Tandai typo
Frasya's POV
***
Walaupun beberapa hari belakangan ini aku jarang dapat shift malam, tapi Meli selalu mengabarkanku tentang tamu pria malam itu. Dan Ini sudah hari ke lima sejak malam itu. Meli bilang tamu itu selalu datang di atas jam 7 malam dan duduk diam sampai restoran tutup. Seperti malam ini.
"Kamu nggak tanya sama tamunya kenapa dia kaya gitu?" tanyaku pada Meli.
Meli menggeleng, "Takut Mbak. Kemarin Mbak Frasya aja keliatan takut gitu,"
Jadi Meli mengira aku ketakutan. Tapi memang benar aku ketakutan. Tapi bukan takut seperti melihat hantu. Tapi lebih ketakutan melihat masa lalu.
"Kalo gitu lapor aja Chef Adnan. Beliau kan juga manajer disini. Siapa tahu kita disini bisa bantu. Itu kan termasuk layanan prima," usul Ajeng bergabung pada percakapan kami.
"Udah mbak, baru aja aku lapor. Tapi kata Chef Adnan biarin aja. Siapa tahu memang tamu itu lagi nunggu seseorang. Kita nggak bisa intervensi. Baru nanti kalo seandainya tamu itu bikin rusuh atau sesuatu yang mengkhawatirkan, baru kita campur tangan," jelas Meli, aku dan Ajeng mengangguk. Benar juga sih.
"Jadi sampe sekarang tamu itu juga masih di sini?" tanya Ajeng.
"Harusnya sih enggak Mbak. Kan ini udah lebih dari jam sepuluh, udah tutup. Palingan sama yang di depan udah di suruh pulang," jawab Meli.
Aku mengangkat bahu cuek. Biar saja, yang penting pria itu tidak tahu keberadaanku di sini.
"Frasya, nggak keburu kan? Temenin aku dulu dong nunggu Bono jemput," pinta Ajeng ketika aku merapikan tasku dan bersiap untuk pulang.
"Oke," jawabku, lagipula bis terakhir jam 11 malam. Aku masih punya waktu lebih dari setengah jam untuk terburu-buru.
Lalu kami keluar dari pintu belakang resto dan duduk santai di parkiran motor karyawan sambil menunggu Ajeng di jemput.
"Jadi gimana kamu sama Chef Adnan?" tanya Ajeng sambil mengerjabkan matanya beberapa kali padaku, yang jelas bukan karena kelilipan.
Aku geli melihatnya.
"Nggak gimana-gimana, Jeng,"
"Udah nggak pernah ngobrol lagi?" selidik Ajeng.
"Nggak," jawabku.
"Yaaaaah...penonton kecewa," keluhnya dengan wajah sedih.
Aku tergelak melihat wajah pura-pura sedihnya.
"Frasya," seseorang memanggilku. Aku menegang. Aku mengenali suara itu. Suara tamu pria yang selama beberapa hari terakhir membuat para pramusaji di Gazebo pulang terlambat.
"Soni," gumamku.
Pria itu menghampiri kami dengan cepat.
"Kamu kenal?" tanya Ajeng. Aku memandang Ajeng dan mengangguk.
"Mantan bosku di tempat kerjaku yang lama," jawabku.
"Apa kira-kira dia mau ngrekrut kamu lagi?" tanya Ajeng. Aku menggeleng. Pasti bukan karena alasan itu.
"Ternyata aku nggak salah lihat. Chef yang aku lihat malam itu beneran kamu, Sya," kata Soni setelah dia ada di hadapan kami.
"Aku pulang duluan, Jeng. Sori nggak bisa nemenin kamu nunggu Bono," pamitku dengan terburu-buru, tanpa menunggu jawaban Ajeng.
Aku melangkah lebar meninggalkan tempat parkir menuju halte bus yang letaknya tidak terlalu jauh dari restoran. Tapi belum sampai keluar pagar, tiba-tiba lenganku di cekal oleh Soni sehingga aku menghentikan langkahku lalu berbalik dan mendelik padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Future (?)
RomansaFrasya divonis penyakit yang bisa merenggut masa depannya. Apakah dia mampu meraih cita dan cintanya di saat berlomba dengan waktu dan rasa sakit?