamu berubah jadi seperti ini? Dulu kamu adalah orang yang sangat baik dan menghargai perasaan orang lain."
Ara merasa tak percaya, pasalnya Damian yang dikenalnya dulu tidak pernah seperti ini.
"Untuk apa kita memikirkan perasaan orang lain Ara, orang lain saja tidak memikirkan perasaan kita. Jalan terbaik adalah setelah anak ini lahir aku akan bercerai, dan kamu sebaiknya ceraikan Liam, dia tidak pantas untukmu. Dia masih bocah Ara dan pasti hanya bisa menyiksamu dan tidak bisa menghargai dirimu," ujar Damian.
Ara membenarkan ucapan Damian tentang Liam, tapi dia tidak membenarkan ucapannya tentang perceraian itu.
"Wah, ada ribut-ribut apa di pagi hari begini? Mantan pacar ups, maksudku kakak ipar dan adik ipar sedang meributkan apa? Aku dengar-dengar tentang perceraian," sindir Liam dengan nada yang dibuat-buat.
"Liam?" lirih Ara kaget.
Liam berjalan kearah istrinya dan memeluk pinggang nya posesif membuat Damian melotot kesal kearahnya, Dimata lelaki itu tampak terbakar kobaran api cemburu.
"Sayang, kamu masak apa?" tanya Liam lembut di samping telinga istrinya membuat Ara salah tingkah dengan situasi yang semakin tegang ini.
"Emmm, itu sebaiknya kalian semuanya keluar dari dapur soalnya aku mau masak, nanti kalau sudah matang aku kabari kalian," jawab Ara gugup karena tidak biasanya Liam begitu, walau dia tau Liam memanggilnya sayang dan bersikapbaik padanya hanya untuk memanasi Damian saja, tapi tetap saja Ara masih belum terbiasa dengan semua itu.
Liana yang sudah merasakan ingin menangis pun langsung pergi ke kamarnya. Liana terus menguatkan diri nya agar tidak menangis, semenjak dia hamil dirinya jadi sangat sensitive dan mudah menangis.
"Ara, aku bantuin masak yah, dulu kita kan sering masak bareng." Damian menawarkan diri.
"Wah, Kakak, kamu ingin reuni dengan istriku? Sebaiknya kau saja susul istrimu yang sedang hamil itu masuk kamar, sepertinya dia bersedih. Biar aku saja yang membantu istriku ini," cibir Liam dengan nada yang dibuat-buat untuk menyindir Damian.
"Iya Damian, susul Liana kasian dia sedang hamil dan kata dokter jangan sampai dia stress." Ara menasehati Damian.
"Kamu hanya memikirkan kondisi oranglain Ara, ayolah Ara sekali-kali pikirkan kondisi kita!" pekik Damian tak percaya.
Liam tampak tak suka melihat Ara dekat dengan Damian dia merasakan ada perasaan aneh ketika Damian selalu mengejar istrinya, padahal dia tau bahwa keduanya dulu mantan pacar, dan entah kenapa hatinya tidak rela kakaknya mendekati istrinya itu.
"Kondisi apa, Kak? Sebaiknya kakak pergi atau aku laporkan pada mama, kalau kakak masih menggoda istriku!" ancam Liam.
Damian mendengus kesal lalu pergi ke kamarnya dan melampiaskan amarahnya pada Liana.
Liam masih berdiri disana menyaksikan Ara yang sedang memasak.
"Sini aku bantu, aku harus bantu apa?" tanya Liam ketus.
"Gak usah, Liam, kamu kekamar aja." Ara menjawabnya dengan lembut dan sabar.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Young Husband (REPOST)
RomanceFollow dulu sebelum baca! (MATURE) Ara dan Damian sudah berpacaran 7 tahun lamanya, mereka juga akan segera menikah. Tapi tiba-tiba takdir membuat rencana pernikahan mereka gagal, dan Ara malah harus menikah dengan Liam, adik dari Damian yang sudah...