Gazebo's Kitchen

383 32 2
                                    


Tandai typo ya

***

Aku melangkah percaya diri tepat di samping Bram. Bersama-sama kami masuk ke ruangan 'executive chef'. Di dalam ruangan, terlihat seorang lelaki yang tertunduk menatap berkas di hadapannya. Tangan kanannya dengan cekatan mencorat-coret berkas itu.

"Hey, broooh...." Bram sumringah melihat sahabatnya duduk dengan wajah tertekuk di kursi manajer.

Adnan, nama sahabat Bram. Sekilas waktu di mobil tadi Bram sempat menjelaskan kalau sahabatnya ini adalah orang yang multi fungsi, serba bisa. Sebelumnya Adnan adalah murni seorang executive chef yang menghandle semua permasalahan dapur di restoran Bram, The Gazebo's Kitchen. Bram sih biasa menyebutnya Gazebo saja.

Dan karena ada suatu masalah dengan manajemen, akhirnya Adnan juga mengambil tempat di kursi manajer Gazebo. Dan ruangan manajer akhirnya berpindah ke ruang kerjanya dulu, ruang executive chef. Meski begitu Adnan juga masih turun langsung ke dapur terutama pada rush hour.

Dan aku diminta oleh Bram untuk membantunya bekerja sebagai chef di Gazebo. Tujuan awalnya adalah untuk menggantikan posisi Adnan sebelumnya karena Adnan akan secara full time menjabat sebagai manajer Gazebo. Tapi itu tergantung keputusan Adnan. Karena bagaimanapun Bram sudah menyerahkan segala urusan restoran kepada sahabatnya itu.

Oke mungkin tidak langsung sebagai executive chef, mungkin sebagai sous chef? (baca: soo chef)

Well, posisi terakhirku adalah sous chef. Dan aku akan dengan senang hati kalau di pekerjaan kali ini aku akan menjadi executive chef. Bukannya sombong, tapi banyak orang sudah mengakui hasil karyaku. Berbagai event memasak sudah aku ikuti dan hasilnya tidak mengecewakan sama sekali.

Bahkan di hotel tempat kerjaku kemarin, sudah santer desas desus kalau aku adalah calon executive chef  berikutnya. Dan aku akan menjadi executive chef termuda yang pernah ada di Hotel Bella! Tapi sayangnya, egoku yang tinggi tidak mengijinkan diriku bekerja pada orang yang sama egoisnya denganku.

Dan tawaran Bram menyelamatkanku dari kegalauanku. Aku langsung mengiyakan tawarannya tanpa berpikir dua kali. Walaupun Bram juga sempat menegaskan kalau nanti bisa saja posisinya tidak sesuai dengan bayanganku.

Jadi disinilah aku, duduk di hadapan calon bosku yang bahkan tidak menyadari keberadaanku.

Adnan melihat Bram sekilas lalu tertunduk lagi pada kertas-kertas yang ada di hadapannya. Sepertinya dia tidak sadar kalau aku datang bersama Bram. Padahal hari ini aku sudah berusaha tampil (yang menurutku) all out untuk menampilkan kesan pertama yang baik pada calon bosku.

Hari ini mengenakan blouse putih dengan garis vertikal hitam dilapisi blazer biru navy, dengan bawahan celana jeans. Dan sepatu kets putih. Well, aku harap pakaian ini sekilas bisa menunjukkan karakterku. Aku tomboi... sedikit. Oke, banyak.

"Ck.. lecek amat mukanya," lelaki bermata sipit itu tidak menghiraukan ejekan Bram yang langsung duduk di depan mejanya, tanpa dipersilahkan. Dan dengan kode tangan Bram mempersilakanku untuk duduk di kursi sebelahnya.

Dengan santai Bram meletakkan sebuah undangan warna peach di atas kertas yang dibaca oleh Adnan, dan tentu saja undangan itu menarik perhatian Adnan.

Kening Adnan berkerut. Di undangan itu tertera nama Sea Maisadipta Ibrahim dan Bramantyo Affan Hanif.

"Pamer nih ceritanya?"

"Kok pamer sih? Ini artinya aku nggak lupa sama kamu. Kemarin ada yang protes katanya cuma diinget pas sedih aja?" Bram pura-pura sewot.

Future (?)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang