3

23 5 3
                                    

Tadi pagi, Yoora di jemput halmonie nya, Kim Nayoung. Ibu mertua Aeri memaksa agar Yoora ikut dengannya, melihat Ibu mertuanya yang terus merengek, dengan berat hati Aeri mengizinkan Yoora menginap.

Malam ini terasa sangat sepi, biasanya Taehyung dan Yoora akan mengoceh dengan bahasa yang sama sekali tak bisa di mengerti. Aeri tengah duduk bersandar di bangku Rooftop. Dia tidak ingin mengganggu suaminya yang tengah menyibukkan diri di ruang kerja nya.

"Aeri." Lembut sekali, Taehyung memanggilnya.

Aeri menoleh sekilas pada Taehyung yang baru dia sadari sudah berada di sampingnya. Pria itu mengambil posisi duduk di samping Aeri, sontak Aeri memperbaiki posisi duduknya yang awalnya sedikit tidak enak di pandang.

Aeri menatap heran suaminya yang terkekeh pelan, "Kenapa?" Pertanyaan Aeri membuat Taehyung tersenyum lembut padanya.

"Tidak, kau lucu. Ah- aku lupa kalau istriku ini mantan preman SMA." Mendengar penuturan Taehyung, Aeri menahan malunya. Dia sedikit malu mengingat posisi duduknya tadi, kaki yang di angkat dan di tanggalkan pada pagar pembatas Rooftop dan kedua tangan yang di lipat dia jadikan bantalan bagi kepalanya yang dia senderkan pada dashboard.

"Ya, aku preman SMA. Tapi itu dulu, sekarang aku sudah memiliki seorang putri. Aku tidak ingin menjadi contoh yang tidak baik bagi putriku. Tapi jika dewasa nanti sikapnya sepertiku, itu pilihan yang tepat." Balas Aeri menyunggingkan senyuman bangga. Bagaimana tidak? Di Sekolah dulu Aeri adalah wanita yang ditakuti para siswa. Padahal Aeri tak semenyeramkan itu, hanya penampilan dan sikap luarnya saja, dia masih memiliki sisi lembut.

"Yoora berhak memilih jalan hidupnya, kau benar." Taehyung ikut menyenderkan kepalanya di dashboard bangku. Mereka menatap langit malam dengan tenang, seolah tak terjadi apa-apa.

"Bahkan Yoora masih berusia tiga bulan, dan kita sudah membicarakan hal ini." Kekeh Aeri, matanya terpejam tapi bibirnya menyunggingkan senyum kecut.

Aku tidak tahu saat Yoora dewasa nanti apa kita masih bersama? Alasannya tersenyum kecut, dia telah berpikir jauh. Dia hanya takut jika terlalu nyaman, dia akan jatuh sejatuh-jatuhnya hingga merasakan sakit saja dia tak kuasa, Aeri takut.

"Aeri, maafkan aku." Taehyung tiba-tiba berujar lirih, padahal awalnya mereka tengah mengkhayal masa depan putri kecil mereka, ah- ralat. Hanya Aeri yang tengah berkhayal, dia tak tahu apa yang ada dipikiran suaminya.

"Untuk?" Aeri masih setia memejamkan kedua kelopak matanya, menikmati kepedihan yang terpendam jika saja suatu saat dia membukanya.

"Aku belum bisa mencintaimu." Taehyung menatap wajah sendu Aeri yang masih memejamkan kedua kelopak matanya, rasanya begitu nyeri melihat Aeri yang bersikap tenang. Padahal Taehyung tahu, Aeri sedang menguatkan dirinya.

"Sudah konsekuensi untukku. Aku menerima untuk menikah denganmu, dengan begitu aku harus menerima semua konsekuensi yang kau berikan. Termasuk tidak dicintai. Tapi tak apa, aku lebih nyaman seperti ini, biarkan aku yang berjuang sendiri." Kali ini Aeri membuka matanya, menatap Taehyung yang juga tengah menatapnya. Mereka saling menatap satu sama lain, melemparkan tatapan terluka dan bersalah.

"Apa tak sebaiknya kau berhenti mencintaiku?" Iris Aeri sukses membola begitu Taehyung menyelesaikan ucapannya.

Aeri menghela nafas, "Lebih baik seperti ini. Aku tak ingin kau menyesal di kemudian hari. Aku akan tetap berada diposisiku, dan kau berada di posisimu. Aku tak memaksamu untuk berpindah posisi, dan menempatkanku di lubuk hatimu. Cukup seperti ini, kita hanya perlu menjadi orang tua bagi Yoora." Taehyung tertegun, dia tak menyangka Aeri akan mengucapkan kata-kata sebijak ini. Bukan kata-kata bijak sebenarnya, tapi Aeri mengucapkan apa yang hatinya keluarkan.

Patient WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang